ICRP-OnLine.org — THE Wahid Institute, lembaga yang konsern terhadap isu-isu pluralisme dan kebebasan beragama, Senin, 20 Januari 2014, kemarin meluncurkan laporan tahunan kebebasan beragama tahun 2013. Laporan tahunan kebebasan beragama dan berkeyakinan 2013 ini adalah laporan keenam semenjak pertama kali dilakukan pada 2008.
Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid, menyatakan bahwa laporan hasil pemantauan ini diharapkan bisa menjadi masukan atau rekomendasi bagi pemerintah, parlemen, dan instansi pemerintah terkait baik di pusat maupun di daerah. Laporan ini juga ditujukan untuk kelompok-kelompok masyarakat sipil, organisasi keagamaan, NGO, akademiisi, serta masyarakat yang peduli terhadap kehidupan beragama di Indonesia.
Berikut ini temuan dari laporan tahunan kebebasan beragama dan berkeyakinan The Wahid Institute 2013:
- Selama Januari sampai Desember 2013, jumlah pelanggaran atau intoleransi berjumlah 245 kasus atau peristiwa. Dimana 106 peristiwa (43%) melibatkan aktor negara dan 139 peristiwa (57%) oleh aktor non-negara. Sementara total jumlah tindakan adalah 280 dimana 121 tindakan (43%) dilakukan aktor negara dan 159 tindakan (57%) oleh aktor non negara.
- Pelanggaran atau intoleransi oleh aktor negara tertinggi di daerah Jawa Barat sebanyak 40 kasus, diikuti Jawa Timur 19 kasus, Jawa Tengah 10 kasus, dan Jakarta 8 kasus.
- Pelanggaran non-negara tertinggi juga di daerah Jawa Barat, yakni sebanyak 46 peristiwa, berikutnya Jakarta sebanyak 22 kasus, Jawa Tengah 20 kasus dan Jawa Timur 17 kasus.
- Pelanggaran atau intoleransi paling banyak di Pulau Jawa yakni 191 kasus (78%), sementara di luar Jawa hanya 54 kasus (22%)
- Bentuk pelanggaran oleh aktor negara yang paling banyak adalah menghambat/menghalangi/menyegel rumah ibadah, sebanyak 28 kasus. Diikuti pemaksaan keyakinan, 19 kasus. Melarang/menghentikan kegiatan keagamaan, 15 kasus. Dan kriminalisasi atas dasar agama sebanyak 14 kasus, dll.
- Sementara bentuk pelanggara oleh aktor non-negara paling banyak adalah serangan fisik sebanyak 27 kasus, diikuti penolakan/penutupan tempat ibadah sebanyak 25 kasus.
- Pelaku dari aktor negara paling sering adalah pemerintah kabupaten/kota sebanyak 32 kasus, diikuti aparat kepolisian 30 kasus, aparat kecamatan 9 kasus, satpol PP 6 kasus, pemerintah provinsi/gubernur 6 kasus, pengadilan 7 kasus, Menag 5 kasus, aparat desa 4 kasus, Kantor Kemenag 4 kasus, DPRD Kab/kota 3 kasus, TNI 3 kasus, pemerintah pusat 3 kasus, MPU Aceh 2 kasus, Mempera 1 kasus, Mendagri 1 kasus, Dinas Pendidikan 1 kasus, jaksa 1 kasus, RT 1 kasus, Menseskab 1 kasus, Dinas Dukcapil 1 kasus.
- Pelaku berkelompok, paling banyak adalah massa tanpa identitas 57 kasus, kemudian pengurus masjid sebanyak 3 kasus, jemaat kristen 1 kasus, karyawan perusahaan 1 kasus, panitia diskusi 1 kasus.
- Pelaku institusi, paling banyak adalah MUI sebanyak 18 kasus, kemudian FPI 13 kasus, FUI 8 kasus, Aliansi Ormas 5 kasus, JAT 3 kasus, perusahaan 3 kasus, Aliansi anti Ahmadiyah 3 kasus, Garis 2 kasus, GP Anshor 2 kasus, kampus 2 kasus, MMI 2 kasus, MTA 2 kasus, Muhammadiyah 2 kasus, LSM Muslim 2 kasus, Selebihnya Bassara, FBR, FKUM Pasar Minggu, Formasat tasik, FUIB, Gempa, Gerakan Masyarakat peduli Kerukunan, UNS Solo, pengelola website, SIAP, KUIB, LDII, Lembaga Kajian, Ormas AlManar masing-masing satu kasus.
- Pelaku individu 11 kasus tidak teridentifikasi, 1 kasus pelakunya artis, 1 kasus oleh kepala sekolah, 1 kasus oleh ketum PPP, 1 kasus oleh tokoh agama.