PEMERINTAH untuk kesekian kalinya melakukan tindakan inkonstitusional terhadap pengikut Ahmadiyah. Tindakan berupa tekanan dan intimidasi di lakukan oleh Bupati sampai Kepala Desa kepada 2 (dua) anggota keluarga Ahmadiyah di Desa Simpang Rambutan, Kec. Pelawan, Kab. Sarolangun, Prov. Jambi. Tindakan tersebut dilakukan oleh pemerintah karena keluarga Abdul Majid dan Keluarga Rukmana mempertahankan keyakinannya untuk tetap mengikuti ajaran Ahmadiyah.
Tindakan tersebut dilakukan oleh Bupati melalui Instruksi Bupati Sarolangun, No: 210/kesbang, 2013 tentang Larangan JAI di Kab. Sarolangun tertanggal 10 Juli 2013 dan Surat Edaran No: 300/209/Kesbang/2013.
Wakil Bupati Sarolangun juga melarang Jema’at Ahmadiyah dari luar masuk ke Kab. Sarolangun dan memerintahkan penurunan Papan Nama atau lambang Ahmadiyah di Sarolangun. Tidak luput juga salah satu anggota DPRD Sarolangun juga melakukan intimidasi terhadap pengikut Ahmadiyah dengan mengeluarkan pernyataan kepada Muballigh Ahmadiyah (Ilyas) tentang adanya pelarangan aktifitas Ahmadiyah di Singkut. Bahkan sampai tingkat Camat dan Kepala Desa pun ikut-ikutan berperan aktif atas intimidasi sehingga berujung pada aksi Massa terjadinya pengusiran dan provokasi anti Ahmadiyah pada tangal 7 dan 17 November 2013.
Kronologis Aksi Pengusiran Pengikut Ahmadiyah
Tanggal 7 November 2013, Pukul 21-00 sd Pukul 22.00 wib, Massa berjumlah sekitar 80 Orang yang dipimpin oleh Pimpinan Pondok Pesantren As-salamah dan Kepala Desa Pelawan Jaya (H. Arifin), beserta Perangkat Desa dan masyarakat Pelawan Jaya melakukan pengusiran terhadap dua anggota keluarga pengikut Ahmadiyah yakni Abdul Majid dan Rukmana.
Massa mendesak dua keluarga tersebut untuk keluar dari ajaran Ahmadiyah dengan mengancam akan mengusirnya dari Simpang Rambutan jika tetap menganut ajaran Ahmadiyah.
Tanggal 16 Nonvember 2013, jam 19.00 – 19.15 Wib, sekelompok massa sekitar 10 orang kembali mendatangi kediaman Abdul Majid dan Rukmana, kelompok ini dipimpin oleh Kepala Desa Pelawan Jaya dan perangkat desa. Kedatangan massa untuk meminta jawaban apakah keluar dari Ahmadiyah atau angkat kaki dari Simpang Rambutan. Atas hal ini, Abdul Majid dan Rukmana tidak memberikan jawaban, sehingga Kepala Desa mengeluarkan pernyataan ”Kalau Bapak-Bapak tidak mengikuti keinginan kami untuk bergabung dengan kami maka kalau terjadi sesuatu kami tidak bertanggung jawab”.
Ke-esokan harinya, 17 November 2013, keluarga Abdul Majid dan Rukmana meninggalkan Desa Simpang Rambutan. Rukmana dan keluarganya pergi mengungsi ke Desa Batu Putih. Sedangkan Abdul Majid mengungsi ke Curup – Bengkulu. Sampai sekarang, kondisi dua keluarga tersebut masih dalam pengasingan dan masing-masing belum berani untuk kembali ke daerah asalnya.
Pandangan YLBHI
Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) memandang bahwa kebijakan Bupati Sarolangun yang mengeluarkan Instruksi Bupati tersebut merupakan pemicu terjadinya intimidasi dan pemicu keberanian warga untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi perundang-undangan yang berlaku. Tindakan penekanan dan intimidasi tersebut dilakukan karena dianggap pengikut Ahmadiyah merupakan objek dari Instruksi Bupati tersebut.
Selain itu tindakan Bupati Sarolangun juga menyalahi UU yang berlaku, karena terkait urusan agama merupakan kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan pemrintah daerah. Hal ini secara tegas tercantum dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah di pasal 10 ayat (3) huruf f, yang sekarang mengalami perubahan menjadi UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Atas peristiwa intimidasi dan penekanan tersebut, Bupati Sarolangun juga melakukan tindakan pelanggaran terhadap konstitusi Republik Indonesia, yakni pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, yakni “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” serta “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”.
Selain daripada itu Bupati selaku perpanjangan dari pemerintah pusat, seharusnya memberikan rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan, sebagaimana bunyi pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Namun dalam peristiwa ini justru yang terjadi adalah sebaliknya, yakni Bupati Sarolangun melalui Instruksinya justru mengancam kehidupan pengikut Ahmadiyah, sehingga jauh dari rasa aman.
Dengan demikian, apapun alasannya, hukum Indonesia tidak membenarkan adanya tindakan diskriminasi terhadap siapapun selaku warga Negara Indonesia (tak luput juga pengikut Ahmadiyah), karena konstitusi memberi perlindungan atas hal itu. Begitu juga terhadap organisasi keagamaan Ahmadiyah juga sah secara hukum, sehingga berhak menjalankan ibadah menurut keyakinannya.
YLBHI memandang peristiwa ini terjadi karena kepala daerah tidak menghormati prinsip rule of law sehingga menerbitkan berbagai aturan yang diskriminatif . Maka Menteri Dalam Negeri seharusnya mengevaluasi peraturan dan kebijakan tersebut karena bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Karena berdasarkan berbagai peraturan dan kebijakan yang diskriminatif, sehingga memunculkan tindakan arogansi oleh aparatur pemerintah daerah, mulai dari yang tingkat Kepala Desa sampai tingkat Gubernur. Padahal jelas-jelas tindakan tersebut tidak menyelesaikan problem-problem dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan seharusnya juga mempunyai karakter yang kuat atas realitas ke-Bhinekaan Bangsa Indonesia. Sehingga tanggap dalam merespon persoalan-persoalan yang mengancam ke-Bhinekaan Bangsa Indonesia. Komnas HAM juga harus segera memantau langsung persoalan dan perkembangan perisitiwa yang dialami pengikut Ahmadiyah di Kec. Pelawan, Sarolangun, Jambi. Selanjutnya Kapolri juga harus segera mengambil tindakan proteksi perlindungan terhadap pengikut Ahmadiyah di Kec. Pelawan dengan meng-instruksikan jajarannya di Polda Jambi dan Polres Sarolangun untuk mengantisipasi hal-hal yang berpotensi menjadi konflik. Sehingga tiada lagi alasan kecolongan dan kekurangan personil untuk menghadang kelompok-kelompok intoleran yang melakukan pelanggaran hukum.
Jakarta, 3 Desember 2013
Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia
Moch. Ainul Yaqin
Koord. Bidang Sipil Politik
_______________
Moch. Ainul Yaqin
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (Indonesian Legal Aid Foundation)
Jl. Diponegoro No. 74 | Jakarta 10320 Indonesia
Phone Office : (+62-21) 3929840 | Fax : (+62-21) 31930140 |Website : www.ylbhi.or.id
Phone Private : +62-852 77 00 86 89
Email : [email protected] | [email protected]