MEDIA online Islam konservatif Hidayatullah.com (24 Mei) melaporkan bahwa Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera — salah satu partai pendukung Prabowo—menjanjikan bahwa bila Prabowo menang, aliran-aliran keagamaan seperti Syiah dan Ahmadiyah akan ‘ditertibkan’.
INDONESIA2014 – Perang terbuka terhadap kaum minoritas secara jelas dikumandangkan kubu pendukung Prabowo-Hatta.
Media online Islam konservatif Hidayatullah.com (24 Mei) melaporkan bahwa Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera — salah satu partai pendukung Prabowo—menjanjikan bahwa bila Prabowo menang, aliran-aliran keagamaan seperti Syiah dan Ahmadiyah akan ‘ditertibkan’.
Sekjen PKS Taufik Ridho melontarkan pernyataan mengancam itu di depan publik; tepatnya di depan forum silaturrahim keluarga besar Persatuan Islam (Persis) di Bekasi, Jawa Barat.
Kubu Prabowo nampaknya sadar bahwa langkah penertiban ini akan mendapat tentangan dari kelompok-kelompok yang membela hak warga negara atas keyakinan dalam agama. Karena itu, Taufik juga menyatakan bahwa isu penertiban ini tidak akan diangkat dari sisi akidah, melainkan dari sisi politik.
Menurut Taufik, Prabowo akan ‘menertibkan’ aliran-aliran itu dengan alasan Ahmadiyah dan Syiah dapat menciptakan instabilitas bangsa.
“Masalah Syiah dan Ahmadiyah ini tidak kita angkat dari sisi (kesesatan) akidah. Tapi kita angkat dari sisi politik, yakni instabilitas bangsa. Syiah dan Ahmadiyah ini menjadi sumber yang akan menganggu stabilitas nasional. Prabowo memandangnya seperti itu,” kata Taufik.
Menurut Taufik pula, dalam koalisi Merah Putih (yakni koalisi di bawah pimpinan Gerindra), bergabung seorang tokoh yang sangat dekat dan menjadi pembisik Prabowo Subianto. “Tokoh ini anti-Syiah dan Ahmadiyah,” kata Taufik.
Hidayatullah tidak memberi informasi lebih jauh tentang nama tokoh tersebut.
Berita ini kembali menunjukkan bahwa salah satu strategi utama yang dilakukan kubu Prabowo adalah menggunakan isu agama untuk menarik dukungan umat Islam pada Prabowo.
Secara berkelanjutan kubu Prabowo membangun imej bahwa calon presiden yang berpihak pada kepentingan umat Islam arus utama adalah Prabowo. Dalam skema propaganda ini, Jokowi sebaliknya digambarkan sebagai tokoh yang memberi ruang bagi upaya penghancuran umat Islam. Secara konsisten, Jokowi digambarkan sebagai boneka yang dikendalikan kepentingan konspirasi Cina-Kristen-Barat-Yahudi-Liberal yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok seperti Ahmadiyah dan Syiah.
Semangat untuk memerangi kelompok-kelompok yang dianggap berada di luar arus utama islam ini misalnya secara nyata terlihat dalam dokumen resmi Manifesto Gerindra.
Secara khusus, manifesto Partai Gerindra di Bidang Agama menyatakan bahwa: “Negara dituntut untuk menjamin kemurnian agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama” (halaman 40).
Bagian kalimat terpenting di situ adalah “Negara . . menjamin kemurnian agama . . dari . . penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.”
Isi Manifesto serta pernyataan Sekjen PKS ini menunjukkan bahwa Prabowo memang tidak main-main dalam rencana meminggirkan mereka yang dipersepsikan oleh kaum Islam garis keras sebagai berada di luar arus utama. Kata ‘menertibkan’ atau ‘menjamin kemurnian dari penyelewengan’ mencerminkan semangat menggunakan kekuasaan untuk membatasi ruang gerak – atau melarang sama sekali — mereka yang berada di luar arus utama.
Sikap ini bukannya tak mendapat tentangan. Pada akhir April lalu, puluhan kelompok masyarakat yang bergabung dalam Gerakan Kebhinekaan untuk Pemilu Berkualitas (GKPB) bahkan menuduh Partai Gerindra menentang Undang-undang Dasar 1945 karena mengancam hak atas keberagaman dalam agama.
GKPB mempersatukan organisasi-organisasi prodemokrasi , seperti Kontras, Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (Demos), Human Rights Working Groups (HRWG), LBH Jakarta, Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Yayasan Paramadina, Konsorsium Belajar Islam (yang antara lain beranggotakan Muhammadyah dan NU) ,dan sejumlah LSM lainnya.
GKPB menuntut Prabowo dan Gerindra mengubah Manifesto tersebut dan meminta penyelenggara dan pengawas pemilu [KPU, Bawaslu, dan DKPP] untuk mengevaluasi Gerindra dan rencana pencapresan Prabowo Subianto.
Menurut GKPB, manifesto yang dikeluarkan secara resmi oleh Gerindra itu mencerminkan semangat penindasan kebebasan beragama dan keyakinan yang mungkin akan melahirkan apa yang disebut sebagai bentuk fasisme keagamaan oleh negara.
Para pengeritik mengingatkan bahwa garis keagamaan Gerindra akan melahirkan pemerintah yang merestui aksi-aksi kejahatan terhadap kaum minoritas yang mengalami peningkatan intensitas dalam beberapa tahun terakhir ini. Aksi-aksi kekerasan tersebut telah menyebabkan penganut Ahmadiyah dan Syiah hidup dalam ketakutan atau bahkan harus hidup di pengungsian. Perumahan, sekolah dan masjid mereka dibakar. Korban jiwa akibat pembantaian sadis yang dilakukan kelompok-kelompok ekstrem juga telah berjatuhan.
Serangan terhadap Ahmadiyah dan Syiah dalam beberapa tahun terakhir ini memang senantiasa menggunakan alasan bahwa kelompok-kelompok tersebut adalah ‘sesat’ dan ‘menodai’ Islam, walau catatan sejarah menunjukkan sejak kemerdekaan Indonesia kedua aliran tersebut sebenarnya senantiasa diterima sebagai bagian sah datri Islam di Indonesia.
Prabowo sendiri sebenarnya tidak dikenal sebagai seorang muslim konservatif. Dia datang dari keluarga sekuler yang menganut dua agama. Sebagian pihak bahkan mempertanyakan ketaatan Prabowo pada ajaran Islam. Namun, nampaknya para perancang strategi pemanangan Prabowo sadar bahwa untuk bisa merebut posisi nomor 1 di Indonesia, agama adalah jalan yang harus dimanfaatkan. (AA)
Artikel cukup menarik untuk dibaca . Terima Kasih dan Salam kenal.