By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Warta Ahmadiyah
  • Beranda
  • Berita
    • Mancanegara
    • Nasional
    • Daerah
  • Organisasi
    • Ansharullah
    • Khuddam
    • Lajnah Imaillah
  • Kebangsaan
  • Keislaman
  • Sosial
  • Rabthah
  • Opini
  • Siaran Pers
Reading: Pasal Karet Penodaan Agama Masih Menghantui Kelompok Marjinal
Share
Warta AhmadiyahWarta Ahmadiyah
Aa
  • Beranda
  • Berita
  • Organisasi
  • Kebangsaan
  • Keislaman
  • Sosial
  • Rabthah
  • Opini
  • Siaran Pers
Pencarian
  • Beranda
  • Berita
    • Mancanegara
    • Nasional
    • Daerah
  • Organisasi
    • Ansharullah
    • Khuddam
    • Lajnah Imaillah
  • Kebangsaan
  • Keislaman
  • Sosial
  • Rabthah
  • Opini
  • Siaran Pers
Have an existing account? Sign In
Follow US
DKI JakartaHukum & HAM

Pasal Karet Penodaan Agama Masih Menghantui Kelompok Marjinal

Firmansyah
Last updated: 2022/04/08 at 9:05 AM
By Firmansyah 3 Min Read
Share
Ketua Komite Hukum JAI, Fitria Sumarni (tengah).

Jakarta – Ketua Komite Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Fitria Sumarni menjadi salah satu pembicara dalam webinar diskusi publik Meninjau Kembali UU Penodaan Agama dalam RKUHP, pada Kamis (7/4/2022). Acara tersebut digelar oleh ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) bekerja sama dengan Komnas HAM RI.

Fitria menyatakan bahwa sejak hadir di Indonesia pada 1925 tidak pernah ada anggota Ahmadiyah yang dipersangkakan dengan pasal penodaan agama. Namun, pasca terbitnya undang-undang penodaan agama kemudian menimbulkan persoalan dan masalah bagi Ahmadiyah.

Menurutnya aturan itu kemudian banyak melahirkan turunan regulasi diskriminatif di daerah yang menyebabkan terjadinya eskalasi kekerasan terhadap JAI, mulai dari penutupan dan pembakaran masjid, pelarangan kegiatan keagamaan, penolakan penerbitan e-ktp hingga penolakan pencatatan pernikahan. Lebih lanjut, ia menuturkan jika puncaknya adalah ketika terbunuhnya 3 orang anggota Ahmadiyah pada 2011 di Cikeusik.

Atas dampak yang sangat luas dari pemberlakuan undang-undang penodaan agama itu, Fitria meminta kepada DPR RI untuk menunda pengesahan RKUHP.

“Saya kira DPR harus menunda pengesahan RKUHP,” ucap Fitria.

“Kemudian melibatkan masyarakat dalam diskusi untuk pembahasan pasal penodaan agama di RKUHP dan juga merevisi Undang-Undang Nomor 1 PNPS karena sudah lama menjadi titah MK dalam beberapa putusannya dan belum dilaksanakan hingga saat ini,” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Direktur ICRS UGM, Zainal Abidin Bagir yang menyatakan bahwa Ahmadiyah sudah lama ada di Indonesia. Selama puluhan tahun sejak keberadaannya di Indonesia memang terjadi perdebatan dengan kelompok Islam lainnya tapi tidak memakai istilah penodaan agama.

Menurutnya Ahmadiyah hanyalah satu target diantara banyak target yang lainnya. Ia mengungkapkan tren penggunaan pasal 156a yang sekarang cakupannya semakin besar. Perkembangan baru yang menurutnya sangat memprihatinkan. Zainal pun menyebut bila ada 70 negara di dunia masih mempunyai undang-undang blasphemy law.

Terkait undang-undang penodaan agama, ia mengatakan bahwa beberapa organisasi masyarakat sipil termasuk JAI pernah melakukan upaya baik pembatalan maupun revisi dengan memasukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pada 2010 itu yang pertama kali, yang sangat kontroversial waktu itu ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan tidak bisa membatalkan tapi pada saat yang sama juga mengatakan bahwa undang-undang ini punya potensi diskriminatif dan perlu direvisi,” ungkap Zainal.

“Lebih dari sepuluh tahun sudah ada saran revisi, tapi sampai sekarang kita lihat baik dari pemerintah maupun DPR tidak ada yang menindaklanjuti saran revisi ini, sementara korbannya sudah banyak,” pungkasnya.

You Might Also Like

AMLA Indonesia Kulik Lebih Jauh Profesi Dosen dalam Mentoring Rutin

Ojol Food Stop Ramadhan Bagikan Ratusan Paket Berbuka di Jakarta Pusat

AMLA Indonesia Gelar Mentoring Guna Mengenal Profesi HRD

Gelar Kelas Penerimaan Diri di Wisma Rahmat Ali, YIPC: Dorong Teman Disabilitas Hargai Perbedaan Agama

Mentoring AMLA Bahas Soal Profesi Notaris dan PPAT, Berbeda?

TAGGED: Mahkamah Konstitusi, Penodaan Agama, rkuhp
Previous Article Buka Puasa Bersama Tokoh Lintas Agama, Begini Kedekatan Ahmadiyah 
Next Article Ramadan Berbagi, Muslimah Ahmadiyah Banten Gelar Baksos ke Panti Asuhan
Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Lainnya

Mubda Jateng hadir di halaqah ukhuwah Islamiyah Banyumas.

Halaqoh Ukhuwah Islamiyah, Mubda JAI Jateng Tekankan Soal Persaudaraan Sesama Muslim

04/06/2023
Dr. Ade Penyuluhan Manislor

Desa Manislor Peduli Kesehatan Mental, Adakan Penyuluhan dan Posko Konseling

28/05/2023
Peace train Indonesia

Peace Train Palembang, Ajak Perempuan Jadi Pelopor Perdamaian

11/05/2023
Khilafat Day

115 Tahun Khilafat Islam Ahmadiyah, Memperkokoh Persatuan dan Kesetiaan pada Negara

27/05/2023
Lajnah Imaillah Tangerang gelar pertemuan rutin

Gelar Pertemuan, Lajnah Imaillah Tangerang Hadapi Era Digital dengan Ahlak Islami

09/06/2023
Show More
Warta Ahmadiyah

Warta Ahmadiyah merupakan sumber resmi Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang menyajikan ragam informasi seputar kegiatan dan pandangan Ahmadiyah mengenai berbagai hal.

Kategori

  • Berita
  • Organisasi
  • Kebangsaan
  • Keislaman
  • Sosial
  • Rabthah
  • Opini
  • Siaran Pers

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Kirim Berita

Copyright © 2016 – 2023 www.wartaahmadiyah.org. All rights reserved.

Removed from reading list

Undo

Lost your password?