Jakarta – Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana menegaskan bahwa kerukunan beragama dapat tercipta jika semua pihak selaras dengan moderasi beragama yang tengah digelorakan pemerintah yaitu sikap beragama yang moderat dan adil.
Bentuk sikap moderat dan adil yang dimaksud adalah ketika semua pihak terus berusaha memenuhi dan menghargai pemenuhan hak setiap orang dalam beragama sesuai agama dan keyakinannya masing-masing.
“Pemenuhan hak beragama menjadi kunci terciptanya kerukunan beragama,” tegas Yendra.
Pernyataan tersebut disampaikan Yendra dalam pertemuan silaturahmi dengan Ketua Pusat Kerukunan Beragama PKUB) Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawan Djunaedi pada Kamis (10/2/2022) di Gedung Kemenag RI, Jl MH Thamrin No 06, Jakarta Pusat.
Pertemuan silaturahmi antara JAI dengan PKUB kali ini fokus membahas soal moderasi beragama dan strategi penanganan kerukunan beragama antara muslim Ahmadiyah dengan masyarakat umum.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 2 jam tersebut , Wawan menanyakan tentang kondisi Ahmadiyah Indonesia, pokok persoalan adanya sebagian masyarakat yang menolak Ahmadiyah dan kemungkinan pemakaian masjid Ahmadiyah untuk masyarakat umum.
Saat pertemuan, Ketua PKUB didampingi oleh Kepala Bidang dan Kepala Sub Bidang Penanganan Kerukunan Kemenag RI.
Menanggapi pertanyaan Wawan tersebut, Yendra menjelaskan bahwa persekusi terhadap Ahmadiyah Indonesia justru lebih banyak terjadi pasca terbitnya SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah pada 2008.
Menurut Yendra SKB tentang Ahmadiyah tersebut kemudian banyak sekali melahirkan peraturan daerah yang melarang atau mempersulit ibadah dan kegiatan muslim Ahmadiyah, Hal ini dikarenakan adanya penafsiran yang keliru tentang isi SKB baik oleh aparat, birokrat sampai masyarakat di tingkat daerah. Kesalahan ini terjadi akibat lemahnya sosialasi SKB itu sendiri, sebagaimana yang di akui Balitbang Kemenag RI.
Selanjutnya, dalam pertemuan tersebut Yendra menyampaikan kepada Ketua PKUB tentang pentingnya Menkopolhukam, Mendagri dan Menag membuat surat edaran kepada para pihak terkait dan dirilis media, yang menyatakan bahwa SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah tidak membubarkan, melarang dan menghentikan kegiatan organisasi dan ibadah muslim Ahmadiyah.
Terkait pemakaian masjid untuk umum, Yendra menegaskan bahwa sejak dulu, masjid yang dibangun dan dikelola muslim Ahmadiyah memang terbuka untuk umum, bahkan sering mengundang penceramah dari kalangan Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah dalam peringatan hari-hari besar Islam. Pengikut muslim Ahmadiyah pun tidak dilarang secara organisasi jika hendak beribadah di masjid manapun.
Wawan menyambut baik program Ahmadiyah menghadirkan para penceramah dari luar dalam kegiatan-kegiatan muslim Ahmadiyah sebagai bagian dari hubungan sosial dan mengajak Ahmadiyah terlibat dalam sosialisasi moderasi beragama Kementerian Agama kepada masyarakat.
Sementara itu, Ketua Komite Hukum JAI, Fitria Sumarni yang ikut serta dalam pertemuan tersebut melaporkan kondisi terkini kasus-kasus masjid yang belum bisa digunakan kembali untuk beribadah seperti yang terjadi di Parakansalak, Sukabumi, Depok, dan Sintang-Kalimantan Barat.
Maulana Mirajudin Ahmad, sebagai Mubaligh In Charge di Ahmadiyah Indonesia (Kepala Mubalighin) yang juga hadir dalam pertemuan, menyampaikan bahwa pokok inti kesalahpahaman tentang Ahmadiyah adalah soal kenabian pada Nabi Muhammad saw dan kitab suci Al-Qur’an. Ia lantas menjelaskan kedudukan Nabi Muhammad saw, al Qur’an, dan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as dalam keyakinan muslim Ahmadiyah.
“Nabi pengikut muslim Ahmadiyah adalah Nabi Muhammad saw dan kitab Suci nya adalah Al-Qur’an sehingga di Ahmadiyah terdapat program menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam 100 bahasa di dunia, “ ucap Mln. Mirajudin.
“Hz. Mirza Ghulam Ahmad as, diyakini muslim Ahmadiyah sebagai Imam Mahdi yang kedatangannya telah dijanjikan Nabi Muhammad saw,” lanjutnya.
Wawan Djunaedi sebagai Ketua PKUB menyatakan sangat senang bisa berdialog dengan Ahmadiyah. Ia berharap agar dialog dapat terus dilakukan dan dijadwalkan secara rutin. Menurutnya, pertemuan semacam ini bisa menjadi ajang untuk semakin saling memahami sehingga dapat mencari solusi terbaik untuk masalah Ahmadiyah. PKUB dan tim pun, dalam waktu dekat, merencanakan akan berkunjung ke Kantor Pusat Ahmadiyah di Parung, Bogor.
“Dialog bisa terus secara rutin dilakukan, sehingga semakin saling memahami,” kata Wawan.
Di akhir pertemuan Jemaat Ahmadiyah Indonesia memberikan buku legalitas hukum Ahmadiyah Indonesia, Sumbangsih Ahmadiyah untuk Indonesia dan buku Pengantar Mempelajari Al-Qur’an karya Khalifah II Ahmadiyah, Hz. Mirza Bashirudin Mahmud Ahmad ra yang menjadi salah satu referensi dalam terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama (red:Kemenag) dalam Mukadimah mengapa Al-Qur’an diturunkan, kepada PKUB Kemenag RI.
Editor: Firmansyah