Jakarta- Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan persidangan pengujian Undang-Undang No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli pemohon, bertempat di Gedung MK, Jl. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat, Rabu (10/1).
Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy selaku saksi, menjelaskan tafsiran tentang pasal tersebut telah berimplikasi nyata atas pemenuhan hak-hak dasar warga Ahmadiyah, sehingga menimbulkan praktik diskriminasi pelayanan publik.
“Mereka diusir, mereka di stigma terus menerus tanpa adanya perlindungan hukum. Akibatnya mereka hidup terlunta-lunta dan bertahun-tahun tinggal di penampungan Gedung Transito, Lombok, Nusa Tenggara Barat”, jelasnya.
Dikatakan lebih lanjut, beberapa kali penutupan paksa Masjid yang dikelola oleh Ahmadiyah bukan hanya oleh masyarakat tapi juga oleh pemerintah.
“UU 1/PNPS/1965 perlu diberi batasan pengertian yang jelas tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama yang sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan konstitusi 1945 tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan”, lanjutnya.
Saya belum pernah melihat warga Jemaat Ahmadiyah melakukan penyerangan.
“Justru mereka sering terlibat dalam kegiatan sosial tanggap bencana, dan mereka juga menyampaikan pesan-pesan perdamaian”, ujarnya mengingatkan.