GERIMIS pada Kamis sore itu, 19 Desember 2013, tidak menghalangi antusiasme para peserta Kursus Serial Teologia (SUSETIA) yang diselenggarakan di Griya Bambu “DAAR EL-JUMAAN” Kemang, Bogor. Sekira limabelas menit kemudian datanglah sejenis mobil sedan putih bernopol “F” (Bogor) yang dikemudikan oleh mas Ronald Agnar didampingi ayahnya, bapak Supriyanto.
Kursus SUSETIA seri kedua ini berbeda dengan seri perdana karena di dalamnya ada pemutaran DVD mengenai “Pengorganisasian dan Aktifitas Saksi-Saksi Yehuwa (SSY) di Seluas Dunia”. Selama hampir tigapuluh menit, peserta dibuat berdecak kagum disuguhi tayangan penatalaksanaan pusat-pusat alias kantor Betel dan Balai Kerajaan juga aktifitas organisasi meliputi tertib pencetakan literatur, pembangunan kantor Betel, Balai Kerajaan, dan aktifitas penyiaran SSY di seluruh dunia.
Mengenai pencetakan literatur, misalnya. Selain dikerjakan dengan cermat dan teliti, juga telah menggunakan mesin yang serba canggih dan otomatis dengan sistem komputerisasi. Tidak heran bila dalam setiap tahunnya SSY bisa menerbitkan hampir 2,2 miliar publikasi! Bandingkan dengan percetakan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) di Nanggewer, Cibinong yang hanya mampu mencetak maksimal sekitar satu juta Alkitab dan publikasi lainnya tiap tahunnya.
Hal lain yang tak kalah menarik adalah mengenai proses penyediaan tempat tinggal untuk anggota dan pembangunan Kantor Betel untuk administrasi serta Balai Kerajaan untuk tempat ibadah. Semua dikelola secara sukarela alias volunteer. Pembangunannya bahkan tidak melibatkan pihak-pihak lain diluar SSY. Sebaliknya, tua-muda, anak-remaja, laki-perempuan, profesional-amatiran saling bahu-membahu bergotong-royong mewujudkannya. Menakjubkan!
Kegigihan dan kesabaran anggota SSY dalam penyiaran atau dakwah face to face atau door to door juga salah satu yang perlu mendapat acungan jempol. Para Perintis Istimewa (PI), yaitu sebutan untuk da’i mereka yang full-timer, sangat bersemangat dalam menyampaikan ajaran dan kabar baik dari Alkitab. Mereka, terdiri dari tua-muda, anak-remaja, lelaki-perempuan, normal-difabel pun melaksanakan dakwah di mana pun; ada yang di pinggir jalan, di pasar, di sawah, di terminal dan lain-lain tempat.
Usai penanyangan, acara lalu dilanjutkan dengan sesi tanya jawab mengenai kepercayaan-kepercayaan alias akidah dan segala sesuatu terkait dengan tempat ibadah dan pandangan stereotip mengenai SSY yang selama ini berkembang di luar mereka. Ada anggapan bahwa SSY ini sebagai suatu kelompok sesat alias “bidat”. Dengan lugas narasumber menjawab semua tuduhan ini secara Alkitabiah dan rasional.
Integritas lain yang khas dari SSY adalah, mereka menolak transfusi darah, menghormat bendera dan wajib militer. Terkait dengan pengalamannya sendiri, ketika anak narasumber sakit dan dibawa ke salah satu RS di Bineng, Malaysia untuk dioperasi, tetap tidak bersedia menerima transfusi. Begitu juga ketika anaknya bersekolah, tidak mau menghormat bendera. Bahkan di Korea yang saat ini mewajibkan wajib militer, penjara dipenuhi oleh anggota-anggota SSY yang menolak ikut bergabung. “Ini integritas!” kata beliau.
Namun, yang terlihat paradoks dan kontradiksi dengan semua kesan modern yang terlihat dari SSY adalah, bahwa mereka mempercayai keberadaan “hantu-hantu” yang berasal dari “malaikat jahat” yang ada di bumi ini. “Hantu ini”, kata Supriyanto, “bukanlah arwah gentayangan dari orang yang sudah meninggal dunia, melainkan perwujudan dari malaikat jahat yang adalah roh dan bisa menyerupai dan menirukan suara siapapun juga.”
Tidak terasa, acara yang dijadwalkan dua jam sudah mendekati akhir. Meskipun masih banyak pertanyaan dari para peserta, namun untuk seri kedua ini, Kelas SUSETIA akhirnya ditutup tepat pukul 17.15 WIB. Suasana santai kemudian berlangsung selama beberapa menit. Di luar Griya Bambu, gerimis masih turun dari awal dan selama acara berlangsung, menjadikan suasana teduh menjadi lebih teduh lagi.[]
RAM | DMX