“Pelanggaran kebebasan beragama / berkeyakinan dalam bentuk penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol.”
Nasional
Selasa, 23/12/2014 15:43
Reporter: Yohannie Linggasari, CNN Indonesia
GAMBAR: Ketua Komnas HAM Hafid Abbas (tengah) bersama Komisioner Komnas HAM Siane Indriani (kiri) dan Ansori Sinungan (kanan) saat memaparkan hasil temuan kasus bentrokan antara oknum TNI-Polri Batam, Jakarta, Jumat (21/11). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
Jakarta, CNN Indonesia — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan adanya penambahan pengaduan masyarakat terkait tindakan pelanggaran kebebasan beragama / berkeyakinan di tahun ini.
Apabila pada 2013 jumlah pengaduan yang diterima Komnas HAM berjumlah 39 berkas, pada 2014 meningkat menjadi 67 berkas.
Ada tiga kategori tema pengaduan kebebasan beragama / berkeyakinan yang dilaporkan pada 2014 ini. Pertama, tindakan penyegelan, perusakan, atau penghalangan pendirian rumah ibadah yang berjumlah 30 berkas.
Kedua, diskriminasi, pengancaman, dan kekerasan terhadap pemeluk agama dan keyakinan tertentu sebanyak 22 berkas. Ketiga, penghalangan terhadap ritual pelaksanaan ibadah sebanyak 15 berkas.
Dari pantauan Komnas HAM selama satu tahun terakhir, kasus-kasus terkait rumah ibadah cenderung meningkat. “Pelanggaran kebebasan beragama /berkeyakinan dalam bentuk penutupan, perusakan, penyegelan, atau pelarangan rumah ibadah merupakan isu menonjol,” kata Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (23/12).
Komnas HAM menilai peningkatan kasus-kasus terkait pendirian rumah ibadah terjadi karena lemahnya penegakan hukum di lapangan. Selain itu, juga disebabkan tidak efektifnya regulasi yang mengatur pendirian rumah ibadah.
“Keberadaan Peraturan Bersama Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tidak diimplementasikan secara konsisten di lapangan. Meskipun beberapa rumah ibadah sudah memenuhi ketentuan di PBM, namun rumah ibadah tetap tidak bisa didirikan,” katanya.
Komnas HAM menemukan keberadaan PBM justru membatasi kebebasan mendirikan rumah ibadah itu sendiri. PBM juga dinilai menjadi landasan pikir dan tindakan aparat negara melakukan tindakan diskriminasi dan tindakan pelanggaran HAM.
Beberapa kasus pengabaian pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus lama pelanggaran kebebasan beragama /berkeyakinan, di antaranya: pengabaian penyelesaian pembangunan Masjid Nur Musafir di Batuplat, Kupang, Nusa Tenggara Timur, pengabaian penyelesaian pembangunan gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, Jawa Barat, serta pengabaian penyelesaian pemulangan warga Ahmadiyah Lombok dari tempat pengungsian Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Selain itu, ada pula kasus pengabaian penyelesaian pembangunan musala Asyafiiyyah, Denpasar, Bali, GKI Taman Yasmin Bogor, dan pengabaian penyelesaian pemulangan pengungsi warga Syiah Sampang dari tempat pengungsian di Surabaya, Jawa Timur.
Keberadaan kebijakan diskriminatif juga dinilai menjadi penyebab tingginya tindak pelanggaran kebebasan beragama /berkeyakinan, yaitu Penetapan Presiden RI Nomor 1/PNSP/1965 tentang Pencegahan Penyalahdayagunaan dan/atau Penodaan Agama.
Selain itu, juga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008.
“Kami telah merekomendasikan untuk mengkaji ulang peraturan yang tergolong diskriminatif ini,” kata Imdadun. Sejumlah rekomendasi juga telah disampaikan Komnas HAM ke aparat negara, tetapi belum mendapatkan respons.