PELANGGARAN terhadap hak-hak korban banyak ditemukan dalam proses peradilan kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). Pelanggaran terjadi di sejumlah tahapan peradilan, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan. Contohnya, kasus Cikeusik yang dialami anggota jemaat Ahmadiyah Deden Sujana dan Kasus Syiah Sampang yang dialami Tajul Muluk.
Pada persidangan keduanya, hakim berpihak pada pelaku kekerasan dalam bentuk pernyataan dan pertanyaan yang mengintimidasi korban. Proses peradilannya selalu berada di bawah tekanan massa, baik di luar maupun di dalam ruang pengadilan.
Kasus serupa juga terjadi dalam kasus lain yang tengah diadili seperti kriminalisasi pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi, Pendeta Palti. Semula Palti didakwa melakukan penganiayaan dan perbuatan tak menyenangkan. Kini berubah mejadi perbuatan tindak pidana ringan.
Tidak hanya dalam kasus pidana, proses peradilan kasus-kasus perdata juga kerap diwarnai tekanan massa melalui pernyataan-pernyataan kebencian dan ancaman-ancaman yang bisa mempengaruhi independensi putusan hakim. Ini dialami dalam beberapa persidangan yang tengah berjalan di kasus IMB gereja Katolik St. Stanislaus Kostka, Jatisampurna, Bekasi, dan kasus penggembokan dan pemagaran dengan seng Masjid Al-Misbah (Ahmadiyah), Jatibening, Bekasi, di PTUN Bandung.
Proses peradilan dalam kasus-kasus korban KBB tersebut jelas bentuk pelanggaran terhadap asas peradilan yang adil dan tak memihak (fair trial). Bentuk peradilan yang sesat, karena tidak melindungi hak-hak korban. Sejauh ini pelanggaran-pelanggaran tersebut hanya didiamkan negara, tanpa dievaluasi dan dikoreksi.
Merespons hal tersebut, Koalisi Pemantau Peradilan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan:
1. Mendesak Ketua Mahkamah Agung memberikan sanksi terhadap hakim-hakim yang diduga melakukan pelanggaran dalam proses persidangan kasus-kasuk KBB;
2. Mendesak Kapolri memastikan aparat-aparat penyidik menghindari pola-pola kriminalisasi keyakinan dan memerintahkan bidang pengawasan internal memeriksa mereka yang diduga melanggar;
3. Mendesak Komisi Yudisial memeriksa kasus-kasus pelanggaran etika hakim dalam kasus-kasus KBB;
4. Mendorong masyarakat sipil dan media massa ikut mengawasi jalannya peradilan kasus KBB karena hak dan kebebasan segenap warga negara untuk beragama, berkeyakinan, dan beribadah dijamin konstitusi dan Kovenan Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi.
Jakarta, 31 Oktober 2013
Koalisi Pemantau Peradilan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan:
ELSAM (Wahyu Wagiman SH, 085218664128)
The Wahid Institute (Alamsyah M. Dja’far 08159819841)
SETARA Institute (Hilal Safari 087883881166)
LBH Makassar (S.J. Marappa, 082195773312)
LBH Banda Aceh (Zulfa Zainudin, S.H.)
LBH Bandung (Willy Hanafi 082116166814)
LBH Jakarta (Eka Saputra, 08111493347)
LBH Surabaya (Suparman, 085655445333)
Perkumpulan 6211 – Jakarta (Firdaus Mubarik, 085692656945, Rick Husen 08562004015)
CMARs – Center for Marginalized Communities Studies- Surabaya (Latansa, 08563571745)
AMAN Indonesia (Maskur, 081578762673)
Koalisi NGO HAM Aceh (Marhami, 085260797435)
HKBP Filadelfia – Bekasi (Pdt. Palti Panjaitan, 081318421070)
Lembaga Studi Kemanusiaan NTB – Lensa (Akhyar, 081907410437)
YLBHU – Sampang (Nurholis, 087777131029)
FAHMINA – Cirebon (Devida, 085724311111)
Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat Sulsel – LAPAR (M. Iqbal Arsyad, 085390040043)
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) – Jakarta (Rifah Zainani, 085719461141)
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Vella, 082122028352)
Komunitas Tikar Pandan – Aceh (M. Yulfan, S.H., 08136025)
—
Sumber: SEJUK.org (rilis: 31 Oktober 2013; akses: 8 November 2013, 18.27 WIB)