“Sebagai pimpinan umat Muslim, hal tersebut merupakan kesedihan bagi saya bahwa kekacauan yang terjadi saat ini selalu diarahkan kepada kaum ‘yang disebut’ Muslim.” Jelas Khalifah Muslim Ahmadiyah. Dalam pernyataannya yang mungkin paling kontroversial, Hazrat Mirza Masroor Ahmad menjelaskan bahwa ekstrimisme justru terjadi saat orang telah menyimpang dari ajaran Islam.
KANADA – Sejarah kembali terukir ketika Hazrat Mirza Masroor Ahmad, Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah Internasional, berbicara di depan para awak media, para professor serta tamu di Kampus Keele pada minggu lalu.
Dalam pidato beliau, Hazrat Mirza Masroor Ahmad membahas tentang ekstrimisme agama, kekerasan atas nama agama serta kegagalan kinerja politik internasional dan organisasi seperti PBB.
Terorganisasi dengan baik sekaligus berada dalam sorotan media, Asosiasi Pelajar Muslim Ahmadiyah atau disingkat AMSA (Ahmadiyya Muslim Student Association) di York, turut menyambut Khalifah Islam Ahmadiyah yang ke-5 dalam sebuah acara yang bertajuk “Justice in an Unjust World” (Keadilan Dalam Dunia yang Tidak Adil”).
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/kanada/feed/” number=”3″]
Hazrat Mirza Masroor Ahmad melanjutkan tur selama enam minggunya dimana beliau dijadwalkan untuk berkunjung ke berbagai wilayah di Kanada, mulai dari Ottawa, dimana beliau bertemu dengan Perdana Menteri Justin Trudeau, hingga menuju Kanada bagian Barat.
Para pejabat yang hadir diantaranya Gubernur York, Greg Sorbara, dan Reza Moridi selaku Menteri Riset, Inovasi dan Ilmu Pengetahuan Ontario.
Hazrat Mirza Masroor Ahmad menaiki panggung dengan tatapan menunduk, berbicara dengan lembut, tetapi tegas. Pesan yang disampaikan beliau, menggema dengan jelas ke seluruh penjuru Tributes Communities Recital Hall: “Love for all, hatred for none“, yakni cinta untuk semua, kebencian tidak untuk siapapun.
Beliau menekankan bahwa cepatnya kemajuan teknologi, termasuk elektronik dan komunikasi, telah membuat hidup lebih mudah dan lebih nyaman, namun dengan konsekuensi yang mahal. Walaupun maju dengan pesat, teknologi modern dan persenjataan, termasuk senjata nuklir, membawa potensi besar untuk kehancuran, serta terus mengancam perdamaian setiap harinya.
Perdamaian juga selalu terancam di daerah konflik yang menjadi tempat berkembang biaknya terorisme, sementara kekuatan eksternal diluar konflik terus ikut dalam memberikan bantuan dukungan baik secara terbuka maupun secara rahasia untuk kelompok pemberontak dan para faksi yang sedang bertempur.
“Sebagai pimpinan umat Muslim, hal tersebut merupakan kesedihan bagi saya bahwa kekacauan yang terjadi saat ini selalu diarahkan kepada kaum ‘yang disebut’ Muslim.” Jelas Khalifah Muslim Ahmadiyah. Dalam pernyataannya yang mungkin paling kontroversial, Hazrat Mirza Masroor Ahmad menjelaskan bahwa ekstrimisme justru terjadi saat orang telah menyimpang dari ajaran Islam. Islam menggambarkan perdamaian, keselamatan dan cinta, menurut beliau, sementara mereka yang disebut Muslim tersebut justru malah menyebarkan jaringan teror.
Di sisi lain, kritikus agama seperti Christopher Hitchens berpendapat bahwa ajaran agama-agama setidaknya juga memiliki sedikit andil tanggung jawab atas kekerasan dan perselisihan.
Sarah Dard, mahasiswi tahun pertama jurusan Administrasi yang menghadiri acara tersebut, percaya kekerasan bukanlah hasil dari ajaran agama.
“Yang saya percaya adalah bahwa setiap kali suatu kekejian berlangsung dan diklaim atas nama agama, tugas kita sebagai orang beriman adalah untuk menghidupkan ajaran-ajaran yang benar dari keyakian kita dan menyebarkan perdamaian dengan lebih semangat; Itu merupakan pertahanan terkuat kita,” kata Sarah.
“Kami percaya Al-Qur’an Karim sama sekali tidak mengandung tulisan yang tidak etis, juga bukan merupakan agama yang mendukung kekerasan” kata seorang juru bicara Khalifah Islam Ahmadiyah.
Ilia Azari, mahasiswa tahun ketiga jurusan Kinesiologi dan Psikologi mengatakan bahwa setiap agama harus bertanggung jawab untuk setiap kebaikan dan keburukan yang mungkin mereka perbuat di dunia.
Hazrat Mirza Masroor Ahmad aba juga menyampaikan tentang ‘golden rule’ bahwa setiap orang harus menginginkan kebaikan untuk orang lain seperti apa yang mereka inginkan untuk dirinya sendiri. Memang mudah untuk mengucapkan ingin yang terbaik untuk orang lain, tetapi hal itu menjadi lebih sulit saat dilakukan.
“Kebanyakan orang cenderung lebih mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan mereka sendiri dan melebihi hak orang lain. Hal ini berlaku pada individu dan juga berlaku pada kelompok dan tingkat nasional” yang juga dikutip dalam alislam.org
Pidato Hazrat Mirza Masroor Ahmad aba tersebut disampaikan bersamaan dengan perayaan peringatan berdirinya Jemaat Ahmadiyah Kanada yang ke-50 tahun. Dalam upaya untuk menjadi komunitas Muslim yang “paling terorganisir” di negara tersebut, Jemaat Ahmadiyah Kanada menggelar acara bertaraf nasional tersebut dengan bertujuan sebagai usaha menghormati negara mereka, Kanada.
Sumber: Times of Ahmad
Alih bahasa: Mary Eunice
Editor: Irfan S. Ardiatama