Jakarta – “Islam itu nilai nilai” bukan bentuk, maka fokuslah pada nilai bukan bentuk. Islam mengajarkan perbanyaklah silaturahmi , silaturahmi adalah nilai sedangkan bentuk silaturahmi bisa bermacam macam, maka memaksakan homogenitas dalam islam adalah pemaksaan bentuk atas nilai nilai.”
Demikian kutipan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah, Prof DR KH Zainal Abidin M.Ag dalam perbincangan silaturahmi yang dihadiri Ketua Umum Asosiasi FKUB seluruh Indonesia, Ida Pangelisir Agung Putra Sukahet, Ketua FKUB Jawa Tengah, KH Taslim Syahlan M.Si dan Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana selepas acara pertemuan Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama pada Selasa (7/6/2022) di Hotel Century, Senayan Jakarta.
Lebih lanjut KH Zainal Abidin yang juga menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Tengah dan rektor pertama Institut Agama Islam (IAIN) Palu Sulawesi Tengah, menyampaikan fenomena umat saat ini yang belajar agama hanya dari sosial media.
Merespon kutipan Prof Zainal Abidin, Ketua FKUB Jawa Tengah KH Taslim Syahlan mengatakan dalam kondisi saat ini pentingnya pemikiran-pemikiran islam yang inklusif, toleran dan universal seperti yang dilakukan oleh KH Zainal Abidin menuangkan pemikirannya ke dalam buku untuk memperkaya literasi Islam yang moderat sehingga membantu promosi moderasi beragama di Indonesia.
Juru Bicara Jemaat Indonesia, Yendra Budiana menambahkan pentingnya setiap tokoh agama yang moderat memiliki kesadaran publikasi dan media dengan target kelompok milenial dan generasi Z, sehingga mampu mewarnai pemikiran kelompok muda ini yang saat ini banyak belajar agama di media dan sosial media.
“Setiap tokoh agama sangat penting selalu memiliki tim media yang mampu menyampaikan dengan cepat dan produktif dinamika aktivitas dan pemikirannya ke media dan sosial media,” ujar Yendra.
Ketua Umum Asosiasi FKUB Seluruh Indonesia, Ida Pangelisir Agung Putra Sukahet sepakat pentingnya setiap orang memahami nilai nilai yang universal bukan bentuk, sehingga mampu menghargai setiap kultur yang ada sebagai perwujudan nilai-nilai.
KH Taslim Syahlan lebih lanjut mengatakan pentingnya silaturahmi dan ruang perjumpaan dalam mempromosikan moderasi beragama dan sikap inklusif dalam kehidupan bermasyarakat serta untuk menghilangkan kecurigaan dan kesalahpahaman terhadap kelompok satu dengan lainnya, untuk itu Taslim telah berkunjung langsung ke beberapa komunitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia untuk melihat dari keseharian pengikut Ahmadiyah Indonesia dan membuktikan praduga selama ini tentang kitab suci Ahmadiyah & ibadahnya.
Taslim menemukan anak anak pengikut Ahmadiyah belajar di sekolah Tahfiz Qur’an dengan jumlah juz yang sama dengan kelompok Islam yang lain serta ibadah Shalat yang sama persis.
Taslim juga melihat bagaimana konsentrasi utama Ahmadiyah dalam mengkhidmati kemanusian melalui sayap organisasi sosial Humanity First yang sangat inklusif tanpa membedakan latar belakang agama ataupun suku.
“KH Taslim telah mengenal Ahmadiyah langsung dari sumbernya, sementara selama ini banyak orang mengenal Ahmadiyah dari kelompok yang tidak suka Ahmadiyah,” ungkap Prof DR KH Zainal Abidin yang juga pernah ditunjuk sebagai Tim 9 AHWA dalam Muktamar NU ke-34 tahun lalu ,untuk memilih Rais Aam PBNU.
Menutup pertemuan Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Yendra Budiana bersedia untuk membantu publikasi dinamika FKUB melalui program Indonesiana yang disiarkan oleh TV Global Muslim Televisi Ahmadiyah ( MTA) ke seluruh dunia tanpa iklan.
Kontributor: Budiandra
Editor: Firmansyah