By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Warta Ahmadiyah
Youtube
  • Beranda
  • Berita
    • Mancanegara
    • Nasional
    • Daerah
  • Organisasi
    • Ansharullah
    • Khuddam
    • Lajnah Imaillah
  • Kebangsaan
  • Keislaman
  • Sosial
  • Rabthah
  • Opini
  • Siaran Pers
Font ResizerAa
Warta AhmadiyahWarta Ahmadiyah
Pencarian
Follow US
  • Berita
  • Organisasi
  • Kebangsaan
  • Keislaman
  • Sosial
  • Rabthah
  • Opini
  • Siaran Pers
© WartaAhmadiyah
NasionalPerspektif

Gus Dur sang pejuang toleransi

Last updated: 19 Mei 2015 06:53
By Redaksi 273 Views
Share
SHARE

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan toleransi adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan.

TAK heran jika Gus Dur melindungi kaum Ahmadiyah yang sering dikejar-kejar dan tak diberi ruang hidup dan berkembang oleh sekelompok masyarakat tertentu yang menginginkan apa yang mereka sebut sebagai ‘pemurnian agama’.

PortalKBR.com
Written by Antonius Eko Mon,29 December 2014 | 13:00

Serial tulisan terkait Gus Dur ini kami turunkan dalam rangka peringatan lima tahun meninggalnya tokoh toleransi Indonesia. Selain tulisan, kami juga menyajikan kutipan-kutipan menarik dari Gus Dur.

 

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan toleransi adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Salah tindakannya yang mendukung toleransi di negeri ini adalah membuat Konghucu menjadi sebuah agama yang resmi. Padahal, pada masa Orde Baru, agama yang satu ini dilarang.

Dia memberi ruang hidup yang lebih terhormat bagi kelompok minoritas keturunan Tionghoa untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

Tak ada lagi kebingungan di kalangan masyarakat Tionghoa di Indonesia mengenai pilihan antara mengambil pendekatan asimilasi atau integrasi seperti pada era Presiden Soekarno.

Berbagai aksara Tiongkok, yang pada era Presiden Soeharto amat ditabukan kecuali untuk surat kabar Indonesia beraksara Tiongkok, tidak mengalami penghitaman kembali oleh Kejaksaan Agung. Pertunjukan barongsai yang dulu dilarang, pada era Gus Dur juga diperbolehkan dan kelompok kesenian ini pun tumbuh bak jamur di musim hujan.

Agama Konghucu juga berkembang tanpa kekangan. Kebijakan untuk menghapus surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) bagi orang Indonesia keturunan Tionghoa juga mulai dirintis sejak era Gus Dur.

Tak ada lagi perbedaan pribumi dan nonpribumi, bahkan Gus Dur mengaku, entah benar atau tidak, bahwa ada nenek moyangnya yang berasal dari Tiongkok.

Pada tanggal 10 Maret 2004, beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid sebagai “Bapak Tionghoa”.

Melindungi minoritas

Gus Dur juga melindungi kelompok minoritas yang menganut agama atau kepercayaan di luar kelompok aliran utama agama-agama besar. Tak heran jika Gus Dur melindungi kaum Ahmadiyah yang sering dikejar-kejar dan tak diberi ruang hidup dan berkembang oleh sekelompok masyarakat tertentu yang menginginkan apa yang mereka sebut sebagai ‘pemurnian agama’.

Dalam banyak hal terkadang Gus Dur memilih bersebrangan dengan umat Islam yang lain. Misalnya ketika ada usulan untuk peraturan yang mewajibkan hukuman mati bagi orang Islam yang murtad, Gus Dur menentangnya. Ia beralasan, hal ini hanya akan mengotori nama Islam.

Dalam bukunya “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” (2006), Gus Dur menjadikan pluralisme dan perbedaan sebagai kata kunci. Tulisannya ini berangkat dari perspektif korban, terutama minoritas agama, gender, keyakinan, etnis, warna kulit, posisi sosial.

Menurut Gus Dur ‘Tuhan tak perlu dibela, tapi manusia haruslah dibela’ dan salah satu konsekuensi dari pembelaannya itu adalah kritik dan terkadang harus mengecam jika sudah melewati ambang toleransi.

Gus Dur juga berani menentang sikap sejumlah ulama yang mengharamkan umat Islam memberikan ucapan selamat Natal.

Romo Antonius Benny Susetyo, Pastor dan Aktivis dalam buku berjudul: Damai Bersama Gus Dur, menulis begini: “Di tengah sakit yang mendera pada 25 Desember 2009, seperti biasanya Gus Dur masih menyempatkan diri menelepon untuk mengucapkan “Selamat Natal dan Tahun Baru”, sekaligus menyampaikan salam kepada Romo Kardinal dan teman-teman sejawat lainnya.”

Cerita Romo Benny itu cukup menggambarkan betapa Gus Dur masih teguh memegang prinsip toleransi antar umat beragama di negeri yang majemuk ini.

Satu hal yang juga kontroversial, Gus Dur bahkan menjadi anggota masyarakat epistemik agama Yahudi. Bagi Gus Dur, mereka yang menganut agama samawi keturunan Nabi Ibrahim adalah bersaudara. Ini sesuai dengan rukun iman dalam Islam yang mengakui kitab-kitab Allah dari Taurat, Zabur, Injil sampai Alquran.

Ini juga sesuai dengan makna surat Al-Kafirun, ”Bagimu agamamu, bagiku agamaku” tanpa harus menyebut mereka yang tak menganut Islam sebagai ‘kafir’.

Selain berani membela hak minoritas, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa (antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru.

Menjaga NKRI

Setelah jatuhnya rezim Soeharto, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan Negara, konflik pun meletus di berbagai daerah. Menghadapi hal itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk.

Gus Dur mengeluarkan kebijakan untuk mengganti nama Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua pada tahun 2000 dan menyebut orang Irian sebagai orang Papua. Dia juga memberi bantuan dana bagi tokoh-tokoh masyarakat Papua untuk menggelar Kongres Nasional Rakyat Papua II pada Maret 2000. Kongres itu kemudian menetapkan berdirinya Presidium Dewan Papua yang dipimpin oleh dua tokoh Papua,Theys Hiyo Eluay asal Sentani dan Tom Beanal asal Pegunungan Tengah.

Tak cuma itu, Gus Dur bahkan memperbolehkan berkibarnya bendera Bintang Kejora sebagai simbol adat Papua bersama Sang Saka Merah Putih sebagai bendera negara. Bahkan lagu “Hai Tanahku Papua” pun boleh didendangkan setelah lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Gus Dur menjadi pemimpin yang meletakan pondasi perdamaian Aceh. Pada masa pemerintahan Gus Dur lah terjadi pembicaraan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Meski sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya dengan Aceh, Gus Dur tetap memilih pendekatan penyelesaian yang simpatik dengan mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membicarakan Aceh secara damai.

Pada Maret tahun 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan GAM. Hasilnya, dua bulan kemudian pemerintah menandatangani kesepahaman dengan GAM.

You Might Also Like

Muslimah Ahmadiyah Singaparna Sepakat Gencarkan Perdamaian Bersama Sekolah Perempuan

Ahmadiyah Hadiri Forum R20: Nilai-Nilai Agama Bisa Atasi Masalah Dunia

Warga Ahmadiyah Bandung Menjadi Relawan Uji Vaksin Covid-19

HUT RI ke-72, Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia : Ahmadi Harus Beri Kontribusi bagi Bangsa

Isi Kemerdekaan, Warga Ahmadiyah Indramayu Sumbangkan Darah

TAGGED:ahmadiyahGus DurToleransi
By Redaksi
Follow:
MEDIA INFORMASI JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
Previous Article Jamaah Ahmadiyah laksanakan konferensi agama-agama di Qadian
Next Article Yenny Wahid tagih janji Jokowi-JK wujudkan kebebasan beragama
2 Comments

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You Might Also Like

jamaah-muslim-ahmadiyah-sidoarjo-baksos-2015-2
NasionalSosial & Kemanusiaan

Jamaah Muslim Ahmadiyah Gedangan Bekerjasama dengan Kepala Desa Sawotratap mengadakan Baksos Ramadhan

Redaksi 3 Min Read
NasionalRabthah

Sumpah Pemuda Menggelora di Peresmian Pendopo Daar El-Jumaan

Talhah Lukman A 3 Min Read
Lukman Hakim Saifuddin
BeritaNasional

Lukman Hakim Saifuddin Tegaskan Politik Identitas Harus Berkeadilan dan Menyatukan Bangsa

Redaksi 2 Min Read
Previous Next
Warta Ahmadiyah

Warta Ahmadiyah merupakan sumber resmi Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang menyajikan ragam informasi seputar kegiatan dan pandangan Ahmadiyah mengenai berbagai hal.

Kategori

  • Berita
  • Organisasi
  • Kebangsaan
  • Keislaman
  • Sosial
  • Rabthah
  • Opini
  • Siaran Pers

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak Kami
  • Kirim Berita

Copyright 2016 – 2023 @wartaahamdiyah.org All rights reserved

Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?