“Ternyata berhajinya juga ke Mekah. Kiblatnya juga madep kulon. Sholate, yo podo”. Demikianlah sebuah ucapan sekaligus ungkapan kesaksian Kyai Haji Taslim Syahlan. Beliau adalah ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Semarang, sekaligus Sekretaris MUI Provinsi Jawa Tengah Bidang Ukhuwah, yang pada Sabtu malam kemarin (16/11) mendapat undangan untuk menghadiri rangkaian kegiatan ‘Siratunnabi’ Muhammad (saw) di Masjid Nusrat Jahan Semarang oleh Jemaat Ahmadiyah Wilayah Jateng 3.
Tidak hadir sendiri, beliau membawa serta kader-kader muda untuk bertaaruf dengan Jemaat Ahmadiyah. Pada kesempatan tersebut, beliau menyampaikan bahwa bidang tugas yang beliau pimpin, memiliki mimpi besar yaitu untuk merajut kebersamaan di antara semua elemen keagamaan khususnya di Jawa Tengah, salah satunya kepada Jemaat Ahmadiyah. Bukan hal mudah, karena masih saja terdapat stigma sumbang tentang Ahmadiyah. Namun demikian, lanjut beliau, semua stigma negatif tersebut hanya bersumber pada satu masalah saja, yaitu komunikasi untuk mau bertaaruf.
“Malam ini Saya bersaksi bahwa saudara-saudara Ahmadiyah adalah saudara seiman. Sehingga seharusnya tidak ada lagi stigma sumbang atau negatif tentang Ahmadiyah,” lanjut beliau.
Selain menggaris bawahi perihal keimanan para ahmadi, Kyai Haji Taslim juga menyampaikan bahwa meneladani Rasulullah salallaahu alaihi wasallam sebaiknya bukan dilakukan dengan ritual semata, melainkan sebagai aktivitas harian. Hal ini senada dengan isi kajian ilmu yang sebelumnya disampaikan oleh Maulana Saefulloh Ahmad Faroukh, mubaligh Ahmadiyah wilayah Jateng 3. Jemaat Ahmadiyah biasa menyebut peringatan Maulid Nabi dengan istilah Siratunnabi, karena istilah ini memiliki pemahaman yang lebih luas dan tidak terbatas pada tanggal tertentu.
Maulana Saefulloh menyampaikan kepada para jamaah sebuah firman Allah pada Surat Al-Ahzab/33:22, tentang sebuah kesungguhan adanya suri tauladan bagi manusia yang pasti akan sampai pada hari akhir menghadap Allah taala. Maka, jika manusia ingin mencari ilmu, guru, contoh, atau teladan, jangan mencari pada diri orang lain selain kepada Baginda Rasulullah salallaahu alaihi wasalaam, sebagai uswatun hasanah. Dalam hal mana, kata ‘uswah’ berarti lebih menitikberatkan kepada akhlak daripada tampilan fisik semata (pakaian,dll-pen). Esensi ajaran Islam bukan ‘copy paste’ pakaian, melainkan akhlak yang wajib kita teladani, “Silakan jika ada yang ingin memakai gamis, tapi jangan membid’ahkan yang memakai batik.”
Meneladani Rasulullah, adalah salah satu cara mencari keselamatan di akhir zaman. Sebagaimana Beliau bersabda, akan datang di akhir zaman nanti para ahli ibadah tetapi bodoh, dan orang yang banyak membaca (Alquran) tetapi fasik. Ini adalah tanda-tanda yang paling dikhawatirkan oleh Baginda Rasul, selain tanda-tanda yang lain yaitu tidak tinggalnya Islam melainkan hanya namanya saja, Alquran yang tinggal tulisannya saja, dan masjid-masjid yang dibangun dengan megah namun kosong. Jika sampai kita melihat kondisi seperti ini, maka bersegeralah untuk mencari rahmat dan ampunan dari Allah taala. Innallaaha Ghofuururrahiim.
Acara ditutup dengan doa bersama, dan rangkaian kegiatan ini akan dilanjutkan dengan tahajud bersama pada hari Ahad (17/11), dan juga gelaran konseling terbuka di area Car Free Day Jalan Pahlawan Simpang Lima Semarang pada hari yang sama mulai jam 06.00 WIB.
Kontributor : Rahma Roshadi