Manado- Sekertaris Pers dan Ketua Media Center Nasional Ahmadiyah Yendra Budiana, hadiri internal meeting dan diskusi, mengangkat tema isu; ‘Ahmadiyah dan Pemajuan KBB : Tantangan dan Strategi Advokat Media’ di Sekretariat Jemaat Ahmadiyah Manado, Masjid Baitul Islam, Jln. Siswa Taas Tikala, Manado. Selasa, 28 Januari 2025.
Pada kesempatan itu, Yendra mengungkap kilas balik atas peristiwa yang menimpa jemaat Ahmadiyah pada tahun 2005 atau dua puluh tahun silam.
Yendra memahami pengaruh pemberitaan media yang tidak berimbang, ketika mengangkat isu terkait Ahmadiyah. Menjadi suatu alasan Ahmadiyah mendapatkan persekusi di hampir seluruh Indonesia.
Baca juga: Lajnah Imaillah Tanjung Medan Undang Warga dalam Pameran Buku
“Ahmadiyah tersebar di seluruh Indonesia bahkan sampai ke pelosok, ketika ada kejadian persekusi di pelosok, media menginginkan segera memberitakan,” ungkap Yendra.
Sedangkan yang paling mudah untuk dimintai keterangan saat peristiwa itu terjadi, yakni; polisi, MUI, dan stakeholder otoritatif.
“Keterangan waktu itu kebanyakan ya dari polisi, MUI, dan stakeholder otoritatif,” jelas Yendra.
Sehingga, informasi yang masyarakat luas peroleh bukan bersumber dari Ahmadiyah itu sendiri. Melainkan mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk menjelaskan terkait Ahmadiyah.
Yendra pun menyinggung bahwa keberadaan Koalisi Advokasi KBB Sulut, menaruh perhatian serius ke arah kebermanfaatan di bidang gerakan sosial dan kemanusiaan.
“Fokus prioritas strategi advokasi koalisi mengedepankan kebermanfaatan pada masyarakat melalui gerakan sosial dan kemanusiaan,” jelasnya.
Baca juga: Sambut Tasyakur, Warga Ahamdiyah di Ciamis Berlomba-lomba Percantik dan Jaga Kebersihan Masjid
Meski jemaat Ahmadiyah sempat mengalami masa-masa sulit. Justru, Sekertaris AJI Manado Isansar Yusuf menilai bahwa Ahmadiyah dapat survei di tengah situasi sulit itu.
Oleh karenanya, Isansar berpandangan bahwa strategi jemaah Ahmadiyah pasca peristiwa kelam tidak lagi dalam keadaan deffentship (bertahan) melainkan openship (terbuka) dengan aktif menyambangi kantor-kantor media massa di Jakarta.
“Mereka tidak lagi melakukan diffentship tapi kemudian memperkenalkan bahwa Ahmadiyah seperti ini. Datang ke kantor media, yang dulu notabenenya justru kesulitan untuk pemberitaan soal Ahmadiya,” jelas Isansar.
Lain halnya dengan, Pendeta Rutketsia Wangkai. Ia lebih mempertanyakan bagaimana Koalisi Advokasi KBB Sulut berkomitmen atas upaya pembelaan terhadap kelompok minoritas yang termarjinalkan.
Walaupun, Pendeta Rutketsia menyadari bahwa Koalisi KBB Sulut masih harus berupaya meningkatkan kapasitas anggota karena baru dideklarasikan 10 Desember 2024, satu bulan lalu.
“Nah, untuk menjamin kebebasan itu telah menjadi komitmen dari koalisi kami dan nanti akan teruji di lapangan, dalam kerja-kerja advokasi sebagai bentuk integritas dari koalisi ini,” ungkap Pendeta Rutketsia.
“Fokusnya untuk sekarang ini, karena memang baru terbentuk lebih kepada penguatan kapasitas terlibat dahulu,” tambahnya.
Hal serupa diungkapkan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado David Paskal yang terafiliasi kedalam Koalisi Advokasi KBB Sulut. Ia mengatakan bahwa situasi di Sulut secara gambaran umum memiliki intensitas rendah terhadap kasus intoleransi.
“Memang secara gambaran umumnya intensitasnya tidak setinggi seperti di luar daerah lain,” katanya.
Akan tetapi, David berpandangan bahwa Koalisi Advokasi KBB harus memiliki strategi dalam upaya pemdekatan ketika membicarakan persoal KBB.
David menyebutkan hal pertaman yang harus ada adalah bagaimana melakukan advokasi secara bersama-sama.
“Advokasi ini harus terus berjalan secara solideritas,” katanya.
Kemudian ruang gerak tidak terbatas kepada isu KBB semata. Melainkan menyasar isu lain seperti lingkungan hidup atau gender.
Bertujuan agar bagaimana menjadi koalisi secara utuh yang hadir untuk membangun konsen terhadap hak asasi manusia yaitu;
“Tujuan kita adalah kebebasan beragama dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Hadir pula sejumlah komunitas dan lembaga yang terhimpun ke dalam Koalisi Advokasi KBB Sulut seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, Swara Parangpuan Sulut, Ahmadiyah Manado, Bahaí, Lalang Rondong Malesung (Laroma), serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado, dan Gusdurian Manado.
Kontributor: Raffi Asamar Ahmad