“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri teguh karena Allah, menjadi saksi dengan adil; dan janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.”
Dunia yang semakin mengarah kepada ketidakstabilan bukanlah hal yang mengejutkan. Berbagai kerusuhan dan unjuk rasa merupakan hal yang biasa terjadi di berbagai belahan dunia. Baik kaya, maupun miskin tak luput dari hal ini. Yunani, Mesir, Afrika Selatan, Islandia, Venezuela, Pakistan, Myanmar bahkan Amerika menjadi bagian dari pengunjuk rasa. Di Amerika Serikat, gerakan-gerakan yang ada misalnya Occupy Wall Street, Black Lives Matter, pengunjuk rasa lingkungan, dan orang-orang seperti ‘alternatif kanan’ yang menyampaikan pesan mereka secara online telah membuat jelas bahwa di era aktifis sosial ini, orang-orang tidak akan mentolerir ketidakadilan, nyata ataupun tidak.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/november-2016/feed/” number=”3″]
Brexit merupakan sebuah pengingat yang jelas yang dapat terjadi ketika demokrasi yang stabil menjadi lengah. Secara luar biasa Perancis telah dipatok sebagai salah satu negara yang menderita banyak kerusuhan sipil. Perusahan yang berbasis di London – Verisk Maplecroft telah menyusun indeks kerusuhan sipil dimana Perancis berada di deretan paling atas negara-negara barat, hampir mengalahkan Afghanistan dan Mali. Negara-negara non-barat mendominasi indeks ini, tapi hal ini lebih dikarenakan negara-negara Barat memiliki lembaga hukum yang yang lebih kuat untuk melunakkan pukulan balik.
Sayangnya bagi sebagian besar negara-negara, memiliki sedikit jalan perlindungan seperti itu, sehingga masalah mereka menjadi semakin akut. Kebanyakan masalah mereka karena disebabkan oleh korupsi dari warga mereka sendiri. Tetapi bukan berarti pemerintah barat berlaku adil dalam berurusan dengan mereka. Seperti yang didokumentasikan oleh John Pekins dalam bukunya, “Confessions of an Economic Hitman“, kekuatan besar secara teratur telah mengambil keuntungan dari negara-negara yang lebih kecil dan lemah. Belakangan ini, perbudakan ekonomi semakin dipeburuk dengan kobaran perang antar negara. Satu-satunya ‘pemenang’ dalam perang ini adalah para pedagang senjata.
Sementara permasalah ini terdokumentasi dengan baik, solusi untuk hal ini nampak jauh lebih sulit. Para Think Tank telah menawarkan segalanya, mulai dari sanksi, peperangan, dan perubahan rezim, tetapi entah disengaja atau benar-benar karena ketidakmampuan, solusi mereka hanya berpengaruh sedikit dalam memadamkan kerusuhan. Cara untuk menghadapi masalah-masalah ini, seperti perang di Timur Tengah sampai pada gerakan seperti Black Lives Matter, adalah dengan keadilan dan itikad baik. Di permukaan, hal ini mungkin nampak terlalu sederhana, bahkan naif, tetapi prinsip sederhana ini dapat menyelesaikan konflik yang telah mengakar kuat.
Karena banyak konflik ini memiliki akar di negara-negara Muslim, pantaslah kalau Islam memberikan solusi. Memang benar bahwa tingkat keadilan dengan kondisi umat Islam tidaklah paralel. Dalam Al Qur’an surah Al-Maidah, Muslim diperintahkan untuk bertindak adil, juga terhadap musuh:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri teguh karena Allah, menjadi saksi dengan adil; dan janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.”
Bahkan Lebih jauh lagi Islam telah menggambarkan keadilan yang sejati. Dalam surah An-Nahl, umat Islam diperintahkan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebaikan dan memberi seperti kepada kaum kerabat…”
Dalam ayat ini umat Islam diingatkan bahwa bentuk akhir dari keadilan adalah memperlakukan orang lain seperti memperlakukan kerabat sendiri. Hal ini persis seperti yang dilakukan oleh Muslim awwalin ketika berhubungan dengan para pengungsi maupun tentara musuh. Jika umat Islam memperhatikan pesan ini, maka mereka akan dapat menyelesaikan konflik yang telah melanda negara mereka selama lebih dari satu abad.
Berikut ini adalah pesan yang disampaikan oleh pemimpin dunia Jamaah Muslim Ahmadiyah, Khalifah Islam, Mirza Masroor Ahmad dalam kesempatan Peace Symposium di Kanada dalam pidatonya yang berjudul “Justice in an Unjust World” (Keadilan di dunia yang tidak adil). Beliau mengingatkan para hadirin bahwa sementara di satu sisi dunia menjadi lebih dekat dari sebelumnya, merajalelanya ketidakadilan yang diciptakan oleh kekuatan besar telah menciptakan kesenjangan yang semakin meningkat antara kaya dan miskin. Kesenjangan ini hanya akan menyulut konflik yang lebih besar. Jika pemerintah di seluruh dunia tidak menerapkan standar keadilan yang digambarkan oleh Islam, masa depan akan dipenuhi dengan konflik, kekerasan dan kerusuhan. Jika pemerintah di seluruh dunia tidak mengambil langkah-langkah serius untuk menekan berbagai kerusuhan yang mengancam rusaknya stabilitas, suatu saat Amerika dapat melampaui Perancis dalam hal indeks kerusuhan. Hal itu adalah harga yang sangat hina yang akan kita bayar untuk kemenangan picik kita hari ini.
Sumber: Patheos
Alih bahasa: Lisnawati
Editor: Mln. Khaeruddin Ahmad Jusmansyah