Yendra juga menyampaikan sejumlah harapan kepada pemerintah terkait Ahmadiyah di Indonesia. Diantaranya jaminan keamanan dari pihak kepolisian terhadap kelompok yang rentan menjadi korban intoleransi serta Presiden Joko Widodo bersedia mengundang kelompok minoritas keagamaan, sebagai simbolisasi bahwa Presiden adalah pemimpin bagi semua kelompok, tanpa diskriminasi.
JAKARTA – Kerap menjadi korban intoleransi, Jamaah Ahmadiyah Indonesia tetap menyampaikan apresiasi kepada sejumlah yang berusaha menegakkan jaminan kebebasan beribadah. Hal tersebut terlihat dalam kesempatan Kongres Nasional Kebebasan Beragama yang diselenggarakan di Balai Kartini, Jakarta (16/3).
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/kebebasan-beragama-dan-berkeyakinan-kbb/feed/” number=”3″]
Juru Bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Yendra Budiana berterima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan jaminan kebebasan beribadah berdasarkan agama dan keyakinan.
“Atas nama Jamaah Ahmadiyah Indonesia, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang selama ini concern dalam penjaminan kebebasan beribadah kepada setiap warga negara,” ujarnya.
Yendra memuji Kapolri Jendral Tito Karnavian yang dengan ketegasannnya menjamin keamanan korban kekerasan atas nama agama sehingga meminimalisir potensi konflik. Menteri agama, Lukman Hakim Saifuddin juga tidak luput dalam apresiasi. Menurut Yendra banyak pernyataan dari Menag yang moderat dan usaha-usahanya dalam membangun harmoni di kalangan umat beragama. Staf presiden yang turun langsung memediasi pada kasus pengusiran warga Ahmadiyah di Bangka dan sejumlah kepada daerah yang konsisten menjamin kebebasan beragama juga menuai pujian terima kasih dari Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
Namun Yendra juga menyayangkan masih adanya kendala yang dihadapi oleh Ahmadiyah di berbagai daerah dalam menjalankan ibadah dan kegiatannya. “Dalam catatan kami terdapat 11 kasus dalam dua tahun ini yang kebanyakan dilakukan oleh kepala daerah,” lanjut pria yang akrab disapa Andra ini.
“Polanya, dulu ormas masuk ke instrumen pemerintah dan berkolaborasi kepada pemerintah dan menutup paksa JAI atas dasar SKB tiga menteri dan turunannya, Pergub, Perbub atau perwal. Padahal dalam SKB tidak ada poin yang melarang beribadah” lanjutnya.
Pelanggaran lain yang disebutkan oleh Yendra adalah 116 warga Ahmadi yang masih berada di pengungsian Transito, Lombok karena pengusiran, 1600 anggota Ahmadiyah di Kuningan yang belum mendapatkan e-KTP disebabkan sentimen keyakinan serta anggota Ahmadiyah Manislor yang kesulitan mencatatkan pernikahan dengan alasan fatwa MUI.
Yendra juga menyampaikan sejumlah harapan kepada pemerintah terkait Ahmadiyah di Indonesia. Diantaranya jaminan keamanan dari pihak kepolisian terhadap kelompok yang rentan menjadi korban intoleransi serta Presiden Joko Widodo bersedia mengundang kelompok minoritas keagamaan, sebagai simbolisasi bahwa Presiden adalah pemimpin bagi semua kelompok, tanpa diskriminasi.
Kontributor : Jusmansyah
Editor : Talhah Lukman Ahmad