Nganjuk, (22/2/2020). Komunitas GUSDURian Sahabat Cinta Damai (SCD) menggelar refleksi haul Gus Dur dan doa bersama lintas agama di Kedai Sae.
Acara bertema “Kerukunan untuk Pemberdayaan dalam Semangat Nganjuk Nyawiji” siang itu berjalan sukses. Dihadiri lebih 80 orang partisipan yang sebagaian besar adalah kalangan pemuda dari lintas agama, lintas kepercayaan, lintas ormas, lintas etnis, serta lintas profesi. Hadir pula perwakilan Banser, Syiah (ABI), Siddiqiyah, PMII, Imaska, Bernas, motor club, budayawan, serta etnis Tionghoa dan Papua. Tidak ketinggalan pula hadir dari Jemaah Ahmadiyah, yang diwakili Tri Nurcahyono – Ketua cabang, dan Mln. Sajid Ahmad Sutikno – Mubaligh cabang Nganjuk dan daerah Jatim 2.
Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan panitia, sambutan Gus Arif sebagai koordinator GUSDURian Nganjuk SCD, serta sambutan pemerintah desa. Kemudian presentasi narasumber dari para tokoh lintas agama dan kepercayaan tentang refleksi satu dekade Gus Dur.
Acara diteruskan dengan pemotongan tumpeng oleh Gus Arif, dan dilanjutkan doa bersama untuk kedamaian Nganjuk dan Indonesia yang dipimpin Mln. Sajid Ahmad Sutikno, mubaligh Islam Jemaah Ahmadiyah.
Tri Santoso, seorang penghayat kepercayaan yang dipercaya sebagai ketua Panitia memberikan pernyataan, “Sesuai dengan konsep awal, bahwa acara ini adalah satu dekade haul Gus Dur oleh komunitas Gusdurian Nganjuk SCD. Alhamdulillah acara kita sukses, terbukti dengan animo partisipan yang hadir, dan domainnya adalah para pemuda, ini luar biasa, dan yang hadir sebanyak lebih 80 orang”.
Masih, Tris Santoso, “Pesan kami bagi generasi muda adalah bukan hanya bicara soal kerukunan secara retorika saja, tapi kerukunan secara pemberdayaan dan realitas bisa berdaya dan berkarya bagi generasi muda. Karena pembentuknya adalah akar dan soko guru bangsa bagi generasi muda. Dengan kata Nganjuk Nyawiji semacam ini adalah nyawiji dalam arti kata bukan bersama dan bukan sama saja, tapi berbeda dalam satu tujuan sesuai dengan semboyan kita, bhinneka tunggal ika tanhana dharma magwa. Salam pergerakan dan salam Nganjuk nyawiji”, terangnya.
Muhammad Ainun Naim, pemilik Kedai Sae yang juga seorang mahasiswa IAIN Kediri, memiliki kesan tersendiri.
“Saya sangat senang sekali, sangat menyambut, sangat gembira atas kehadiran GUSDURian di kabupaten Nganjuk, bisa guyub rukun, terimakasih Kedai sae sudah dipercaya sebagai tempat untuk acara satu dekade haul Gus Dur 2020 ini. Saya ucapkan banyak terimakasih, semoga GUSDURian Nganjuk bisa berkembang dan semakin maju”.
Giliran Gus Muhammad Arif sebagi koordinator Gusdurian Nganjuk SCD mengungkapkan kegembiraannya atas kesuksesan acara penuh persaudaraan itu.
“Alhamdulillah berkat kekompakan dari seluruh pengurus GUSDURian Nganjuk SCD, acara siang ini sukses kita laksananakan. Sesuai dengan motto dan prinsip ‘memahami persamaan menyadari perbedaan adalah sebuah kebijakan dan kebajikan’. Itu menjadi prinsip kami, sehingga kekompakan itu bisa terwujud dan bisa muncul dari seluruh dimensi, dari seluruh domain, dari seluruh agama-agama dan kepercayaan yang ada di kabupaten Nganjuk. Kami bisa kompak, nyawiji, guyub rukun dalam acara haul Gus Dur ini. Sukses selalu untuk GUSDURian Nganjuk, kedepan agar lebih berkiprah sesuai dengan apa yang sudah direncanakan”, katanya.
Dengan melihat banyaknya lintas agama dan kepercayaan dari kalangan muda yang hadir, Gus Arif berpesan.
“Secara filosofis membuktikan, para pemuda hari ini bisa memahami sosok Gus Dur yang menjadi idola mereka. Karena hari ini pemuda sepertinya memang haus dengan idola seperti Gus Dur. Kita lihat bangsa kita ini sangat membutuhkan idola atau tokoh pemikiran seperti Gus Dur. Sehingga pemuda hari ini akhirnya merasa terpanggil untuk ikut aktif dalam wadah GUSDURian Nganjuk SCD”, imbuhnya.
Sementara itu, perwakilan komunitas Jemaah Ahmadiyah Nganjuk, Tri Nurcahyono sangat tersentuh dan terkesan dengan pertemuan GUSDURian kali ini.
“Kami ucapkan selamat untuk GUSDURian Nganjuk SCD yang sukses menyelenggarakan pertemuan istimewa hari ini. Alhamdulillah, kami bersyukur bahwa salah satu pengurus GUSDURian adalah dari komunitas kami. Pada hari ini kami mewakili Jemaah Ahmadiyah bisa hadir disini dan merasa senang bisa duduk berdampingan dengan nyaman satu dengan lainnya. Kami sangat apresiasi dengan kesuksesan acara satu dekade Gus Dur ini. Kita lihat disini begitu rukun, bisa komunikasi bersama tanpa memandang perbedaan agama, suku atau latar belakang seseorang. Indah sekali, ini layak dikemukakan kepada Indonesia, bahwa Nganjuk itu harmonis dan sebagai kota toleran”.
Mln. Sajid Ahmad Sutikno, sebagai seorang Mubaligh Jemaah Ahmadiyah juga memiliki kesan mendalam tentang kegiatan siang itu. Dimana, semua orang yang hadir dimanusiakan, dihormati, dan cerminkan NKRI.
“GUSDURian top pokoknya, bisa merangkul semua. Semua yang hadir dari latar belakang yang berbeda, baik dari lintas agama, lintas kepercayaan, lintas ormas, pemuda, akademisi, mahasiswa, santri, PMII, klub motor, budayawan dll. Inilah yang diajarkan Gus Dur, Indonesia ya yang kita lihat hari ini”, ungkapnya.
Masih Sajid, “GUSDURian bisa menerima kehadiran Jemaah Ahmadiyah, sementara di beberapa daerah lain di Indonesia, sikapnya ada yang memusuhi dan berlaku aniaya terhadap kami. Kami ucapkan terimakasih kepada kabupaten Nganjuk dan GUSDURian. Apa yang kita lakukan pada hari ini, setidaknya akan menjadi warisan istimewa untuk anak cucu mendatang, bahwa GUSDURian dan kabupaten Nganjuk adalah rumah bersama”.
“Nganjuk bisa kita jadikan sebagai percontohan kabupaten yang toleran, harmonis dan ramah HAM. Saya kira banyak kampung-kampung multikultural yang bisa digali dan dimunculkan ke permukaan. Agar menjadi contoh bagi daerah lain. Dimana dalam satu kampung bisa hidup bersama dan guyub rukun. Ada Hindu, Kristen, Ahmadiyah, NU, ada Tionghoa dan sebagainya, saling menghormati. Biarlah perbedaan itu menjadi ciri istimewa bangsa kita dan khususnya Nganjuk”, tegasnya.
“Mari dengan potensi positip yang kita miliki ini, kita bisa bersama-sama berkontribusi untuk kemajuan kabupaten Nganjuk yang lebih baik. Kami ucapkan selamat untuk GUSDURian yang sukses selenggarakan acara hebat hari ini, semoga sukses dan jaya, love for all hatred for none”, pungkasnya.
Ketua umum PC PMII, Adi Nurzaini menyampaikan pandangannya akan kegiatan GUSDURian.
“Hari ini adalah awal dari PMII untuk bersinergi dengan wadah GUSDURian. Ini sebagai ideologi kita yaitu idiologi ahlu sunah wa jamaah dan nilai dasar pergerakan. Yakni, keragaman umat multikulral. Sebagaimana PMII hadir ditengah tengah masyarakat, dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat, membela kaum yang tertindas. Dengan ini, upaya PMII mampu bersinergi dengan GUSDURian, kedepannya InsyaAllah PMII akan terus memberikan kontribusi”.
Menanggapi yang hadir dari berbagai lintas agama, lintas kepercayaan, lintas ormas bisa duduk bersama dan rukun hari ini. Adi memandang sebagai suatu potensi yang positip untuk kemajuan bersama.
“Pandangan kedepan untuk Nganjuk, selain untuk lintas agama, untuk menjaga kerukunan umat beragama, PMII juga berkeinginan di wadah GUSDURian ini bagaimana nilai-nilai keagamaan dari semua agama ini, difokuskan untuk kesejahteraan masyarakat. Dari sektor perekonomian masyarakat kabupaten Nganjuk bisa menjadi titik perhatian bersama”, tambahnya.
Agustinus Kaka, pemuda Katholik Nganjuk mengungkapkan, “Saya pikir saling komunikasi, saling mengerti perbedaan satu sama lainnya. Kemudian saling memberi dan menerima. Semua itu adalah kunci supaya kita bisa nyawiji. Tentu GUSDURian harusnya bisa seperti itu. Saya dari katholik, mas Ciko dari Papua, Gus Arif dari Muslim dll, kita harus bisa menerima, memahami, membiarkan mereka berbeda, saya pikir itu yang hendaknya dipakai”.
Masih Kaka, “Saya bersama-sama dengan yang berbeda, tidak masalah, tidak merasa risih, oke oke saja. Biarlah kita semua dalam perbedaan, kita pokoknya harus bisa saling memahami itu saja”, pungkasnya.
Perwakilan pemuda yang hadir, Lorensius Soemarno mengatakan, “Menurut saya, GUSDURian itu yang terpenting itu tindakan nyata dalam masyarakat, jangan sebatas hanya slogan Gusdurian yang anggotanya dari berbagai macam lintas agama, lintas suku, pemuda dan sebagainya. Itu bagi saya nomor dua, yang terpenting adalah bagaimana dengan terbentuknya GUSDURian ini, apa si partisipasinya di dalam masyarakat”.
Soemarno mengingatkan ajaran Gus Dur untuk kita semua. Gus Dur berpesan, bahwa “kowe iku ojo mung urip kanggo awakmu dewe, neng bareng bareng, awakmu iku duduk awakmu dewe –kamu itu jangan hanya hidup untuk dirimu sendiri, tapi harus bisa hidup bersama dengan lainnya, karena dirimu itu bukan milik dirimu sendiri”.
Intinya, menurut Marno, seseorang itu bisa menjadi berkah bagi orang lain”, terangnya.
Sementara itu, Bashori dari Ahlul Bait Indonesia atau Syiah Nganjuk berkesan pada pertemuan Gusdurian itu.
“Ternyata di GUSDURian itu unik juga ya, dari berbagai lintas agama bisa rukun. Jadi kita tidak mempermasalahkan agama, kita tidak bicarakan urusan agama tapi bicarakan kerukunan. Dan ternyata sangat berhasil. Saya kira jika di daerah lain pun bisa memahami tentang kebersamaan seperti apa yang dilakukan GUSDURian Nganjuk, maka bisa berhasil memajukan daerah itu. Kita kan punya wadah seperti NKRI dan Bhinneka tunggal ika, itu jika tidak kita realisasikan seperti ini, kapan lagi”, katanya.
Bashori menambahkan, “Hati saya merasa tersentuh melihat guyub rukun seperti ini, kok ada ya di Nganjuk seperti yang dilakukan GUSDURian hari ini. Muhammadiyah, NU, Syiah, Ahmadiyah, Katholik, Budha, Konghucu dll di GUSDURian mendapat sambutan yang sangat baik, dihormati. Kita bisa berkumpul bersama dalam harmonis, ini sangat Indonesia“.
Seorang warga Papua yang hadir di acara Gusdurian, Francisco Letsoin Ciko punya kesan tersendiri.
“Kegiatan ini sangat bagus. Tetapi perlu menjadi catatan bagi kawan kawan GUSDURian, hendaknya program-program GUSDURian disinergikan dengan program-program atau visi misi pemerintah daerah. Diharapkan dari bupati atau wakil bupati kedepannya bisa hadir dalam acara yang luar biasa seperti ini. Pemerintah bisa kita ajak bicara tentang kesamaan visi misinya dengan GUSDURian, seperti Nganjuk Nyawiji. Agar sekupnya lebih luas. Alhamdulillah kami warga Papua bisa hadir dan hari ini Indonesia sekali”, kesannya.
Agus, seorang warga Tionghoa punya mengapresiasi acara penuh kedamaian itu.
Terakhir, Wildani Abdillah, perwakilan organisasi Pemuda Siddiqiyah Nganjuk, sebuah organisasi keagamaan dan thoriqoh dari kabupaten Jombang juga berkesan pada acara indah itu.
Siddiqiyah merupakan organisasi keagamaan yang memiliki program program kemanusiaan. Kami akan masuk di lini-lini yang tidak membicarakan agama, tapi social kemanusiaan dan cinta tanah air. Melalui wadah persaudaraan cinta tanah air Indonesia yang dijiwai manunggalnya keimanan dan kemanusiaan, Wildani merasa ada sinergi dengan apa yang digagas GUSDURian hari ini.
“Saya sangat terkesan, ini sangat bagus, GUSDURian bisa merangkul semua dan tidak mempermasalahkan perbedaan. Baik agama, kepercayaan, pemuda, ormas, akademesi dll. Seperti Gus Dur sebagai seorang pluralis”, terangnya.
Ia mengakhiri penjelasanya, “Saya berharap kepada GUSDURian bisa menjadi pelopor di masyakarat tentang pluralisme, dan tema pemberdayaan pemuda hari ini sangat sesuai di era sekarang. Saya kira GUSDURian bisa menggali potensi-potensi local Nganjuk dan diangkat ke permukaan, seperti budaya, multikulturalnya dll”.