Partai Gerindra dengan akun @Gerindra menjawab pertanyaan akun @DYDIMUS_IFFAT tentang nasib Ahmadiyah, Syiah, Mormon, dan Saksi Yehuwa jika calon presiden (capres) Prabowo Subianto dengan Partai Gerindra berhasil unggul dalam pemilihan presiden (pilpres) Juli mendatang.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah aktivis dari berbagai lembaga pegiat HAM yang tergabung dalam Gerakan Kebhinnekaan untuk Pemilu Berkualitas (GKPB) menyatakan secara tegas bahwa Manifesto Perjuangan Partai Gerindra akan menjadi pengadilan keyakinan yang menghakimi iman dan kepercayaan warga negara yang dianggap tidak sesuai.
Pernyataan itu disampaikan Muhammad Isnur dari LBH Jakarta dalam konferensi pers, Selasa (29/4) di kantor Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (DEMOS), Tebet, Jakarta Selatan.
Isnur menyampaikan keterkejutannya juga aktivis lainnya atas kicauan Twitter resmi milik Partai Gerindra pada Selasa (22/4) yang menurutnya menggambarkan secara jelas posisi Partai Gerindra yang akan mengancam kekhasan Indonesia yang beragam.
Partai Gerindra dengan akun @Gerindra menjawab pertanyaan akun @DYDIMUS_IFFAT tentang nasib Ahmadiyah, Syiah, Mormon, dan Saksi Yehuwa jika calon presiden (capres) Prabowo Subianto dengan Partai Gerindra berhasil unggul dalam pemilihan presiden (pilpres) Juli mendatang.
Admin @Gerindra mengatakan, “Bung, seluruh WNI harus dilindungi. Jika mereka berada di jalan yang salah, kita buat lembaga untuk membuat mereka jera.”
Menurut Isnur, kicauan akun @Gerindra tersebut sangat mungkin didasarkan pada Manifesto Perjuangan Partai Gerindra yang menulis, “…pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama.”
“Inilah yang kemudian selama ini dijadikan dasar semangat untuk melakukan kekerasan terhadap keyakinan yang lain. Misalnya kekerasan terhadap Syiah, Ahmadiyah, atau kekerasan lainnya di beberapa wilayah yang didasarkan pada keyakinan bahwa ‘ajaran saya yang paling murni, ajaran Anda yang sesat’,” kata Isnur.
Isnur mengajak masyarakat untuk membayangkan masa depan Indonesia jika Manifesto Perjuangan Partai Gerindra yang dianggap tidak bernafas kebhinnekaan itu diterima oleh negara.
“Akan sangat berbahaya! Bayangkan, jika Ahmadiyah yang memiliki jemaat sebanyak 500.000 dan Syiah dengan jemaat lebih dari 1 juta, dan apakah dengan demikian sebanyak 1.500.000 orang akan dipenjara atau dibuat jera karena keyakinan yang berbeda?” tanyanya.
Isnur pun membeberkan sejumlah kasus kriminalisasi terhadap warga negara yang kukuh mempertahankan keyakinannya, di antaranya misalnya kasus Tajul Muluk yang dipenjara selama tiga tahun karena keyakinan Syiah dan Lia Aminuddin yang dipenjara sekian tahun juga karena keyakinannya.
Berdasarkan sejumlah tindak kriminalisasi tersebut serta Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, maka Isnur mewakili GKPB menyampaikan asumsinya bahwa yang dimaksud membuat jera seperti yang dikatakan dalam akun Twitter @Gerindra adalah dengan memenjarakan warga dengan keyakinan yang berbeda.
Ia mengatakan,”ketika negara turut campur, negara mengambil alih posisi Tuhan dan semua agama diukur dengan keyakinan yang saya yakini, ini jelas akan sangat berbahaya.”
“Secara hukum, ada prinsip bahwa keyakinan tidak boleh diadili, tidak boleh pengadilan mengadili keyakinan. Dan manifesto Gerindra ini adalah bentuk dari pengadilan keyakinan,” pungkasnya.
Editor: Bayu Probo