PEMIMPIN NU mengatakan pemerintah harus bersikap netral dalam hal agama, dan menghimbau dialog dengan kelompok-kelompok tersebut.
Oleh Rochimawati untuk Khabar Southeast Asia di Yogyakarta
—
KOMUNITAS Ahmadiyah di Indonesia, yang dianggap ”menyimpang” oleh sejumlah Muslim, menghadapi banyak tekanan di Jawa Timur dan Jawa Barat, tetapi Jawa Tengah telah memilih jalan tengah.
Gubernur Ganjar Pranowo menunjukkan bahwa rakyat di provinsi itu harus dapat mempraktikkan iman mereka. Dan pemimpin lokal Nahdlatul Ulama (NU) mengatakan mereka akan mendekati kelompok minoritas itu melaluidialog.
“Gubernur menyarankan tidak membubarkan Ahmadiyah. Jika pada titik tertentu orang berpendapat bahwa ajaran mereka tidak sesuai dengan Islam, ia menyarankan untuk membantu kelompok tersebut, bukannya mengasingkan mereka,” kata Abu Hafsin, ketua dewan daerah NU (PWNU), menyusul pertemuan dengan Ganjar di Semarang pada tanggal 17 Oktober.
“Saya setuju dengan pernyataan gubernur. Negara harus netral dan terpisah dari agama,” kata Abu Hafsin. ”Melakukan dialog antarpemeluk agama baik; hal itu mencegah kemungkinan terjadinya konflik di masyarakat.”
Dia sendiri tidak merekomendasikan untuk melarang jemaat Ahmadiyah di Jawa Tengah. ”Jika ada yang dianggap menyimpang, mereka harus dibina, bukan dibubarkan,” kata Abu Hafsin.
NU siap untuk membimbing Ahmadiyah jika kelompok itu tidak mempraktikkan ajaran Islam yang benar, tambahnya.
“Sejauh ini kita sering mengadakan dialog dan komunikasi dengan para pemimpin Ahmadiyah di Jawa Tengah,” katanya.
Siap untuk dialog
Syaiful Uyun, seorang pengkhotbah Ahmadiyah dari Jawa Tengah, mengatakan pengikut Ahmadiyah siap untuk terlibat dalam dialog jika diminta. ”Kami siap untuk melakukan diskusi dengan mereka. Bahkan dengan para anggota NU, kita sering melakukannya,” kata Syaiful kepada Khabar.
Pengikut Ahmadiyah di Jawa Tengah – sekitar 15.000 orang yang terpusat di kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara – dapat melaksanakan ibadah dengan aman, kata Syaiful.
“Sampai saat ini, kami berdoa dan beribadah di masjid kami dengan aman,” katanya. Meskipun sudah ada di Indonesia selama beberapa dekade, Ahmadiyah berada dalam tekanan yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena keputusan pemerintah 2008 yang memungkinkan Muslim Ahmadiyah untuk menjalankan agama mereka tetapi menerapkan hukuman keras jika mereka mencoba untuk menyebarkan ide-ide mereka.
Pengikut Ahmadiyah ”diminta untuk menandatangani pernyataan bahwa mereka tidak akan melakukan kegiatan Ahmadiyah,” kata Syaiful.
Sementara Ahmadiyah keberatan terhadap keputusan ini, mereka menghormati dan mematuhi aturan, kata Syaiful. Tetapi mereka berharap masyarakat sipil Indonesia dapat merangkul toleransi. “Semua elemen dalam masyarakat kita akan menghormati keputusan yang dibuat oleh para pemimpin kita,” katanya.
Melindungi kelompok minoritas
Banyak Muslim setempat percaya bahwa kelompok minoritas harus dapat mempraktikkan iman mereka secara bebas.
Negara harus melindungi kelompok minoritas, menurut M. Syukron, anggota dari komunitas Gusdurian di Semarang. Mereka adalah anggota NU yang menganut pluralisme yang dianjurkan oleh pemimpin lama NU dan mantan presiden Abdurrahman Wahid.
“Dalam kasus Ahmadiyah, kita tidak membela kelompok tertentu, tetapi sebagai negara berundang-undang, kita memiliki pemahaman tentang kebebasan berbicara. Selain itu, [kebebasan] agama adalah masalah hak asasi manusia,” kata Syukron kepada Khabar Southeast Asia.
Hairus Salim, direktur Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) di Yogyakarta, mengatakan konflik antara Sunni dan Ahmadiyah dipicu oleh penafsiran Islam yang berbeda.
“Ada gerakan yang ajarannya mungkin berbeda dari agama mayoritas di Indonesia. Akibatnya, pengikut Ahmadiyah dianggap menyimpang. Namun, merupakan tugas pemerintah untuk melindungi kaum minoritas,” katanya.
—
Sumber: Khabar South Asia (rilis: 27 November 2013; akses: 27 November 2013, 19.58 WIB).
Gambar ilustrasi: Tetua Ahmadiyah Alil Bakar Basalamah (tengah) memimpin kelompok doa perempuan (Lajnah Imaillah) di Yogyakarta pada tanggal 25 Oktober. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan dia tidak akan melarang kelompok tersebut di provinsi itu. [Rochimawati/Khabar]