Jakarta – Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia, Mln. Mirajuddin Shd bersama beberapa staf dan anggota lainnya, turut menghadiri acara Silaturahmi Kebangsaan yang bertajuk ‘Mengenang Guru Bangsa Gus Dur’ di Ruang Delegasi Kompleks Parlemen Senayan, pada Jumat, 13 Desember 2024.
Acara ini diinisiasi oleh Badan Persaudaraan Antariman (Berani) dan dihadiri oleh berbagai tokoh lintas agama serta organisasi, termasuk Muhaimin Iskandar, Romo Magnis (Imam Katolik), Xs Budi S. Tanuwibowo (Ketua Umum DPP Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia/Matakin), Wisnu Bawa Tenaya (Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia/PHDI), Gus Nuril (Mantan Panglima Pasukan Berani Mati era Gus Dur).
Hadir pula Y.M Bhikku Dhammasubho Mahathera (Kepala Wisma Sangha Theravada Indonesia), Wahyu Muryadi (Kepala Biro Protokol Istana Kepresidenan semasa Gus Dur menjadi Presiden periode 1999-2001), Nadya Alfi Roihana (Wakil Ketua Harian DPP PKB), dan sejumlah pemimpin agama serta tokoh masyarakat lainnya.
Kegiatan ini menjadi momen penting untuk mengenang dan memberikan apresiasi kepada almarhum Gus Dur, Presiden ke-4 Republik Indonesia yang dikenal sebagai tokoh pembela kebebasan beragama dan keberagaman bangsa.
Dalam sambutannya, Ketua DPP Berani, Pendeta Lorens Manuputty, menyampaikan dua alasan penting digelarnya acara ini,.
“Pertama, untuk mengenang sosok Gus Dur yang telah berperan besar dalam mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk. Kedua, sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan serta pengakuan Gus Dur sebagai pahlawan bangsa,” ungkapnya.
Sementara itu, Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia Mln. Mirajuddin Shd menyampaikan bahwa Gus Dur memiliki kenangan mendalam dengan Jemaat Muslim Ahmadiyah.
Ia menekankan pentingnya semangat kebersamaan dan toleransi yang diajarkan oleh Gus Dur, yang sangat dihargai oleh Jemaat Ahmadiyah.
“Kami dari Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia sangat berhutang budi kepada Gus Dur, terutama karena pada tahun 2005, ketika kami diserang oleh kelompok intoleran, beliau dengan tegas menyatakan akan membela Ahmadiyah sampai mati,” ujar Mln. Mirajuddin.
Lebih lanjut, Mln. Mirajuddin mengenang peran Gus Dur yang tidak hanya sebagai negarawan, tetapi juga sebagai seorang tokoh agama yang senantiasa mendukung kebebasan beragama di Indonesia.
Mln. Mirajuddin juga mencatat bahwa Gus Dur adalah salah satu presiden Indonesia pertama yang menerima dengan hangat kedatangan Khalifah Ahmadiyah Internasional ke-4, Hz. Mirza Tahir Ahmad, di Istana Negara pada tahun 2000, kenangan ini menjadi simbol kedalaman pemahaman Gus Dur terhadap sejarah dan perjuangan Ahmadiyah di Indonesia.
“Spirit perjuangan Gus Dur terus hidup di hati kami. Kami berharap nilai-nilai kebangsaan dan toleransi yang beliau tanamkan dapat terus dilanjutkan, dan kami, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, akan terus berkontribusi dalam membangun negara ini,” tambah Mln. Mirajuddin.
Di akhir sambutannya, Mln. Mirajuddin mengajak seluruh hadirin untuk bersama-sama mengenang dan melanjutkan perjuangan Gus Dur, seraya mengucapkan yel-yel, “Hidup Gus Dur!” sebagai bentuk penghormatan terhadap semangat dan warisan yang ia tinggalkan.
Acara ini menjadi saksi betapa pentingnya peran Gus Dur dalam memperkuat persatuan dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, serta menciptakan ruang bagi setiap golongan untuk hidup bersama dalam kedamaian dan saling menghormati.
Bagi Jemaat Muslim Ahmadiyah, Gus Dur tetap menjadi simbol kebebasan beragama dan perjuangan untuk bangsa Indonesia yang lebih toleran dan inklusif.
Editor: Devi Savitri