Jakarta, 03/08/2022. Pelita Padang berkunjung ke Media Center Nasional Ahmadiyah. Pelita Padang adalah komunitas pemuda lintas agama di kota Padang. Komunitas ini lahir dari kegelisahan sekelompok anak muda karena maraknya persoalan intoleransi di Indonesia, khususnya Sumatera Barat. Fokus dalam isu Kemerdekaan Berkeyakinan Beragama dan kampanye perdamaian.
Angelic Maria Chacha (Like) ialah Founder di Pelita Padang dan Sobat KBB sebagai Kordinator Nasional, hadir di Media Center Nasional Ahmadiyah bersama aktivis Pelita juga yakni Amatul Noor (Nunun) Perempuan Muslim Ahmadiyah Padang, dan Ebistra Sagala (Ebi) Pemuda Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Padang.
Sebagai Founder, Like menjelaskan awal mula berdirinya PELITA pada 10 November 2019, berasal dari 3 kawan Muslim dan Kristiani yang berawal dari meja Cafe saat mengobrol bersama. Perempuan yang akrab disapa Like ini tidak menyangka bahkan tidak memiliki ekspektasi tinggi bahwa Pelita disambut baik oleh masyarakat Kota Padang. Di awal masa pembuatan komunitas, mereka melihat isu Pasca Pilpres 2019 menyebabkan degredasi ditengah masyarakat khususnya hubungan antar sesama. Menurut mereka penting membuat kelompok lintas iman dalam kondisi kemunduran tersebut.
“Pasca Pilpres 2019, Ego sekoral terlihat menguat, misalnya yang kristen hanya membantu sesama kristen, lalu muslim juga hanya membantu kelompok islam, dan sebagainya. Maka kita berfikir untuk muncul dengan wajah yang berbeda yakni dari lintas iman untuk lintas iman. Melalui keberagaman, Pelita adalah jalan pembuka ruang perjumpaan di Padang, dan yang kami rasakan ternyata Sumatra Barat tidak seseram yang diberitakan media. Meskipun memang, pemerintah atau pengambil kebijakan punya pandangan konservatif tetapi anak-anak muda nya memiliki kepedulian terhadap keberagaman secara luasnya peduli pada kemanusiaan” Ujar Like.
Dalam laman sosial media Instagramnya Pelita Padang kerap mengadakan diskusi lintas iman, diskusi film, hingga kompetisi menulis. Setelah 2,5 tahun pelita akhirnya memperluas jaringan, bukan hanya merangkul anak muda saja, tetapi perempuan, kelompok akademisi, tokoh agama dan pengambil kebijakan. Hingga Mei 2022 Pelita telah berbadan hukum menjadi “Pelita untuk Perdamaian dan Keragaman” yang mana menjadi yayasan. Meskipun begitu Pelita (Pemuda Lintas Iman) menjadi simpul Pelita yayasan untuk terus bergerak aktif di kota Padang.
“Pelita itu Ruang kita berjumpa. Pada awalnya saya memandang Padang kota yang sangat nyaman untuk seorang muslim. Karena semua siswa menggunakan jilbab jadi ada pemikiran ramah untuk orang islam ditambah program pemerintahan lebih memfokuskan nilai-nilai Islam. Tapi saat berjumpa dengan Pelita, Padang itu bukan islam, bukan hanya diisi oleh orang orang islam, banyak sekali Kristen, Budha, Hindu juga lahir dan tumbuh di kota Padang” Ujar Amatul Noor
Beragam kegiatan telah Pelita lakukan, yang mana lahir dari hubungan yang natural, bukan selalu menjadi program yang direncanakan. Pelita sempat terlibat dalam advokasi dan pendampingan dari wajib Hijab di salah satu SMA/K di Padang yang sempat menjadi isu media Nasional. Pelita juga kerap melakukan kegiatan kemanusiaan bersama baik di panti-panti asuhan hingga di rumah-rumah Ibadah. Menurut Ebriska (Ebi), Mesjid Ahmadiyah menjadi tempat pertama pelaksanaan vaksinasi covid gratis di Kota Padang.
“Vaksinasi pertama kali diadakan di mesjid Mubarak, yang di kelola Ahmadiyah. Menjadi ruang perjumpaan bagi banyak kalangan. Menurut Mubaligh Ahmadiyah, hal ini menjadi sejarah bagi Ahmadiyah sendiri menjadi tuan rumah dari ratusan orang lintas Iman” Ujar Ebriska.
Dalam sebuah ruang perjumpaan akan terbangun dialog kemanusiaan dengan kerja-kerja kemanusiaan untuk berbicara, mengobrol dan saling menerima. Termasuk ruang perjumpaan bagi pemuka-pemuka agama yang diinisiiasi oleh pelita (Pastor, Habib, Mubaligh, Banthe dan lain nya) dan itu terjalin hingga sekarang di Kota Padang.
Pelita telah membuktikan bahwa bersahabat dengan lintas iman mampu menembus sekat dan mendobrak stigma. Pelita selalu melakukan kerja kemanusiaan dengan banyak aliansi. Mereka bahkan punya 30 tabung oksigen yang di titip di beberapa tempat termasuk mesjid Ahmadiyah. Melalui kegiatan kemanusiaan itu membuat kita membangun chemistry.
“Jika kita sudah menerima orang lain dengan baik kita akan menerima seluruh yang ada pada dirinya tanpa prasangka. Terjadi hubungan yang natural bahkan tidak direncanakan karena sudah seperti sahabat atau saudara sendiri. Bukan Interaksi formal tapi interaksi personal. Rasa kasih harus di jalin, kalau tidak yaa tidak ada rasa kasih sayang itu” Ujar Amatul Noor.
“Ketidaktahuan satu sama lain dari masyarakat di kota Padang itu menandakan ruang perjumpaan sangat minim. Pelita sepakat tidak menggunakan diksi mayoritas dan minoritas, tapi kita sekarang bicara perihal Hak Warga Negara. Karena Konflik Identitas menyakiti semuanya, bukan hanya disatu kelompok, tapi disemua kelompok. Nah Jika tidak ada ruang perjumpaan tidak akan ada klarifikasi.” Ujar Like mengakhiri perbincangan.
Pelita untuk Keberagaman dan Perdamaian berharap, kerja-kerja kemanusiaan terus terjalin bahkan di seluruh wilayah Indonesia. Pelita juga mendukung dibangunnya Media Center Wilayah Padang dan sekitarnya yang diinisiasi oleh Ketua Media Center Nasional, Yendra Budiana. Media Center Ahmadiyah tentu akan membuat anak muda wilayah Padang dan sekitarnya lebih aktif dan sadar akan pentingnya arus informasi yang positif khususnya berita tentang kemanusiaan.