Perempuan Muslim Ahmadiyah mengadakan Ta’lim Days Nasional secara online, yakni pengajian secara rutin. Telah dibahas pada pertemuan sebelumnya 3 ayat pertama dari Surat Al-Fatihah pada 19/06/2022.
Kajian daring multiplatform tersebut mengupas tuntas arti dan tafsir surat pembuka dari Al-Qur’an, yakni melanjutkan kajian Surat Al-Fatihah ayat 4 dan 5.
Sesi Pertama dibahas mengenai Ayat ke 4, “Maliki yaumiddin” : Yang Memiliki/ Merajai Hari Pembalasan. Ternyata memiliki banyak arti diantaranya;
“Allah Ta’ala memiliki hari pembalasan, memiliki hari syariat, memiliki hari putusan, memiliki masa agama, memiliki masa kebaikan, memiliki masa dosa, memiliki hari perhitungan, memiliki hari ita’at, memiliki hari kemenangan, memiliki keadaan yang penting dan istimewa”.
Dalam Tafsir QS. Al-Fatihah Ayat 4 diterangkan “Sungguh manusia akan mendapat derajat dan kehormatan karena patuh kepada qanun yang biasa, tetapi hasil akhir dari segala kejadian yakni ketika sempurnanya rantai-rantai amal tersebut. Hal inilah yang harus diupayakan dengan sungguh-sungguh sebagai sebuah keyakinan atau iman, suatu waktu kita akan mati dan penghidupan di akhirat nanti semua tergantung kepada iman.
Dilanjutkan dengan bahasan ayat ke 5, yang artinya : “Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
Terdapat kata : Na’budu. ‘Abadallaha artinya ita’at kepada Allah dan menurut perintah-Nya, menghidmati-Nya dan mengamalkan segala hukum-hukum agama-Nya dan mengakui ke-Tauhidan-Nya
Diumpamakan dalam QS. Al-Fatihah
Bahwa Allah turun kepada hambaNya melalui 4 cara :
- Sifat Rabbul ‘Alaamiin: Menciptakan manusia dari lingkungan untuk perkembangan rohani manusia.
- Sifat Ar-Rahman: Menyerahkan pada manusia sarana dan materi untuk kemajuan rohaninya.
- Sifat Ar-Rahim: Manusia menggunakan semuanya dengan benar, Allah memberikan balasan/ ganjaran
- Sifat Maalik: Setelah melalui untaian ganjaran yang panjang, manusia dianugerahi Allah kekuasaan Rohani atas dunia
Sementara Manusia Naik atau mendekati Allah Ta’ala dengan cara menjadi Mazhar atau manifestasi dari 4 Sifat :
- Mazhar/ Manifestasi “Rabbal’Aalamiin (Tahap Tertinggi Jemaat dan Aturan, menginginkan kebaikan dunia serta keselutuhan)
- Mazhar/ Manifestasi “Sifat Rahman, (ITAA – I Dzil Qurban : berbuat baik tanpa memilih-milih
- Mazhar/ Manifestasi “Sifat Rahim, (IHSAN: Sudah terbiasa melakukan kebaikan/ kebajikan)
- Mazhar/ Manifestasi “Sifat Malik”, (Menjalankan keadilan, memaafkan, menjauhi segala yang tidak baik)
Pada sesi tanya jawab, ada pertanyaan mengenai penerapan iyya kana’budu wa iyya kanasta ‘in, dalam kehidupan sehari hari.
Novi Nayyarah, Sekretaris Ta’lim Lajnah Indonesia mengutip dari Masih Mauud as, yakni “Lakukanlah shalat dengan hati seperti terbakar dan mencair serta berdoalah terus menerus di dalam shalat*. Shalat menjadi kunci bagi penyelesaian segala kesulitan. Disamping doa-doa dan pengagungan yang diwajibkan dalam shalat, ajukan juga doa-doa dalam bahasa kalian sendiri agar dengan demikian maka hati kalian bisa luluh.”
“Mengucapkan iyyaka na’budu berulang-ulang diperkenankan jika menjadi salah satu upaya kita untuk memfokuskan perhatian, untuk memperoleh kenikmatan dan kekhusyuan didalam shalat” Lanjut Novi.
Dalam keterangannya, Masih Mau’ud as bersabda; Jika kenikmatan yang terdapat di dalam shalat mulai menghilang, maka kalian hendaknya jangan merasa penat, dan jangan pula berputus asa, melainkan kalian harus siap siaga memikirkan bagaimana untuk memperoleh kembali barang yang hilang itu. Sementara itu, obatnya adalah bertaubat, istigfar, dan dengan khusuk menghambakan diri. Jadi diperintahkan jangan tinggalkan shalat karena rasa hampa, melainkan kalian harus lebih menggiatkan shalat kalian.
Islam adalah agama Universal, yaitu Islam menghendaki kemajuan semuanya, bukan banya kemajuan bagi perseorangan saja. Juga dikehendakinya setiap muslim menjadi penilik bagi yang lain. Tugasnya bukan hanya dia sendiri yang beribadat, bahkan dia harus menganjurkan juga beribadat kepada orangorang lain, dan jangan sekali -kali dia tinggalkan anjuran itu, sehingga orang-orang lainpun ikut pula beribadat bersama-sama.
Sesi akhir dijelaskan bahwa, Selama kaum Muslim belum mengucapkan na’budu, nasta’in dan ihdina sebelum mereka bersungguh-sungguh melaksanakan jiwa yang terkandung dalam tiga permohonan tadi, selama itu tidak ada tempat berpijaknya di dunia dan tidak pula di akhirat nanti.
Kajian Tafsir Al-Qur-an akan kembali melanjutkan pembahasan dipertemuan selanjutnya.