TEMPO.CO, Yogya : Geliat dinamika politik menjelang pemilihan presiden pada Juli 2014 mendatang turut menjadi perhatian utama para warga Ahmadiyah Yogya.
Munculnya dua tokoh calon presiden yakni Joko Widodo (Jokowi), yang diusung koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Prabowo Subianto yang digerbongi Partai Gerindra, dinilai menjadi dua pilihan alternatif yang dianggap dapat memberi perubahan, terutama dalam nasib kehidupan pluralisme di tanah air.
“Kami melihat keduanya merupakan sosok nasionalis, yang tak gampang terpengaruh atau berkiblat pada kepentingan atau budaya luar, entah Amerika ataupun Timur Tengah,” kata Sekretaris Gerakan Ahmadiyah Indonesia Kota Yogyakarta, Mulyono, kepada Tempo, Selasa 27 Mei 2014.
Jokowi atau Prabowo, kalangan Ahmadiyah yogya menilai sama-sama punya kekuatan untuk “meng-Indonesia-kan” Indonesia sesuai kultur dan tradisi melalui pengalaman sejarah yang panjang.
Pandangan atas dua sosok calon presiden itu membuat Ahmadiyah yogya mendorong warganya tak melakukan aksi golput alias tetap menggunakan hak pilihnya pada pemilu kali ini.
“Sebagai warga Indonesia, kami mendorong tak satupun warga Ahmadiyah yogya yang golput, khususnya di Kota Yogya,” kata dia.
Dorongan tak golput itu, kata Mulyono, belakangan juga lebih sering digencarkan dalam setiap pertemuan warga Amhadiyah, termasuk jika mereka menyambangi warga Ahmadiyah lain di luar Yogyakarta.
“Kami hanya melarang adanya sikap politik atau dukungan tertentu secara kelembagaan, yang ada hanya sikap politik kebangsaan, untuk menggunakan hak pilihnya masing-masing,” kata dia.
Mulyono mengakui, sejumlah warga Ahmadiyah tak tereduksi dalam satu kepentingan atau partai politik tertentu. Baik semasa pemilihan legislatif atau presiden ini.
Sekitar 200 warga Ahmadiyah di Kota Yogya saja, kata dia, tersebar menjadi simpatisan sejumlah partai. Ada yang merapat di Partai Persatuan Pembangunan, hingga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Meski terlibat dalam partai politik tertentu, diakui juga bahwa seringkali warga Ahmadiyah tak membawa nama kelembagaan dalam partai yang dipilih.
“Bukan karena diminta partai (untuk menyembunyikan status warga Ahmadiyah), tapi inisiatif sendiri, meskipun di Yogya relatif aman,” kata dia.
Mulyono mengaku, saat pemilu legislatif lalu, beberapa petinggi partai politik di Yogya sempat mensurvei kiblat dukungan politik Ahmadiyah. Namun Mulyono menegaskan secara kelembagaan komunitasnya tak berpolitik dan tak berafiliasi kemanapun.
“Kami menolak dimanfaatkan, karena memilih siapapun menjadi hak pribadi,” kata dia.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Yogyakarta Wawan Budiyanto menargetkan partisipasi seluruh elemen masyarakat di Kota Yogya diharapkan lebih meningkat saat pemilu presiden Juli mendatang.
“Target kami pemilu nanti partisipasi pemilih mencapi 79 persen, atau naik empat persen dari pemilu legislatif lalu,” kata dia.
Sebab, kata dia, anggaran untuk sosiliasi pemilu saat ini sangat kecil. Hanya mampu menjangkau media radio dan spanduk saja.
“Adanya banyak komunitas dan elemen yang membantu meningkatkan partisipasi pemilih harus diapresiasi,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO