JAKARTA, Jaringnews.com – Pernyataan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali ingin membubarkan Ahmadiyah sangat disayangkan Yaysan Lembaga Hukum Indonesia (LBHI). Ketua Badan Pengurus YLBI Alvon Kurnia Palma mengatakan, tidak sepantasnya Menag sebagai pejabat publik dan menjalankan konstitusi UUD 1945 melontarkan pernyataan seperti itu.
Sebelumnya, Menag di Semarang, Jawa Tengah, dalam dialog agama, melontarkan ucapan bahwa Ahmadiyah dinilai inkonstutisional, menghancurkan amanah dan nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi.
“Menteri Agama juga perlu menyadari mengenai wawasan kebangsaan yang Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga apa yang dikeluarkan dalam menyikapi persoalan kebangsaan tidak menyinggung salah satu anak bangsa,” ujar Alvon, di kantor YLBHI, Jakarta, Kamis (21/11).
Menurutnya, di dalam Pasal 28E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Hak ini juga dijamin dalam Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Selain termuat di dalam konstitusi Indonesia, lanjutnya, di dalam Pasal 71 dan 72 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, ditegaskan mengenai Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintah, dimana disebutkan bahwa Pasal 71 menegaskan bahwa Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang.diterima oleh negara Republik Indonesia.
Lanjut Alvon, di Pasal 72 disebutkan bahwa kewajiban dan tanggungjawab pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara dan bidang lain.
Atas pernyataan tersebut, YLBHI mendesak Menteri Agama Suryadharma Ali mencabut kembali penyataannya yang menyinggung persoalan pembubaran Ahmadiyah karena pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan konstitusi Negara Indonesia.
“Indonesia memiliki catatan buram mengenai Kebebasan Beragama. Tercatat pada tahun 2007, telah terjadi 135 peristiwa pelanggaran dengan 185 jenis tindakan. Pada tahun 2008 terjadi 265 peristiwa pelanggaran dengan 367 tindakan, dan pada tahun 2009 terjadi 200 peristiwa dengan 291 tindakan. Pada tahun 2010, tercatat 216 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang mengandung 286 bentuk tindakan, yang menyebar di 20 propinsi. Di tahun 2012, terdapat 264 peristiwa (pelanggaran kebebasan beragama), dengan 371 tindakan pelanggaran.
Dia mengemukakan, dari Januari hingga Juni 2013, tercatat 122 peristia pelanggaran kebebasan beragama/ berkeyakinan yang mengandung 160 bentuk tindakan, yang menyebar di 16 provinsi (data SETARA Institute).
Negara Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini seharusnya dipahami oleh Menteri Agama sehingga tidak kacau dalam menyikapi persoalan kebangsaan.
“Hukum Indonesia tidak membenarkan adanya pembubaran terhadap Jama’ah Ahmadiyah, karena organisasi keagamaan tersebut sah secara hukum, sehingga berhak menjalankan kegiatannya yang salah satunya adalah menjalankan ibadah menurut keyakinannya. Pastinya banyak pihak yang akan melakukan pembelaan terhadap Ahmadiyah jika Menteri Agama sampai melakukan hal-hal yang menabrak konstitusi,”ujarnya.
Pastinya, lanjut Alvon, pembelaan tersebut terkait pembelaan hukum sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Sehingga perlakuan-perlakuan diskriminasi bisa di minimalisir terhadap Jama’ah Ahmadiyah.
Karena itu, YLBHI mendesak Suryadharma Ali untuk mencabut pernyataan terkait wacana bahwa solusi permasalahan untuk Ahmadiyah, adalah membubarkan Ahmadiyah. Hal ini dinilai tidak tepat mengingat kedudukan Ahmadiyah bukan merupakan organisasi terlarang karena sah secara hukum.
Selain itu, dia mengatak, komentar tersebut berpeluang untuk menyuburkan bibit-bibit intoleransi di masyarakat. Karena kelompok massa yang intoleran akan merasa mendapatkan dukungan dalam melakukan aksi intolerannya.
“Mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mendapatkan penghargaan World Statesman 2013, beserta kabinetnya untuk berpihak pada prinsip-prinsip keberagaman yang meliputi banyak aspek, termasuk didalamnya adalah Toleransi Agama/Keyakinan,” tukasnya.
(Ral / Mys)
—
Sumber: JaringNews.com (penulis: Ralian Jawalsen Manurung; rilis: 21 November 2013, 16.08 WIB; akses: 21 November 2013, 17.41 WIB). Sumber gambar ilustrasi Suryadharma Ali: Waspada.co.id.