Jakarta, Warta Ahmadiyah – Jelaksanaan Jalsah Salanah Jakarta 2025 yang digelar pada 5–7 Desember mendapat sambutan positif dari berbagai tokoh muda.
Iqbal Suriansyah dari Maarif Institut menyatakan bahwa ia telah mengenal Ahmadiyah sejak tinggal di Aceh.
Menurutnya, Ahmadiyah dan Syiah kerap mengalami perlakuan diskriminatif. Iqbal menilai kondisi tersebut terjadi karena masih adanya kelompok yang menolak perbedaan.
Baca juga: Ketua GP Anshar Gus Midyani Ajak Jemaat Ahmadiyah Perkuat Kolaborasi
“Padahal sesuai Sunatullah, perbedaan itu indah dan merupakan rahmat,” ujarnya.
Iqbal mengaku bangga dapat hadir dalam Jalsah dan menyebut pengalaman ini sangat berkesan.
Di kesempatan yang sama, Tuan Guru Hasan dari Setara Institut juga menyampaikan pandangannya.
Baca juga: Jalsah Salanah 2025 di Bandung Raya, Apresiasi Dukungan Penuh Aparat Keamanan
Ia mengatakan Ahmadiyah banyak memberikan pelajaran berharga melalui berbagai dinamika yang dihadapi.
Menurutnya, warga Ahmadiyah tetap menunjukkan kecintaan terhadap Indonesia.
Meski menghadapi diskriminasi, Jemaat Ahmadiyah Indonesia dapat bertahan hingga satu abad.
Baca juga: Jalsah Salanah 2025 di Banjarnegara, Peserta dari DIY sampai Jatim
Tuan Guru Hasan menyarankan peningkatan perjumpaan lintas komunitas.
Hal ini penting untuk mengatasi rendahnya literasi masyarakat tentang Ahmadiyah.
Syamsul Alam Agus dari Yayasan Satu Keadilan turut memberikan pandangan.
Ia mengucapkan selamat atas tasyakur seabad Ahmadiyah Indonesia sekaligus mendorong agar ada langkah hukum baru terkait regulasi yang sering disalahartikan.
Dari kalangan perempuan muda, hadir Mila Muzzakar, pendiri Generasi Literat. Ia mengenal Ahmadiyah sejak 2007 saat kuliah di UIN Jakarta.
Mila menolak anggapan bahwa Ahmadiyah merupakan ancaman. Ia menilai warga Ahmadiyah sama seperti warga Indonesia lainnya.
Menurutnya, Ahmadiyah menjunjung kearifan lokal dan aktif dalam kegiatan kemanusiaan. *
Kontributor: Erni Riswinarti
Editor: Talhah Lukman A