Bogor – ALL Forum atau Asian Lay Leaders Forum mengadakan kegiatan rutin di beberapa negara ASEAN yang dinamakan dengan Moving School. Acara yang berhasil berlangsung pada 17-22 Juli 2022 ini, menggaet Pemuda Katolik untuk mengadakan kembali di Indonesia setelah lama terhenti karena pandemi Covid 19.
Acara yang dihadiri oleh perwakilan Pemuda Katolik, Persatuan Mahasiswa Universitas Katolik (PMKRI), KOMJak (Kampus Orang Muda Jakarta), The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, dan Jemaat Muslim Ahmadiyah (Ahmadiyya) dengan total peserta sekitar 30 orang. Sementara, perwakilan Ahmadiyah 5 orang, terdiri dari Ansar Ahmad (Komite Hukum JAI), Dian Khoerudin (Mubaligh Bogor), Qanita Qamarunisa (Media Center JAI), Sofia Farzanah (Lajnah Imaillah), Nabil Ali Ahmad (PPMKAI) dan Jehan Chantika (Delegasi AMAN, Anggota JAI).
Minggu, 17 Juli 2022, Kegiatan diawali dengan pembukaan dan pengarahan acara oleh Neilan D’souza, salah satu koordinator acara yang berasal dari Negara India.
Kemudian, sambutan yang dibawakan oleh Paul Hwang, berasal dari Korea yang merupakan direktur Asian Lay Leaders, menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya program Moving School
Senin, 18 Juli 2022, Peserta terbagi dalam 4 kelompok untuk Exposure (Field Visit) atau mengunjungi Organisasi yang telah bekerja sama seperti Ahmadiyah dan AMAN, Pesantren Assalam Kampung Inggris, FORMAPPI, ICW (Indonesia Corruption Watch). Peserta mengunjungi tempat tersebut guna mendapatkan informasi dan berdialog.
Pada Selasa, 19/07/2022 Setiap kelompok diwajibkan memberikan mempresentasikan atas apa yang mereka dapatkan saat kunjungan. Salah satunya dari kelompok yang mengunjungi Ahmadiyah.
“Kami sangat kagum karena Ahmadiyah punya sistem untuk anggotanya bersedia bekerja atau menjadi volunteer, serta takjub saat tahu Ahmadiyah adalah minoritas pendonor mata terbesar di Indonesia” Ucap Yohanes Aji.
Kekaguman juga diutarakan oleh kelompok yang mengunjungi pesantren Assalam Kampung Inggris. “Pesantren itu keren, dimana bukan hanya memberikan pelajaran agama Islam tapi mewajibkan anak-anaknya bicara bahasa Inggris, Bahkan anak usia 8 tahun. Potret modern ditengah-tengah pedesaan” Ujar Mikhael yang berasal dari Pemuda Katolik.
Di hari yang sama, materi dilanjutkan dengan tema “Dialogue with Islam for promoting Intercultural Spirituality and Citizenship in Indonesia and Asia” oleh JB. Heru Prakosa, Sj, Seorang Romo dari Yogyakarta yang meneliti tentang Islam. Ia menjelaskan konsep Sinodalitas memiliki makna berjalan bersama. Synodal menjadi sebuah gerakan perubahan yang memberikan opsi dari kleriksm menjadi jalan bersama; jalan bersama harus berdampingan dengan mendengarkan dan berdialog, sehingga menemukan kebersamaan dalam cara hidup dan cara kerja;
“Ada beberapagambaran dukungan untuk menjalankan sinodalitas, yakni 3 pijakan dasar diantaranya; nilai spiritual, kebudayaan lokal, visi nasional” Jelas Romo Heru.
Selaras dengan konsep berjalan bersama, keterlibatan perempuan sangatlah penting. Dalam tema ”Working for Women’s Rights or Gender Justice Interreligiously in Indonesia and Asia oleh Ibu Ruby Kholifah dari AMAN, Dijelaskan beberapa kisah inspiratif tentang para perempuan yang bergerak untuk kemanusiaan. Pasalnya, keterlibatan perempuan memiliki peran penting dalam gerakan perubahan ataupun transformasi. “Dengan melihat semangat perjuangan perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya, mustinya kita juga memberikan edukasi terhadap masyarakat mengenai betapa pentingnya hak kebebasan yang didapatkan perempuan” Ujar Ibu Ruby.
Perempuan ingin menunjukan bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki, tanpa ada batasan yang membatasi ruang gerak perempuan. Semua harus mendorong perempuan untuk menggali potensi yang dimiliki dan harus mampu berdaya saing tinggi.
Kegiatan berlanjut, Rabu (20/07/2022) Materi dan dilanjutkan dengan diskusi setiap kelompok. Sesi pertama, membahas tema; “Role of Catholic Youth Movements for Democratization in Indonesia Inter-religiously” Oleh Lucius Karus peneliti senior dari FORMAPPI (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia). Ia mengatakan Demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya tercipta, terlihat dari adanya Rancangan Undang-Undang belum ada satupun yang melibatkan partisipasi masyarakat. Membangun budaya politik yang sehat harus ditegakan, terlebih potensi pemilih milenial meningkat 60% di Tahun 2024. Untuk mencegah budaya buruk politik, seperti menghindari politik uang, dinasti politik, identitas politik maka pendidikan politik anak muda sangat penting.
“Why the gap between the rich and the poor becomes polemic: Empowering Youth and Civil Groups including FABs for a Better World?” Daniel Awigra dari HRWG. Menjelaskan bahwa Orang-orang Asian akan menjadi pertama mendominasi kemajuan dunia di abad ke 21. Namun, masih ditemukan minimnya kesadaran tentang pola pikir visioner atau pola pikir inklusif dari masyarakat Indonesia sendiri untuk bekerjasama secara terbuka dengan piha-pihak baru. Positioning Indonesia sebagai salah satu negara di Asia yang harus mempersiapkan diri sebagai salah satu pemegang kunci perubahan-perubahan dunia. Peran anak muda lintas iman dan budaya amat penting dalam mewujudkan ruang-ruang inklusif untuk kelompok-kelompok yg termarginalkan.
Materi penutup ada 21/07/2022 yakni “Synodal Church or Synodality in the Final Document and the Papal Exhortation Querida Amazonia for the Better Church & World in Asia oleh Dr. Paul Hwang. Direktur ALL Forum tersebut menggambarkan kondisi Amazon yang membentang sembilan negara, dengan beragam etnik dan budaya. Masyarakat adat (Indienous People) menjadi sorotan disana. Selaras dengan hal tersebut, Indonesia dengan beragam etnis, budaya dan agama menganut paham yang sama soal aturan perdamaian.
Sebagai tambahan, Paul Hwang dalam rilis yang ditulisnya ya pada Chatolic News Korea mengungkapkan bahwa Ahmadiyah adalah salah satu muslim yang menerima agama lain. “Saya kagum pada muslim yang terbuka pada manusia lainnya, hal yang hebat jika ia bersedia bekerja untuk organisasinya dan melakukan peran perdamaian” Tambahnya dalam wawancara langsung dengan Sofia (Ahmadiyah) dan Mikael (Katolik) pada (20/07/2022).
Kegiatan ditutup dengan Malam Budaya, Seluruh peserta mengenakan pakaian adat dari daerahnya masing-masing diantaranya hingga menampilkan nyanyian, tarian, puisi hingga drama.
“Saya berharap seluruh peserta dapat menjaga hubungan dan menumbuhkan kesadaran dalam memelihara budaya asli, kesadaran akan pentingnya dialog antar umat beragama, mengingat peran orang muda sangat strategis dalam keberlangsungan suatu bangsa” Ujar Neilan pada sambutan penutupan acara yang berlangsung dalam 5 hari tersebut.