“Jadi kita ikut berkiprah dan berkhidmat di dalam Jemaat ini adalah semata-mata karunia dari menyembah ALLAH Ta’ala. Tujuan mulia ada dua, yaitu: menyembah ALLAH dan mengkhidmati manusia. Ini bukanlah karena keahlian, kebaikan dan kepandaian kita. Karena banyak orang hebat dan pandai diluar sana, tapi tidak mendapat karunia untuk ikut berkhidmat …” (Mln. Selamet Abdurrahman)
BOGOR — Nasir Ahmad Tahir menilawatkan Surah Al-Dhuha dengan sistem hafalan kemudian disusul dengan nazm berbahasa Urdu “Mahmud ki Amin” yang dibacakan oleh Anugerah Rahadian Firdaus di ruang pertemuan langgar khanah yang dipadati sekitar 40 orang tamu undangan, pada rabu (2/3) pukul 10.15 WIB
Hadir juga Principal dan para mantan Principal Jamiah, Missionary Incharge, Sekr. Tablig dan Mln. Selamet Abdurrahman. Nama terakhir inilah yang menjadi tamu khusus (khushushi mehman) dalam pertemuan. Beberapa orang menyebutnya sebagai “tea party” sementara beberapa yang lainnya mengatakan sebagai “i’zaz-e-party”.
“Pertemuan ini untuk menghormati salah seorang mujahid tablig yang di luar negeri. Tradisi ini harus dilestarikan karena merupakan salah satu “the golden tradition” di Pusat Rabwah, Pakistan”, sambut Principal Jamiah, Mln. H. Sayuti Aziz Ahmad, Shd.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/jamiah-ahmadiyah-indonesia” number=”3″]
Sebelum mempersilakan Mln. Selamet menyampaikan pengalaman bertugas di lapangan, Principal selaku Sadr-e-Majlis memperkenalkan yang bersangkutan. Mln. Selamet Abdurrahman merupakan alumnus Jamiah tahun 1991. Selama tiga tahun ditugaskan di Karawang (Jawa Barat), lalu dimutasikan ke Lombok hingga tahun 1995. Setelah itu ditugaskan keluar negeri, di Kamboja.
Mubalig asal Lombok –yang merupakan tiga bersaudara mubalig (Mln. Selamet, Mln. Usman Anas dan Mln. Saleh Ahmadi) – ini kemudian ditarik kembali ke Indonesia dan ditempatkan di Batang (Jawa Tengah), lalu dikirim ke Papua New Guinea dari tahun 2001 hingga 2016 ini. Artinya, sudah 15 tahun berkhidmat di Papua Timur.
“Ilmu dan keterampilan harus dimiliki oleh seorang mubalig. Sebagai mubalig yang ditugaskan di daerah yang tidak ada air bersih, tidak ada sumber mata air bersih untuk minum dan harus membuat sendiri air bersih itu. Akhirnya saya membeli gentong dan membuat saringan dari bahan-bahan yang ada. Disana juga harus mengembangkan pengobatan homeopathy dan pengobatan yang lainnya,” kata ayah dari Mohamad Syer Ali Khan, mahasiswa Jamiah darjah II ini.
“Pendekatan secara sosial kemasyarakatan perlu dilakukan. Di Kamboja, ada wanita sakit ditangani dokter tidak sembuh-sembuh. Lalu ditangani di rumah dan akhirnya ibunya memanggil mubalig. Mungkin ada yang bisa dibantu oleh mubalig. Sakitnya memang sangat parah, tinggal tulang dan kulit. Belilah madu, jahe dan kunyit lalu buat ramuan. Tiga hari kemudian wanita itu sehat kembali dan sudah bisa ke pasar lagi,” lanjutnya.
Lain halnya dengan Sekretaris Tablig. Ia mengomentari apa yang disampaikan oleh Mln. Selamet. Ada dua hal yang memberikan ispirasi. Pertama, gagasan ide pemikiran “tea party” atau “i’zaz-e-party” perlu ditingkatkan penyelenggaraannya. Ke depan, bukan Jamiah lagi yang menyelenggarakan, melainkan PB atau kantor missi di bawah Missionary Incharge.
Kedua, Hudhur II r.a. sangat konsen dengan mubalig Indonesia. Siswa Jamiah Indonesia harus memiliki semangat 45. Maksudnya, semangat untuk taat dan sabar. Pengalaman pertabligan juga diakomodir dalam RCM karena berasal dari pengalaman. Sedangkan Badan Musyawarah Tablig (BMT) men-support segala segi: LI dalam pengkhidmatan sosial, Anshar menyediakan keterampilan. Saat ini, pertabligan akan digalakkan di pulau-pulau. Sudah ada 24 pulau yang telah diinventaris.
Sementara itu Missionary Incharge menceritakan pengalamannya sewaktu tinggal selama tiga bulan di Papua New Guine. Menurut mantan Principal Jamiah ini, kehidupan di sana sangat keras. Selain lingkungannya masih terbilang primitif, juga tingginya angka kriminalitas.
Oleh sebab itu, yang diperlukan di sana adalah pendekatan sosial kemasyarakatan. Pengetahuan homeopathy dan keterampilan sangat diperlukan. Bahkan, ada seorang pendeta yang mengusulkan agar Ahmadiyah membangun lembaga pendidikan seperti yang dilakukan di Afrika.
Sedangkan Principal Jamiah, dalam uraian penutupnya mengatakan, bahwa “tea party” inilah yang menyebabkan Ahmadiyah bisa tersebar di Indonesia. Karena permintaan para pelajar Indonesia di Qadian, disampaikan pada saat “tea party” sekembalinya Hudhur II ra dari Eropa. Dalam kesempatan itu pula, Hudhur II ra berjanji akan mengirimkan seorang mubalig ke Indonesia atau Nusantara.
Dalam kunjungan beliau ke Rabwah (Pakistan) yang lalu, diceritakan bahwa selain beliau ada empat Mubalig Markazi lain yang sedang cuti disana. Namun pelaksanaan “tea party” mereka ditangguhkan dengan alasan “menunggu Pak Sayuti”. Begitu pula saat “tea party” itu dilaksanakan, mubalig asal Indonesia yang diberikan kehormatan untuk memberikan sambutan.
Acara berakhir pukul 11.45 WIB. Setelah ditutup dengan doa oleh Principal, hadirin kemudian foto bersama di depan Masjid Al-Nashr.
Kontributor : Rakeeman R.A.M. Jumaan
Editor : Lisnawati Ahmad