Kuliah umum kali ini ANBTI Yogyakarta menggandeng para pemuda dan kalangan pelajar, seperti Gusdurian, Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah), Ahmadiyya Muslim Student Asscoiation (AMSA), YIPC, dan lain sebagainya.
YOGYAKARTA – Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Yogyakarta menggandeng Program Studi Pascasarjana Center of Religion and Cross Cultural Studies Universitas Gadjah Mada mengadakan kuliah umum agama dan kebudayaan di Kampus UGM, Sabtu, (16/4).
Dihadiri puluhan pemuda lintas iman dan mahasiswa yang diantaranya adalah AMSA Jateng 3, kuliah umum ini dimaksudkan untuk memberikan pemahamana kepada generasi muda mengenai seputar hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kebudayaan di Indonesia. Dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama kuliah umum, Agnes Dwi Rusjiati selaku perwakilan dari ANBTI menceritakan latar belakang berdirinya ANBTI dan hubungannya dengan kuliah umum ini. Ia menyampaikan bahwa ANBTI didirikan sebagai bentuk keprihatinan masyarakat sipil terhadap maraknya upaya pelanggaran terhadap Konstitusi, Pancasila, danBhinneka Tunggal Ika.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/yogyakarta/feed/” number=”3″]
“ANBTI menggandeng dan mengajak serta mengayomi masyarakat yang hak-hak nya terdiskriminasi,” kata Agnes.
Kuliah umum kali ini ANBTI Yogyakarta menggandeng para pemuda dan kalangan pelajar, seperti Gusdurian, Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah), Ahmadiyya Muslim Student Asscoiation (AMSA), YIPC, dan lain sebagainya. Selain memberikan materi tentang advokasi, ANBTI juga ANBTI juga memberikan pengetahuan dasar mengenai agama dan budaya dalam konteks Ke-Indonesiaan melalui kerjasama dengan Instansi kampus yakni CRCS UGM yang concern di bidang tersebut.
Dilanjut dengan pengenalan profil CRCS yang di bawakan oleh Dr.Suhadi. CRCS inimerupakan suatu instansi pendidikan berstandar internasional dengan mahasiswa lintas negara pula yang fokus pada studi mengenai agama dan kebudayaan dengan relasi dan pendekatan sosial.
“Tidak ada perdebatan teologis yang membedakannya dengan Perguruan Tinggi berbasis agama,” sambung Dr. Suhadi.
Sesi kedua yang merupakan kuliah umum yang disampaikan oleh Dr. Samsul Ma’arif bertemaAgama dan Kebudayaan dengan judul materi agama lokal. Iamenyampaikan materi tersebut sebagai dasar mengenal agama sekaligus kebudayaan dalam konteks nilai lokal ke-Indonesiaan Menurutnya selama ini agama lokal dalam konteks politik tidak dianggap sebagai agama resmi bahkan dianggap menyimpang dan haknya dirampas.
Dr. Samsul Ma’arif menyampaikan cara memahami agama dengan pendekatan saintifik, yakni dengan ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, politik, gender, dan lainya, bukan kepada arah teologis yang secara tekstual atau dogmatis.
Ia mengemukakan bahwa memang ada perbedaan agama-agama besar, atau dalam hal ini disebut agama dunia, dengan agama lokal. Namun, dalam mempelajari agama lokal tidak bisa menggunakan pendekatan agama dunia seperti pada umumnya karena agama lokal berbasis pada mutualbenefit antara manusia dan alam sekitarnya ketimbang hubunganhierarkisantara manusia kepada Sang Pencipta.
Di Indonesia yang memiliki keberagaman budaya, masalah-masalah (agama dan budaya –red) terjadi karena perbedaan pemahaman. Oleh karena itu, butuh pendekatan khusus melalui pemahaman dasar seperti ini,” papar Pengajar dan Fasilitator Sekolah Pengelolaan Keragaman (SPK) CRCS UGM tersebut.
Lewat kuliah umum ini para mahasiswa dan pemuda lintas iman dapat mulai mengenal agama dan kebudayaan dengan cara pandang terhadap suatu agama atau keyakinansecarasa intifik. Dengan ilmu pengetahuan berbasis toleransi dan pluralis sebagaimana tujuan dari ANBTI dan CRCS itu sendiri dalam menyikapi permasalahan keberagaman dan keyakinan di Indonesia
Kontributor : Cima Tahir Ahmad
Editor : Talhah Lukman Ahmad