AHAD, 24 desember 2013, bertempat di ruang laboratorium UIN Sunan Ampel Surabaya berlangsung acara diskusi dengan tajuk metodologi tafsir al-Quran dan ideologi Ahmadiyah. Acara ini diprakarsai oleh Fakultas Usuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya bekerja sama dengan BPT Jemaat Ahmadiyah Indonesia Wilayah Jawa Timur yang dikoordinir oleh Ir. Hamid Ahmad.
Antusiasme mahasiswa yang hadir memenuhi ruangan laboratorium tersebut dan pada saat acara akan dimulai tak kurang dari 70 mahasiswa yang hadir pada acara tersebut. “Maaf, Ustad, teman-teman yang hadir hanya ini, berhubung saat ini sedang masa liburan,” kata mas Fauzan Amin ketua panitia penyelenggara kepada kami dengan nada Madura yang kental.
Acara dilanjutkan dengan penyampaian materi, pemateri pertama adalah Maulana Muharim Awaluddin (muballigh Gresik) berkenaan dengan metodologi tafsir al-Quran oleh Ahmadiyah. Metodologi yang disampaikan berkenaan dengan metodologi oleh Hadhrat Masih Mau’ud a.s., yaitu tujuh kriteria penafsiran al-Quran. Salah satunya adalah kriteria yang keempat ‘adanya jiwa yang telah mencapai taraf kesucian’ dengan indikasi ayat al-Quran “Laa yamassuhu illal-muthooharuun.” Keriteria ini yang oleh audiens sering mendapat kritisi. Namun, dengan sangat baik, Maulana Muharim menjelaskannya.
Kemudian, dilanjut dengan pemateri kedua berkenaan dengan ideologi Ahmadiyah oleh Abdul Hafidz Bahansubu (Muballigh Madiun), dalam hal ini disampaikan beberapa keyakinan Ahmadiyah menyangkut rukun iman dan rukun islam, serta masalah kemahdian dan wahyu.
Setelah pemateri selesai, karena pada saat itu hanya kami nara sumbernya, sang moderator yang piawai melanjutkan ke sesi kedua yaitu ‘tanya jawab’. Banyak sekali pertanyaan yang kritis berkenaan dengan wahyu-wahyu yang diterima oleh Hadhrat Masih Mauud a.s. yang mereka kutip dalam Tazkirah, masalah kenabian, wahyu, dan fiqih.
“Mohon sewu iki, Pak. Sebelumnya bahwa apa yang saya sampaikan adalah apa yang saya terima tentang Ahmadiyah tidak berkenan di hati Bapak,” kata seorang penanya.
Nampaknya, si penanya mendapat referensi dari ‘luar’ berkenaan wahyu-wahyu di Tadzkirah dan tanpa ada penjelasaan dari pihak kita. Salah satunya adalah Hadhrat Masih Mau’ud a.s. itu adalah anak Tuhan dan ada juga beberapa pertanyaan wahyu-wahyu yang lain, Alhamdulil-Laah dijawab semua. Tanya jawab sesi kedua berlanjut dengan bertambah banyak penanya.
Karena waktu yang terbatas, akhirnya, sang moderator menutup acaranya dengan sedikit komentar bahwa yang namanya penafsiran sedikit banyak akan ada subjektivitas. Dan itu sah-sah saja.
Acara ditutup dengan makan siang yang disiapkan oleh panitia. Beberapa mahasiswa menghampiri kami saat makan dan ternyata mereka masih sangat penasaran akhirnya terjadi ‘tanya jawab’ dan diskusi di luar forum dan berakhir pukul 13.00 WIB.
Oleh: Abdul Hafidz Bahansubu