Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan di Indonesia. Dengan populasi mahasiswa yang sangat banyak dari berbagai daerah di indonesia, tentunya menambah keragaman Yogyakarta dalam kebudayaan, etnis, dan agama. Keberagaman tersebut menambah kekhasan identitas Yogyakarta yang istimewa dengan wujud toleransi yang berakar dari tradisi jawa yang pluralis dan toleran.
Salah satu perwujudan toleransi dalam keberagaman tersebut adalah dengan menyelenggarakan acara tahunan Hari Perdamaian Dunia. Di Jogja, acara ini dipelopori oleh Gusdurian Yogyakarta. Tahun ini acara berlangsung selama dua hari, 20 – 21 September 2015. Ada sembilan komunitas yang berperan dalam kepanitiaan kali ini. Mereka adalah Gusdurian, YIPC (Young Interfaith Peacemaker Community), AMSA (Ahmadiyya Muslim Students Association), IJD (Indonesia jangan Diam), IMAI (Pemuda dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia GAI), UKM KORDISKA (Korps Dakwah Islamiah UIN Sunan Kalijaga), Campus Peace Movement (dari Universitas Kristen Duta Wacana), MESSENJAH, dan SIM C (Simpul Iman Community).
Persiapan Acara
Seperti tahun sebelumnya, AMSA DIY-JATENG 3 menjadi panitia Hari Perdamaian Dunia di Yogyakarta. Rapat pertama diadakan pada Jum’at (11/9) di Seknes Gusdurian. Pada saat itu hadir perwakilan dari 10 komunitas. Ada empat orang perwakilan dari AMSA. Pada rapat pertama dibahas pembagian tugas. Selain menyumbang tenaga, AMSA juga menyumbang stiker sebanyak 200 lembar bertuliskan slogan “Love For All hatred For None” untuk dibagikan di aksi Walkpeace. Dengan mengikuti kepanitiaan ini, anggota AMSA bisa berkenalan dengan berbagai komunitas, seperti komunitas agama Baha’i, agama minoritas dan belum diakui di Indonesia. Teman-teman AMSA lainya juga punya kenalan baru dari pemuda Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI).
Di rapat–rapat persiapan selanjutnya keakraban antarkomunitas semakin terjalin. Markas AMSA DIY-JATENG 3, Aula ARH Library, tak ketinggalan digunakan panitia untuk persiapan perlengkapan acara pada H-1.
Walkpeace
Acara pertama dilaksanakan, Minggu (20/9), di lingkungan Universitas Gajah Mada (UGM) yang bernama WALKPEACE. Peserta Walkpeace dari beragam komunitas ini diacak dan dibagi beberapa kelompok. Mereka berjalan santai sambil membagi-bagikan stiker berisi pesan perdamaian. Peserta juga mengajak masyarakat sekitar menuliskan pesan perdamainnya dalam selembar kertas berwarna dan foto bersama dengan poster berisi pesan perdamian. Foto-foto tersebut diunggah ke berbagai media sosial dengan hashtag #kitaadalahdamai dan #peaceday2015.
Setelah berjalan kurang lebih sejauh 1 km selama 2 jam, seluruh peserta berhenti di kawasan SunMor (Sunday Morning). Tempat ini selalu dipadati mahasiswa dan masyarakat sekitar UGM setiap hari Minggu. Di sana, peserta menerbangkan pesan-pesan yang ditulis oleh masyarakat di kertas berwarna yang diikatkan pada masing-masing tali balon untuk diterbangkan bersama. Sebelum diterbangkan, semua komunitas berdoa bersama menurut keyakinannya masing-masing. Terlihat antusiasme berbagai komunitas termasuk masyarakat sekitar yang menyaksikan pesan-pesan damai diterbangkan.
Partnership For Peace Dignity For All
Hari kedua adalah puncak peringatan rangkaian acara, tepat pada 21 Sepetember sebagai Hari Perdamaian Dunia. Panggung Demokrasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta diambil sebagai tempat malam puncak Hari Perdamaian Dunia di Yogyakarta. Tema yang diambil adalah “Partnership For Peace Dignity For All”; bersatu menengakkan perdamaian untuk menegakkan martabat semua orang. Dalam acara ini semua komunitas yang terlibat menampilkan kreatifitasnya masing-masing dengan tema perdamaian. Ada pula talkshow dengan seorang aktivis perdamaian asal Yogyakarta, Mas Joyo.
Dalam acara tersebut AMSA tampil dengan pembacaan syair Mohabbat ke Naghmat. Syair ini dilantunkan oleh Moh. Ihsan dan Cima Tahir Ahmad. Sebelum dibacakan syair, moderator acara menayakan apa itu AMSA dan pandangan perdamaian dalam persepektif AMSA. Setelah sedikit menjelaskan apa itu AMSA, Cima menjelaskan perdamaian dalam perspektif AMSA “…hubungan manusia di dunia ini ada tiga, yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan manusia, dan hubungan dengan alam. Ketiga hubungan itu harus selaras. Jika cinta Tuhan, maka cinta manusia dan alam. Dalam mencintai manusia, Ahmadiyah mempunyai slogan yakni Love for All Hatred for None yang artinya Cinta Untuk Semua Tiada Kebencian bagi Siapapun. Slogan itu selalu kami sampaikan di mana pun di setiap kesempatan di seluruh penjuru dunia sehingga jelaslah bahwa jangan ada kebencian di antara kita dan semua berusaha untuk saling mencintai, menghargai, dan toleransi sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an”.
Setelah sedikit penjelasan mengenai AMSA dan perdamaian, syair pun dilantunkan beserta artinya dalam bahasa Indonesia. Syair tersebut berisi pesan agar menjalin persaudaraan kepada setiap manusia di manapun dan menyebarkan pesan-pesan damai yang tercantum dalam Al-Qur’an. Dengan begitu, kebencian dapat hilang dan perdamaian akan terwujud. Antusias para penonton dari berbagai komunitas dengan memberi apresiasi berupa tepuk tangan dan dukungan mengenai perdamaian persepektif Ahmadi.
Acara yang dinanti-nantikan oleh para komunitas adalah talk show dengan seorang aktivis perdamaian yakni Mas Joyo. Mas Joyo meyampaikan bahwa di Yogyakarta mayoritas mahasiswa adalah pendatang, bukan orang asli Jogja sehingga dalam acara adat istiadat warga Jogja dari kalangan mahasiswa sedikit yang berpartisipasi dan lebih memilih sibuk kuliah. Begitu pula dalam memperjuangkan perdamaian dan toleransi, yang sibuk adalah para sesepuh dan tokoh sedangkan mahasiswa hanya berdiam diri di kos atau kampus. Peringatan hari perdamaian ini adalah momentum untuk memulai perjuangan menegakkan toleransi yang untuk selanjutnya diharapkan dapat berbaur dengan masyarakat. Yogyakarta mempunyai slogan Jogja Istimewa dan dengan keistimewaan itu keberagaman budaya dan agama menjadi selaras untuk menjaga toleransi di Yogyakarta bahkan dari Yogyakarta untuk Indonesia.
Pesan yang disampaikan Mas Joyo benar-benar membuka pikiran para komunitas untuk lebih serius dan bekerja keras menyatukan perbedaan untuk terciptanya Yogyakarta yang toleran terutama di kalangan mahasiswa. Meskipun berat, tetapi ini merupakan tantangan sekaligus kesempatan menebarkan pesan perdamaian Islam, Love for All Hatred for None.
Semua komunitas yang terlibat dalam aksi ini berencana membentuk Aliansi Perdamaian Pemuda Yogyakarta yang tergabung dalam sembilan komunitas dan bisa bertambah. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tetapi dengan adanya acara ini justru spirit kebersamaan mulai terbentuk. Untuk AMSA DIY-JATENG 3 momentum ini dapat dijadikan kesempatan untuk menjalin silaturahmi lintas iman.