Yogyakarta yang selama ini disimbolkan kota yang toleran terhadap agama dan budaya dari luar berubah seiring adanya pembangunan dengan hadirnya gerakan Islam radikal.
JAKARTA – Dua mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik Jurusan Hubungan Internasional, Tadzkira Nurshafira dan Rizky Alif Alvian membedah hasil penelitiannya tentang kasus-kasus intoleransi keagamaan di Yogyakarta, Rabu, (16/3) di aula Nurcholis Majid Universiras Paramadina, Mampang Jakarta Selatan.
Yogyakarta yang selama ini disimbolkan kota yang toleran terhadap agama dan budaya dari luar berubah seiring adanya pembangunan dengan hadirnya gerakan Islam radikal. Hal itulah yang menjadikan dua peneliti muda peraih Maarif Fellowship ini mengadakan riset.
Nia Sjarifuddin, narasumber dari Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika menyebut kondisi tersebut juga terjadi di sebagian besar provinsi.
“Hasil riset tersebut tidak jauh berbeda dengan fenomena radikalisme di daerah lain,” katanya di hadapan para peserta diskusi.
Pernyataan dua narasumber diamini oleh salah seorang anggota Jamaah Ahmadiyah Kebayoran yang merupakan peserta. Ia berujar masyarakat tidak mengenal apa itu Syiah dan Ahmadiyah.
“Hal ini berakibat dengan adanya perlawanan dan demo yang mendesak pemerintah supaya dua golongan ini dibubarkan,” ujar Darisman.
Ia menambahkan untuk mengenal lebih dekat tidak cukup sekedar meneliti dari literatur-literatur yang tersebar selama. Ia menawarkan kepada civitas akademika serta mahasiswa secara berkelompok agar mengenal Ahmadiyah lebih dekat.
[box type=”note” align=”alignleft” class=”” width=””]baca juga:
- Kumpulkan Tokoh Lintas Agama, DEMA STAIN Kediri Gelar Dialog
- Praktisi Kesehatan Mata Adakan Seminar Pencegahan Katarak
- Studi banding, Mahasiswa STFI SADRA Jaksel Kunjungi Jamaah Ahmadiyah Tambun [/box]
“Kami mengajak semua untuk bermukim selama dua sampai tiga hari di perkampungan-perkampungan warga Ahmadiyah seperti di Jawa Tengah dan Jawa Barat,” tandasnya.
Kontributor: Darisman Broto
Editor: Talhah Lukman Ahmad