Salah satu kelompok anak yang berhak mendapatkan perlindungan khusus seperti yang diatur dalam pasal 59 UU Nomor 35 tahun 2014 adalah anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, serta kelompok anak dengan perilaku menyimpang.
Anak-anak di kelompok ini sangat rentan untuk mendapatkan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi serta kurang dalam mendapatkan layanan dasar yang dapat diakses oleh keluarga dan anak terutama terkait upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak
Mengacu pada UU nomor 23 tahun 2001, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.
Sebagai bagian dari beberapa kelompok anak yang teridentifikasi di Indonesia, anak minoritas dan terisolasi memiliki karakteristik spesifik dan seringkali dikaitkan satu sama lain.
Berdasarkan aspek objektif dan subjektif, anak minoritas didefinisikan sebagai seseorang yang tergabung dalam kelompok yang memiliki posisi yang tidak dominan dari segi jumlah dan/atau memiliki keinginan untuk mempertahankan identitas diri sebagai kelompok minoritas.
Sedangkan anak terisolasi didefinisikan sebagai anak yang tinggal di daerah yang tidak memiliki akses karena karakteristik khusus, sehingga timbul stigma, diskriminasi dan eksklusif sosial.
Kedua kelompok anak ini rentan mengalami diskriminasi dan mendapatkan perlakuan yang melanggar hak individu mereka.
Selain menggunakan acuan dari Undang-undang tentang Perlindungan Anak, hasil konvensi Hak-Hak Anak PBB tahun 1989 juga dijadikan pertimbangan dalam memberikan Perlindungan terhadap anak minoritas dan terisolasi, terutama dalam hak anak secara umum.
Berikut adalah sepuluh (10) hak anak yang wajib dimiliki oleh setiap anak, yaitu : 1) Hak atas identitas 2) Hak untuk memperoleh kewarganegaraan 3) Hak untuk memperoleh Perlindungan 4) Hak untuk memperoleh makanan 5) Hak atas Kesehatan 6) Hak Rekreasi 7) Hak mendapatkan Pendidikan 8) Hak untuk bermain 9) Hak untuk mendapatkan kesamaan 10) Hak untuk berperan dalam pembangunan.
Terkait dengan hal tersebut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) sedang menyusun Buku Perlindungan Khusus bagi Anak Kelompok Minoritas dan Terisolasi serta Buku Perlindungan Anak dengan Perilaku Sosial Menyimpang pada Kamis, 6 Desember 2018.
Hadir dari perwakilan Pengurus Pusat Lajnah Imaillah (Muslimah Ahmadiyah), Muavin Sadr bidang Humas PPLI dan Ketua Komite Hukum Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia Fitria Sumarni SH, sebagai undangan yang ke-2 sebagai peserta aktif dalam bentuk Diskusi Kelompok Terfokus (Focuss Group Discussion) pada penyusunan buku tersebut, dengan penyelenggara dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( KPPA ) yang bertempat di Hotel Alila, Jl Pecenongan Jakarta Pusat. Dan hadir pula dalam acara tersebut beberapa Lembaga terkait, Organisasi Masyarakat Sipil, Agama dan Kepercayaan.
Kurangnya informasi mengenai cara pemenuhan hak dan perlindungan bagi anak minoritas dan terisolasi juga semakin mempersulit terpenuhinya hak-hak anak minoritas dan terisolasi.
Selain itu, hak-hak anak minoritas dan terisolasi kerap kali belum dapat terpenuhi secara optimal, seperti :
a. Masih banyak anak minoritas dan terisolasi yang tidak memiliki akte kelahiran
b. Masih banyak anak minoritas dan terisolasi yang belum mendapatkan layanan di bidang kesehatan, pendidikan, agama, kesejahteraan sosial, habilitasi dan rehabilitasi, identitas anak, pelatihan dan pendampingan
c. Masih banyak anak minoritas dan terisolasi yang dilabeli stigma negatif, mengalami diskriminasi dan ekslusif sosial.
Adapun tujuan dari dibuatnya buku panduan perlindungan anak minoritas dan terisolasi adalah sebagai berikut :
1) Timbulnya kesadaran dari berbagai pemangku kepentingan terkait perlindungan anak minoritas dan terisolasi
2) Timbulnya pemahaman tentang perlindungan anak pada orangtua anak minoritas dan terisolasi
3) Timbulnya kesadaran berbagai pemangku kepentingan untuk berkoordinasi dan bekerjasama dalam mewujudkan upaya perlindungan anak minoritas dan terisolasi
4) Terlindungi dan terpenuhinya hak-hak anak minoritas dan terisolasi agar dapat tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi di tengah masyarakat
5) Terwujudnya program kegiatan dari pemangku kepentingan yang memberikan perlindungan khusus bagi anak minoritas dan terisolasi
6) Terwujudnya program pendampingan anak minoritas dan terisolasi oleh pendamping yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
Beberapa masukan yang disampaikan pada diskusi tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1. Sesuai dengan tujuan penyusunan buku panduan yang diantaranya adalah untuk memenuhi hak anak-anak dari kelompok minoritas yang sebenarnya adalah hak-hak konstitusional setiap warga negara dalam hal ini adalah anak , maka judul buku panduannya sebaiknya diubah menjadi Buku Panduan Pemenuhan Hak Konstitusionalitas anak. Buku ini akan diterbitkan oleh Pemerintah, jadi jangan sampai menggunakan kata-kata yang justru akan menstigma suatu kelompok dan malah melegitimasi stigma
2. Terkait etika pendampingan yang dilakukan pemerintah kami menyampaikan masukan agar dalam pendampingan pemerintah berkoordinasi dengan organisasi komunitas
3. Mohon pemerintah fokus untuk penanganan pengungsi di transito lombok yang telah 12 tahun mengungsi dan belum ada solusi tempat tinggal yang layak hingga saat ini mengingat di pengungsian juga terdapat anak-anak.
Kontributor : EA, Humas PPLI