Jenderal polisi ini lanjut mengatakan solusi bagi pemasalahan terkait potensi-potensi yang dapat memecah NKRI baik dari internal atau eksternal. Dirinya menggaris bawahi terciptanya kesejahteraan dan hilangnya jurang antara yang kaya dan yang miskin. Sukses membangun negara ini jika masih tetap bersatu dalam kebhinekaan.
JAKARTA – Kapolri Jend Polisi Drs. H.M. Tito Karnavian menjawab dalam sesi Tanya jawab di acara Seminar dan Lokakarya bertema ‘Pancasila di Persimpangan Jalan, Negara Pancasila VS Negara Islam’ atas pertanyaan dari salah satu undangan mengenai peran aparat dalam mengatasi situasi demo dan upaya beberapa kelompok orang yang ingin menggantikan dasar Negara.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/jakarta/feed/” number=”3″]
Berbicara pada Semiloka yang bertempat di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat, Minggu (9/4) Jenderal polisi yang dinilai cerdas dan cakap ini mengatakan, Afganistan yang merdeka taun 1917 memuji Indonesia yang tetap stabil, relatif stabil, ekonomi maju. Beda dengan Afganistan peristiwa pemboman terjadi hampir setiap minggu seperti kasus copet saja, ini karena konflik internal, konflik dalam negerinya.
Jenderal polisi ini lanjut mengatakan solusi bagi pemasalahan terkait potensi-potensi yang dapat memecah NKRI baik dari internal atau eksternal. Dirinya menggaris bawahi terciptanya kesejahteraan dan hilangnya jurang antara yang kaya dan yang miskin. Sukses membangun negara ini jika masih tetap bersatu dalam kebhinekaan.
Acara Semiloka ini mendatangkan Keynote Speaker Buya Maa’rif dan pembicara-pembicara lain selain dari Kapolri yaitu Jend TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, Prof Dr. Jimly Ashshidiqie, Siswono Yudo Husodo, Dr. Sudhamek AWS, Helmy Faisal Zaini dan Ahmad Najib Burhani, Ph.D.
Tito Karnavian menegaskan tetap pentingnya pendidikan Pancasila,”Kurikulum Indonesia, yaitu civic education harus tetap ada karena kita berada pada era demokrasi sangat bebas. Positif tadi saya sampaikan ada check and balance terhadap pemerintah dengan adanya parsitipati publik. Tapi mengandung resiko karena situasi yang sangat liberal. Dengan mengatasnamakan kebebasan justru bisa mengentalnya primordialisme dan membatasi kebabasan yang lain, ini yang berbahaya”.
Menggaris bawahi keutamaan membela Pancasila, Tito menyatakan, “Di sisi lain yang kita sebut dengan negara pancasila, itu yang kita bela, kalau kita ganti maka negara menjadi pecah, itu pasti. Mungkin negara jadi negara agama tertentu, misalnya jadi negara Islam, tentu yang pertama akan pisah dari kita adalah Papua dan Bali,”
Kapolri mengajak masyarkat Indonesia untuk tidak diam dan memberi dukungan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum.
“Kita semua mengharapkan teman-teman dan saudara-saudara kita yang mayoritas silent majority jangan hanya silent tapi lebih bersuara. Jadi Kalau gak bisa berbuat militan seperti mereka tapi paling tidak bersuara memberikan dukungan kepada pemerintah, dukungan kepada aparat penegak hukum,” tegas Tito.
Pada pamungkas tanggapannya di acara tanya jawab Semiloka yang diinisiasi Dr. Hj. Siti Musdah Mulia MA, Tito menegaskan sekali lagi pendidikan Pancasila. Dirinya menyayangkan sekolah-sekolah yang tidak memasukan kurikulum Pancasila. Menurutnya nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan harus ditanamkan sejak dini. Usai rehat, panitia melanjutan acara dengan forum diskusi.
Kontributor : Iin Quratul Ain
Editor : Talhah Lukman Ahmad