Jakarta– Setara Institute dan International NGO Forum for Indonesian Development (INFID), mengusulkan empat poin perubahan signifikan dalam Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.
Usulan ini bertujuan untuk meningkatkan inklusivitas dan keadilan dalam pengaturan kerukunan beragama di Indonesia.
Melalui serangkaian diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk majelis agama, kelompok kepercayaan, dan masyarakat sipil, Setara Institute dan INFID telah mengidentifikasi beberapa aspek yang perlu diperbaiki dalam Ranperpres PKUB.
Peneliti Setara Institute Sayyidatul Insiyah mengatakan, selama ini kerukunan beragama (KUB) di Indonesia diatur oleh regulasi setingkat menteri, yakni Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Aturan tersebut mengatur tentang panduan pelaksanaan tugas kepala daerah dalam memelihara kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pembangunan tempat ibadah.
“Regulasi PBM ini memiliki sejumlah permasalahan. Pemerintah kini sedang berupaya meningkatkan pengaturan terkait KUB, dari PBM menjadi Peraturan Presiden (Perpres),” ujar Sayyidatul dalam pernyataan tertulis yang dikutip pada Senin, 14 Agustus 2023.
Namun, menurut Sayyidatul, walaupun Ranperpres ini dimaksudkan sebagai perbaikan substansi, Setara Institute dan Infid menemukan, Ranperpres ini masih mengandung norma-norma yang mungkin dapat mengakibatkan diskriminasi, terutama terhadap kelompok minoritas agama dan kepercayaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dari total 36 pasal yang ada dalam Ranperpres PKUB, Setara Institute dan Infid mengajukan 21 usulan perubahan, yang mencakup perubahan pada kalimat maupun perubahan substansi.
“Secara keseluruhan, 21 usulan perubahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat poin utama,” tambahnya.
Pertama, inklusi Penghayat Kepercayaan dalam Pengaturan PKUB.
Salah satu poin penting adalah mengakui eksistensi Penghayat Kepercayaan dan memberikan hak-hak yang setara kepada mereka. Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016, usulan ini mendorong agar pengaturan PKUB memasukkan aspek-aspek yang relevan dengan Penghayat Kepercayaan.
“Namun demikian, diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan masih sering terjadi. Oleh karena itu, Ranperpres PKUB mesti menginklusi eksistensi Penghayat Kepercayaan dan hak-hak mereka,” kata Sayyidatul.
Kedua, integrasi Tata Kelola Pemerintahan Inklusif.
Usulan ini menggarisbawahi pentingnya tata kelola pemerintahan daerah yang inklusif sebagai prinsip utama dalam tugas pemerintahan kepala daerah terkait PKUB. Ini dianggap sebagai langkah penting dalam memajukan toleransi dan kerukunan di tingkat lokal.
Ketiga, transformasi Pengaturan Pendirian Rumah Ibadah.
Perubahan dalam pengaturan pendirian rumah ibadah menjadi fokus ketiga usulan ini. Setara Institute dan INFID mendesak untuk mengurangi hambatan-hambatan yang ada dalam proses pendirian rumah ibadah, termasuk dengan memperjelas syarat jumlah pemohon dan mengenai sanksi bagi kepala daerah yang tidak mengambil keputusan dalam waktu yang ditentukan.
Keempat, reformasi Kelembagaan FKUB.
Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas, usulan ini menekankan pentingnya perubahan dalam pembentukan, syarat anggota, pembinaan, dan wewenang FKUB. Tujuannya agar FKUB dapat lebih berkontribusi dalam memajukan kerukunan beragama di Indonesia.
Hasil dari serangkaian diskusi ini telah dijadikan sebagai rekomendasi bagi pemerintah dalam penyusunan Ranperpres PKUB yang lebih inklusif dan adil.
Setara Institute dan INFID juga mendorong Presiden untuk memberikan perhatian lebih pada pengaturan kerukunan umat beragama, serta membuka ruang dialog yang lebih luas dan partisipatif dalam hal ini.
Selain itu, kedua lembaga ini mendesak Menteri Agama RI untuk mengadopsi usulan-usulan perubahan yang telah diajukan, dengan tujuan memperkuat nilai-nilai kerukunan dan toleransi di Indonesia.
“Keseluruhan usulan ini diajukan demi meningkatkan efektivitas kelembagaan FKUB agar kontributif pada pemajuan KUB,” pungkas Sayyidatul .