Kalimat itu diucapkan sedikitnya 4 kali oleh Dr. Haza dalam sambutan pada diskusi Mengenal Ahmadiyah Langsung Dari Sumbernya (30/4/19). Selanjutnya Dekan Fakultas Ushuludin, Adab dan Dakwah (FUAD-IAIN Syekhjati) menjelaskan, silaturahim dengan mubaligh Ahmadiyah relatif lama terjalin, tapi acara diskusi semacam ini baru kali Ini diadakan di Kampus yang terletak di Cirebon ini.
Pria asli Cirebon itu, kemudian menguraikan Sejarah dan Filsafat Kenabian Mirza Ghulam Ahmad yang juga pernah dialami oleh para sufi dan wali terdahulu seperti Muhyiddin ibnu Arabi, Syekh Siti Jenar, Al Halaz. Pada penutupan sambutan, ditekankan pentingnya membangun sikap toleransi serta mengajak JAI agar bisa bekerja sama pada masa mendatang.
Perhelatan ini dihadiri sekitar 120 orang dari para pengajar, mahasiswa dan undangan lain, menghadirkan 4 narasumber. Pembicara 1, Drs. Abdul Rozak, menguraikan ada 23 ayat Alquran
yang menjelaskan Nabi Isa as sudah wafat. Antara lain disitir surat Al Imran: 26 dan Al Maidah:118. Selanjutnya dijelaskan Hadis Nabi yang menyatakan usia Nabi Isa as itu 120 tahun. Adapun tentang Nuzulul Masih, Sekretraris Tabligh PB-JAI itu menjelaskan, yang datang itu seorang dari umat Islam (fii kum), bukan sosok Isa ibnu Maryam as.
Pembicara 2, Dr. Didin Rosidin lebih membahas segi sosiologi yaitu sejarah dan konflik sosial dengan adanya Ahmadiyah di Desa Manislor. Ada fenomena yang diamatinya. Salah satu fenomena itu, mengapa orang Manislor pindah keyakinan (konversi) dari Islam tradisional ke Ahmadiyah. Ini bisa dijelaskan karena adanya kepercayaan awal masyarakat Manislor tentang Imam Mahdi yang bisa dijumpai pada Jemaat Ahmadiyah.
Fenomena lain yang disampaikan oleh Dosen IAIN Syekh Nurjari ini, adalah definisi Agama. Apakah Pemerintah atau Lembaga lain berhak menentukan seseorang itu masuk atau tidak masuk dalam satu Agama. Terkait Ahmadiyah, banyak ulama dan tokoh Islam yang menuntut agar Ahmadiyah jadi agama tersendiri di luar Islam.
Pembicara 3 adalah, Drs. Mahmud Mubarik, MM yang menjelaskan Sejarah dan perkembangan Ahmadiyah di Indonesia. Masuk tahun 1925 melalui M. Rahmat Ali (seorang ulama Ahmadiyah Hindustan). Rahmat Ali dikirim oleh Khalifah Ahmadiyah II (Hz. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad) atas permintaan 3 pemuda Indonesia asal Sumatera yang sedang belajar di Qadian-India.
Selanjutnya pa Ekky (demikian nama panggilannya) menceritakan dukungan Khalifah II dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Hal ini terdokumentadi pada Koran Kedaualatan Rakyat (Yogya, 10/1/46). Hal ini yang menginspirasi para tokoh awalan Ahmadiyah berjuang bersama tokoh Nasionalis lainnya. Tokoh Ahmadiyah itu antara lain, Sayid Shah Muhammad, Muh. Toyib, Moh. Muhyidin serta dijelaskan juga WR Supratman (pencipta Imdonesia Raya) adalah seorang Ahmadi. Salah satu peristiwa fenomenal, tahun 1953, JAI diakui oleh Negara sebagai Badan Hukum. Dinamika terus terjadi dari masa Orde Baru. Fenomena menarik pada masa ini, tahun 1980, MUI mengeluarkan Fatwa bahwa Ahmadiyah iTu sesat dan diluar Islam.
Masa Orde Reformasi, tepatnya tahun 2000, ditandai dengan kedatangan Khalifah IV (Hz. Mirza Thahir Ahmad) ke Indonesia dan diterima oleh Presiden Gusdur sebagai tamu negara. Peristiwa fenomenal lain adalah terbitnya SKB tahun 2008 yang membatasi Ahmadiyah, peristiwa Cikeusik tahun 2011 dan banyak peristiwa persekusi yang dialami oleh para Ahmadi di seluruh Indonesia. Pada bahasan lain, Sekretaris Isyaat PB itu menjelaskan kiprah sosial Jemaat Ahmadiyah yang terkelompok pada Humanity First, Clean the city, Gerakan Donor Darah serta Gerakan Donor Mata.
Pembicara 4 adalah Mustopa, MAg. Dosen IAIN itu menjelaskan secara singkat dan padat; Jika Rukun Iman dan Rukun Islam orang Ahmadi sama dengan umat Islam lain, maka orang Ahmadiyah itu orang Islam. Perbedaan Tafsir khaataman nabiyyin, Isa al Masih serta Imam Mahdi, bukan berarti Keimanan dan Keislaman orang Ahmadi boleh diusik oleh pihak lain.
Pertanyaan dari para peserta diantaranya, masalah Ubudiyah para Ahmadi, Kenabian Mirza Ghulam Ahmad, da’wa Imam Mahdi, Tadhkirah, relasi JAI dengan ormas Islam lain. Pertanyaan itu dijawab dengan gamblang oleh para narasumber.
Acara yang berdurasi hampir 4 jam itu, diakhiri dengan Pembagian Al Qur’an dan buku2 Ahmadiyah serta foto bersama. (MM)