JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertanyakan kepakaran Musni dan Amidhan Shaberah sebagai saksi ahli yang dihadirkan oleh Lembaga Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (LDDII) dalam sidang lanjutan Mahkamah Konstitusi (MK), Judical Review Penafsiran Bersyarat atas UU No.1/PNPS tahun 1965 (agar UU tersebut tidak ditafsirkan untuk menghalangi hak beribadah dan menjadi dasar peraturan yang melarang ibadah warga negara), Kamis, (08/02).
Pengacara publik YLBHI, Muhammad Isnur mengatakan, Musni Umar yang dihadirkan sebagai ahli sosiologi, memberikan keterangan yang tidak mencerminkan keahlian dia, Musni Umar tidak pernah melakukan riset tentang Ahmadiyah. Sehingga keterangan yang disampaikan didasarkan semata pada asumsi dan keyakinan pribadinya.
“Tadi kan dia lebih menjelaskan tentang bagaimana penilaian perspektif dia soal keagamaan yang dia yakini tentang Ahmadiyah. Itu tidak masalah, tapi dalam konteks keahlian dia sebagai sosiolog, harusnya dia tidak seperti itu. Harusnya dia menyandarkan pada basis akademis, apa itu? Riset, penelitian, pengkajian, temuan-temuan. Tadi kan ditanya makanya, apakah anda mewawancarai langsung? Sebagai akademisi, sebagai sosiolog, wajib hukumnya. Dia menyandarkan pada bukti yang pertama, tidak boleh atas dasar praduga atau asumsi, itu keslahan terbesar dia,” Kata Muhammad Isnur sebagaimana yang dikutip oleh http://kbr.id
Dalam kesaksiannya, Musni Umar menyampaikan pendapat bahwa kekerasan yang dialami Jemaat Ahmadiyah bukan disebabkan oleh Undang-Undang Penodaan Agama, melainkan karena keyakinan teologis Ahmadiyah yang berbeda dengan mayoritas umat Islam, seperti mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi.
“Jika umat Islam marah yang kemudian diekspresikan dengan melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan, maka tujuannya semata-mata untuk membela dan melindungi agama yang mereka imani dan percayai. Karena negara belum hadir untuk melindungi agama mereka dari penodaan yang dilakukan komunitas Ahmadiyah”, ujar Musni dalam sidang MK yang dipimpin oleh Arief Hidayat.
Sementara itu dilain tempat, Directur Of Moderate Muslim Society, Zuhairi Misrawi atau yang akrab disapa Gus Mis menjelaskan bahwa pernyataan Musni Umar sangat tidak berdasarkan fakta lapangan. Menurutnya, hasil temuan Moderate Muslim Society menyatakan bahwa Ahmadiyah menjadi korban kelompok intoleran yang tidak patuh hukum.
“Kelompok intoleran justru sumber masalahnya karena mereka menganggap diri sebagai penentu kebenaran”, kata Gus Mis saat dihubungi warta-ahmadiyah melalui pesan singkat WhatsApp.
Gus Mis menambahkan, konstitusi kita justru menyerukan agar kita memberikan hak yang setara kepada setiap pemeluk agama untuk meyakini agama masing-masing.
Gus Mis pun mempertanyakan, apakah ketika warga Ahmadiyah melalukan shalat di mesjid mereka juga dianggap penodaan agama?
Gus Mis menyarankan, sebaikanya Musni Umar mengkonfirmasi langsung kepada Ahmadiyah tentang diskriminasi dan persekusi yang dialami mereka.
“Bukan hanya berdasarkan asumsi”, ujar Gus Mis