Tahun ini, gerakan kebencian anti-Ahmadi nampaknya mulai muncul di Inggris, dengan terjadinya sebuah kasus pembunuhan seorang penjaga toko tekenal di Glasgow yang bernama Asad Shah pada bulan Maret 2016. Keluarga beliau pindah ke Inggris pada 1990-an dengan harapan bahwa kehidupan bagi kaum Ahmadiyah di Inggris akan lebih bagus daripada di Pakistan.
INGGRIS – Dalam sebuah acara pertemuan yang oleh penyelenggaranya disebut sebagai pertemuan terbesar umat Muslim di dunia Barat, puluhan ribu jamaah berkumpul pada akhir pekan ini di sebuah padang rumput hijau yang menyejukkan di Inggris bagian selatan dengan menegaskan kesetiaan mereka kepada khalifah mereka.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/inggris/feed/” number=”3″]
Apakah ini menunjukkan revolusi Islam sedang berjalan? Tidak, bukan hal semacam itu. Bagi Jamaah Ahmadiyah atau Muslim Ahmadi, Khalifah atau pemimpin tertinggi Ahmadiyah seluruh dunia fungsinya murni bersifat kerohanian. Mereka memiliki prinsip dasar bahwa orang-orang harus menjadi warga negara yang setia dan berguna di negeri manapun mereka tinggal. Itulah salah satu alasan mengapa dalam acara tiga hari ini terdapat acara pengibaran bendera Inggris. Khalifah mereka saat ini menegaskan pandangan beliau, bahwa Inggris, dimana ia tinggal sekarang, akan mendapat manfaat dari sering adanya pernyataan-pernyataan masyarakat akan kecintaan kepada negara; bisa saja misalnya ada penghormatan bendera dengan gaya Amerika di sekolah-sekolah Inggris.
Dibalik segala kegembiraan yang ada, acara tahunan Ahmadiyah yang ke-50 (Jalsah Salanah) tersebut berlangsung dibawah bayang-bayang:
Meningkatnya kebencian anti-Ahmadi dari dunia Islam sampai dispora Barat. Ahmadiyah adalah sebuah kelompok agama yang telah lama menghadapi berbagai penganiayaan baik dari pihak pemerintah, dan dari sesama warga negara yang ikut menunjukkan permusuhan, semisal di negara-negara dengan mayoritas Muslim seperti Pakistan dan Indonesia. Apa yang membedakan kaum Muslim mayoritas dibandingkan dengan Jemaat Ahmadiyah adalah keyakinan para Ahmadi bahwa pendiri Jemaat mereka, Mirza Ghulam Ahmad yang meninggal pada tahun 1908, adalah seorang nabi; dimana mayoritas umat Islam meyakini bahwa setelah kewafatan Nabi Muhammad pada adab ketujuh tidak ada nabi lagi setelah beliau, dan siapa saja yang bertentangan dengan pendapat itu ia tidak bisa disebut sebagai seorang Muslim.
Dalam laporan tahunan terbaru mengenai kebebasan beragama yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika (termasuk estimasi menyedihkan bahwa hanya seperempat penduduk dunia yang menikmati kebebasan berkeyakinan) disebutkan kembali bahwa di Pakistan, Ahmadiyah hampir tidak memiliki hak untuk hidup.
“Menurut konstitusi dan undang-undang tindak pidana, Ahmadiyah adalah bukan Islam dan tidak boleh menyebut diri mereka Muslim atau menyatakan diri bahwa mereka dalah penganut Islam. Undang-undang hukum pidana melarang mereka untuk mengajarkan atau menyebarkan keyakinan agama mereka, mengajak atau “menghina keyakinan beragama umat Islam.” Hukuman untuk pelanggaran ketentuan ini adalah penjara sampai tiga tahun dan denda.
Tahun ini, gerakan kebencian anti-Ahmadi nampaknya mulai muncul di Inggris, dengan terjadinya sebuah kasus pembunuhan seorang penjaga toko tekenal di Glasgow yang bernama Asad Shah pada bulan Maret 2016. Keluarga beliau pindah ke Inggris pada 1990-an dengan harapan bahwa kehidupan bagi kaum Ahmadiyah di Inggris akan lebih bagus daripada di Pakistan. Tapi fanatisme keagamaan Pakistan ini rupanya telah mulai jelas dirasakan di Inggris; hal itu terbukti pada bulan April tulisan-tulisan yang mendesak pembunuhan terhadap pengikut Ahmadiyah sudah mulai beredar di salah satu masjid di London. Pelaku pembunuhan tersebut, dari kota Inggris utara Bradford, secara terbuka menyatakan bahwa niatnya adalah untuk menghukum korbannya karena “tidak menghormati” Islam, dan khususnya, karena (korban) telah ikut memberi ucapan selamat kepada tetangga yang beragama Kristen pada perayaan Paskah. Minggu ini, pelaku pembunuhan tersebut dihukum setidaknya 27 tahun penjara untuk apa yang digambarkan oleh sang hakim Skotlandia sebagai sebuah tindakan “kejam dan terencana, sebuah pembunuhan yang sangat tidak dapat dibenarkan terhadap seorang pria yang terhormat dan menjadi pilar masyarakat setempat.” Beliau juga menambahkan beberapa kata yang ditujukan kepada pelaku pembuhunan yakni: “Saya perhatikan dengan sangat seksama bahwa anda tidak tampak menunjukkan penyesalan sama sekali.”
Dalam pembahasan yang lebih luas. Kembali pada tahun 1990-an, ketika pemerintah Amerika pertama kalinya diberi amanat oleh Kongres untuk mulai membuat penilaian/asesmen tahunan mengenai berbagai keadaan perihal kebebasan beragama di seluruh dunia, ada keyakinan yang meluas di ibukota negara-negara Barat bahwa norma-norma liberal-demokratis, termasuk diantaranya mengenai kebebasan beragama, akan terus ditegakkan di negara-negara yang pada saat itu masih menekan warga negaranya dan menahan kebebasan mereka untuk berkeyakinan dan beribadah. Meskipun semangat misionarisme tersebut kini semakin berkurang. Tapi menjadi bukti yang jauh lebih penting bahwa pemerintah Barat setidaknya terus berusaha menggunakan seluruh kekuatan mereka untuk melindungi masyarakat mereka sendiri dari serangan brutal terhadap kebebasan berpikir. Keluarga-keluarga seperti Asad Shah, yang memandang demokrasi Barat sebagai mercusuar, tidak sepatutnya dikecewakan. Atau dengan kata lain, kaum Ahmadiyah harus merasa bahwa mereka mendapatkan sesuatu sebagai imbalan atas kesetiaan mereka kepada negara.
Sumber : The Economist
Alih bahasa: Fadhil Ahmad Qamar
Editor : Irfan S. Ardiatama