Jemaat Muslim Ahmadiyah menunjukkan sebagian contoh kecil dari keseluruhan pemeluk agama Islam. Pandangan yang mereka anut mungkin jelas terungkap dari motto mereka: Love for All, Hatred for None, yakni “Cinta Kasih untuk Semua, Tiada Kebencian Bagi Siapapun.”
AMERIKA SERIKAT – Pakaian yang dikenakan Hamid Malik tampak menonjol di antara penampilan jas-jas kerja serta bermacam-macam gaun yang tampak pada saat makan siang hari Rabu di State House.
Beliau dibalut sebuah jaket selutut berwarna cokelat yang disebut dengan “achkan”, yakni pakaian yang umum digunakan para pria dari negara-negara Asia Selatan. Melengkapi penampilan tersebut sebuah topi segitiga yang dikenal sebagai “Jinnah cap”.
Malik adalah imam daerah (amir) dari Jemaat Muslim Ahmadiyah, sebuah aliran Islam yang telah berdiri sejak tahun 1889. Bersama dengan pengikut Ahmadiyah lainnya, beliau menghadiri acara yang diadakan di Great Hall of Flags dari State House demi meluruskan kesalahpahaman beberapa orang Amerika terhadap Islam.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/amerika-serikat/feed/” number=”3″]
“Di dunia yang sangat terpecah, dunia yang menampilkan begitu banyak kebencian saat ini,” jelas Malik, “hanya dibutuhkan sedikit pengetahuan, bagaimana “merasakan” saat anda menggunakan sepatu orang lain, yakni merasakan posisi yang dirasakan orang lain, demi mengurangi kerenggangan serta jarak yang ada, dan saling menghubungkan antara hati yang telah terpecah belah.”
Tampak menjulang di antara berbagai jamuan roti samosa dan croissant isi coklat yang mencuri perhatian, Malik menyampaikan sebuah ceramah menganai Islam untuk para legislator undang-undang serta para politisi yang hadir, termasuk diantaranya wakil negara William Galvin, Anggota Demokrat wilayah Canton.
“Jemaat Muslim Ahmadiyah mencoba untuk memberitahu dan menunjukan pada masyarakat bahwa Islam adalah sebuah agama yang damai,” kata Galvin. “Masyarakat khawatir karena mereka belum mengetahui tentang keyakinan Islam yang sebenarnya.”
Sekitar tiga bulan yang lalu, Jemaat Muslim Ahmadiyah meluncurkan sebuah kampanye yang berjudul “True Islam and the Extrimists” atau “Islam Sejati dan Para Ekstrimis”. Setelah meningkatnya bermacam serangan terhadap dunia selama bertahun-tahun yang dilakukan para kelompok “jihadis” militan seperti Islamic State (ISIS), Jemaat Ahmadiyah ingin menujukkan perbedaan yang jelas antara ajaran Islam sejati dan aksi kekerasan dari kaum ekstrimis Islam.
“Ideologi yang kejam dan tak beprikemanusiaan dalam bentuk apapun tidak ada hubungannya dengan agama manapun,” jelas Malik. “Agama Islam yang sejati mengajarkan kedamaian serta menghindari segala bentuk kejahatan”.
Kampanye “True Islam” didasarkan dari dari 11 prinsip, yang ditampilkan dalam spanduk-spanduk besar dalam gedung tersebut pada hari Rabu yang lalu. Prinsip—penolakan terhadap terorisme, pemisahan antara urusan masjid/ agama dengan negara, dan persamaan dan pemberdayaan perempuan, antara satu dengan lainnya—adalah merupakan dasar dari pembelajaran Al-Qur’an dan Hadist, jelas Malik.
Jemaat Muslim Ahmadiyah menunjukkan sebagian contoh kecil dari keseluruhan pemeluk agama Islam. Pandangan yang mereka anut mungkin jelas terungkap dari motto mereka: Love for All, Hatred for None, yakni “Cinta Kasih untuk Semua, Tiada Kebencian Bagi Siapapun.”
Galvin telah diperkenalkan kepada Jemaat Muslim Ahmadiyah Boston oleh Kepala Polisi daerah Kenneth Berkowitz, yg telah bertemu dengan ketua cabang Jemaah tersebut lebih dari lima tahun yang lalu.
“Sangatlah penting untuk menunjukan bahwa cap fanatik bukanlah cap ‘eksklusif’ yang boleh digeneralisasikan kepada agama Islam ataupun seluruh penganutnya,” Berkowitz menceritakan pada khalayak yang hadir pada di State House. “Sangatlah kecil persentasi dari umat muslim yang menjadi ekstremis. Banyak dari mereka justru adalah orang Amerika yang hebat seperti teman-teman kita ini.”
Jemaat Ahmadiyah cabang Boston telah menyelenggarakan donor darah tahunan sejak peringatan tahunan tragedi 11 September 2001 yang ke-10. Mereka melakukan hal yang sama segera setelah munculnya kejadian pemboman Maraton Boston, yang mana pelakunya dimotivasi oleh ekstrimis Islam. Sebagai presiden atau ketua cabang Boston, Amer Malik berkata selama makan siang, bahwa “teroris telah mengambil darah kita, tapi kami pun juga akan memberikan darah kami.”
Masjid cabang Boston juga telah bekerjasama dengan berbagai tempat ibadah yang lainnya, termasuk dengan Gereja First Parish Unitarian Universalist di Canton.
“Segalanya adalah tentang persahabatan,” kata Pdt. Beverely Boke dari Gereja First Parish, yang ikut sebagai pembicara selama pertemuan makan siang tersebut.
Sebagian besar pembicara yang mengatakan terdapat jangka waktu menyedihkan yang telah terjadi sebelum pertemuan, dimana kembali terjadi penyerangan baru terhadap seluruh dunia, termasuk penembakan di gedung musik Paris pada bulan November, klub malam di Orlando pada bulan Juni, dan pada aksi protes di Dallas minggu lalu.
“Hanya karena terdapat sekelompok ekstrimis di beberapa keyakinan, agama, serta ras tertentu, bukan berarti bahwa seluruh ras ataupun keyakinan tersebut adalah kejahatan,” jelas Galvin. “Saya pikir ini adalah apa yang (Jemaat Ahmadiyah) maksudkan.”
Sumber: Metro-The Boston Globe
Alih Bahasa: Lisnawati
Editor: Irfan S. Ardiatama