GAMBAR: Nasirudin dari jemaah muslim Ahmadiyah NTB, Pendeta Palti Panjaitan, Dewi Nova, dan Wawan dari jemaat muslim Ahmadiyah Jakarta, menanam pohon di taman toleransi. (Foto: Ricky Husein).
—
BOGOR, SATUHARAPAN.COM – Perjuangan Solidaritas Korban untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB) sebagai gerakan moral ibarat sebuah taman yang perlu dirawat dan ditumbuhkan menjadi kekuatan bersama para korban. Demikian disampaikan oleh Dewi Nova seusai kegiatan penanaman pohon di area taman toleransi di lokasi pertemuan Sobat KBB di Bogor pagi ini, Rabu (26/3).
Dewi Nova dalam pertemuan Sobat KBB bertindak sebagai fasilitator, mengamati bahwa selama 3 hari berkumpul anggota Sobat KBB sudah pada tahap tidak lagi tergantung pada siapapun untuk menyuarakan kondisi diskriminasi yang dihadapinya. “Ini adalah sebuah keberhasilan dari pendampingan dan juga kebersamaan yang setahun dibangun bersama Sobat KBB,” kata Dewi Nova.
Sekitar 40 orang dari komunitas yang terdiskriminasi hak-hak beragama dan berkeyakinan berkumpul untuk saling mengumpulkan kekuatan dengan menguatkan solidaritas dan keorganisasian, tetapi sekaligus saling memahami keyakinan-keyakinan yang berbeda. “Ini tdak mudah, mengingat kondisi mereka yang seringkali dalam tekanan dan diskriminasi,” demikian kata Dewi Nova.
Dewi Nova adalah penggagas ide taman toleransi, yang berharap bisa setiap tahun untuk mengajak para penggiat keberagaman dan kebebasan beragama dari berbagai elemen untuk menjadikan taman toleransi menjadi lambang perjuangan bersama.
Taman toleransi ini menurut pendeta Palti adalah bentuk aktualisasi dan refleksi yang mendalam sebagai bagian dari kehidupan beriman. Pendeta Palti Panjaitan bertindak sebagai Ketua Koordinator Nasional Sobat KBB, menemani Engkus Ruswana dari kelompok kepercayaan penghayat yang melakukan ritual penanaman pohon.
Engkus dengan khidmat memanjatkan doa memohon restu kepada Tuhan, alam dan leluhur untuk tanaman yang ditanam hari ini. Dalam bahasa sunda upacara ini disebut dengan amit sun. Kegiatan ini cukup berkesan bagi peserta lain, karena sekaligus dapat melihat dan memahami penanaman pohon sebagai kegiatan yang sungguh bermakna, demikian ditegaskan kembali oleh Dewi Nova.
Semua Orang Bersaudara
Menurut Budi Santosa dari komunitas Sedulur Sikep Kudus, penerus ajaran masyarakat Samin, bercerita tentang menanam pohon adalah menanam kehidupan, setiap orang berbeda bisa saja berbeda, apapun latar belakang dan agamanya, tetapi mendapatkan manfaat bersama dari sebuah pohon yang ditanam, tumbuh besar dan berbuah.
Pada kegiatan menanam dalam taman toleransi, Budi Santosa berharap, “Sebuah pohon kita bisa menjadi tempat berteduh bersama, dengan damai, ini adalah simbol bersama untuk sumber kehidupan bersama, tanpa melihat perbedaan, tanpa melihat agamanya.” Budi Santosa mengatakan bahwa agama sebagai sebuah “laku hidup” atau pengatur hidup, dalam bahasa jawa “ageman”, bagi tingkah laku, ucapan hendaknya jangan sampai menjadi gangugnan, satu bagi yang lain.”
Dalam pemahaman kehidupan masyarakat, Budi Santosa menjelaskan, agama bisa berbeda tetapi, “rasa” agama sama, ibarat dicubit, setiap orang akan merasa sakit bila disakiti. Manusia ada sebelum ada agama, dan agama adalah aturan yang bertujuan mengatur manusia supaya tahu benar dan salah, baik dan buruk. “Semua orang adalah bersaudara, apapun agamanya, agama bisa saja seakan untuk diri sendiri, tetapi bila berpikir tentang manusia, semua manusia adalah saudara kita,” demikian kata pak Budi.
“Opo agamamu, sing penting kowe sedulurku,” demikian pak Budi Santosa menegaskan, yang berarti, “Apapun agamamu, yang penting kamu adalah saudaraku.”
Penulis: Kris Hidayat; editor: Bayu Probo