“Harus ada mekanisme untuk memastikan hak-hak perempuan bisa dipenuhi dan dibangun sesuai mandat undang-undang. Banyak kebijakan yang diskriminasi. Adanya kehilangan rasa aman, potensial tertangkap karena penerapan jam malam bagi mereka yang bekerja di jam malam,”
JAKARTA – Prosesi pemukulan gong oleh Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad menjadi penanda dibukanya Refleksi Kebhinekaan Indonesia dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah untuk Pemenuhan Hak Asasi Manusia dan Hak Konstitusional Perempuan di Gedung Nusantara V, Kamis (15/12). Farouk menilai setelah reformasi, kaum perempuan dapat menyampaikan pendapat atau berbicara lebih banyak serta diberikan kebebasan dan hak-hak konstitusional.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/jakarta/feed/” number=”3″]
“Dulu sebelum reformasi, suara perempuan hanya dari satu sumber. Ibu Tien Suharto,” ujarnya di hadapan para hadirin.
Pria yang merupakan anggota DPD dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini juga menilai era otonomi daerah seperti saat ini kelompok minoritas rawan menjadi tindak kekerasan meliputi tidak memiliki akses penegakan hukum, minoritas keagamaan, minoritas politik dan ekonomi, akan lebih mudah mengalami kekerasan, isu kebebasan beragama dan berkeyakinan serta isu sumber daya alam yang lebih mudah kalah akan kepentingan mayoritas.
Sementara itu Wakil Keuta Komnas Perempuan, Yuniati Huzaifah mencatat terdapat ada 421 kebijakan yang diskriminatif terhadap minoritas dan kaum perempuan.
“Harus ada mekanisme untuk memastikan hak-hak perempuan bisa dipenuhi dan dibangun sesuai mandat undang-undang. Banyak kebijakan yang diskriminasi. Adanya kehilangan rasa aman, potensial tertangkap karena penerapan jam malam bagi mereka yang bekerja di jam malam,” paparnya.
Yuniati menyebut agama menjadi isu yang paling banyak dikemukakan dalam banyaknya tindak intoleransi terhadap minoritas. Dalam kesempatan ini diadakan juga diskusi tematik. Diantaranya mengenai tantangan dan peluang UU No. 23/2014 tentang pemerintah daerah dalam harmonisasi kebijakan, dampak kebijakan diskriminatif, dan kebhinnekaan, karakter lokal dan tantangannya yang dipimpin Komisioner Komnas Perempuan, Masruchah . Beragam masalah yang dihadapi kaum minoritas muncul dalam diskusi ini. Seperti dampak dari kebijakan diskriminatif yang diterapkan pemerintah pusat dan daerah serta menyangkut diskriminasi dibidang pendidikan sampai jaminan kebebasan beragama para kaum minoritas seperti Ahmadiyah, penganut aliran kepercayaan, dan penyandang disabilitas.
Kontributor : Husna Arifa
Editor : Talhah Lukman Ahmad