Seorang laki-laki yang menembakkan senjata api di Masjid Meriden November lalu meminta maaf di hadapan para anggota komunitas.
MERIDEN — Ted A. Hakey Jr. merasa takut kepada tetangga Muslimnya. Sungguh takut hingga sewaktu ia mabuk berat pada malam di bulan November 2015, dia mengambil salah satu senjatanya dan menembak membabibuta ke sebuah masjid dekat rumahnya.
Sabtu siang itu, Hakey berhadapan dengan ketakutannya –para anggota masjid Baitul Aman “Rumah Damai”– dan meminta maaf atas perbuatannya yang menimbulkan rasa takut dan kesusahan kepada mereka.
“Saya minum minuman keras lebih banyak dari yang seharusnya pada malam itu,” dia berbicara di hadapan lebih dari 50 orang anggota Ahmadiyah dan para tamu yang hadir di simposium bertema “True Islam and the Extremists,” yang diselenggarakan di masjid.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/masjid/feed/” number=”3″]
“Sebagai tetangga, saya pernah takut, tapi rasa takut adalah saat anda tidak tahu apapun. Sesuatu yang tidak dikenal itulah yang kerap ditakuti. Andaikan saat itu saya datang dan mengetuk pintu rumah anda lalu berbicara lima menit saja dengan anda, itulah yang akan membuat perubahan di dunia. Tapi saya tidak melakukannya.
“Lebih lanjut,” dia menambahkan, “saya ingin membantu anda menjembatani perbedaan yang menjadi jurang pemisah dan mengajak siapapun untuk tidak melakukan kesalahan seperti yang telah saya lakukan. … Semua terjadi karena sebuah alasan dan saya yakin kebaikan akan muncul setelah kejadian tersebut.”
Masjid berslogan “Love for all, hatred for none” ini membuktikan motonya dengan memaafkan Hakey tak lama setelah lubang peluru ditemukan di sana.
“Kami tak hanya mengikuti moto ini, namun kami juga membuktikannya dalam segala hal yang kami lakukan,” kata Wajid Danish Ahmed, Ketua Pemuda Jamaah Muslim Ahmadiyah wilayah Connecticut.
Tak ada satupun yang terluka dalam insiden tersebut dan masjid sedang dalam keadaan kosong saat itu. Hakey mengakui kesalahannya di pengadilan federal pada Pebruari 2016 dengan tunduhan sengaja merusak properti keagamaan yang dikategorikan sebagai pidana- kebencian. Hakey menjalani hukuman 8 hingga 14 bulan saat diputuskan oleh pengadilan pada Mei.
Dr. Mohammed Qureshi, Imam masjid Meriden mengatakan mereka mengundang Hakey beberapa minggu sebelumnya untuk menghadiri sebuah simposium dan mengatakan bahwa saat itu ‘sangat emosional’. Mereka bersepakat agar Hakey hadir di simposium ini.
“Kami semua mencucurkan air mata dan tak sepatah katapun bisa mengungkapkan situasi saat itu,” kata Qureshi. “Kami akan menjadi tetangga yang lebih baik dan apa yang diungkapkan pada hari itu membuat perubahan lebih besar bagi kami. Kami saling menyapa dan berpelukan layaknya seperti saudara Muslim. Kami paham mengapa ia melakukan tindakan itu sebelumnya —karena ia belum pernah mendengar pesan kami. Sekarang kami melihat pesan damai itu dihatinya dan kami melihat dimatanya juga.”
Qureshi mengatakan meskipun ada kekhawatiran setelah lubang peluru ditemukan, polisi datang dengan segera dan para petugas serta detektif berjaga-jaga semalaman untuk memeriksa.
“Orang-orang sering mendengar hal tidak baik mengenai polisi,”katanya “namun ini hal yang baik. Kami sebagai komunitas datang berkumpul dan ingin megucapkan terimakasih kepada Departemen Kepolisian yang telah melakukan tugas mereka.”
Qureshi menyampaikan pada Sabtu lalu, masjid tersebut telah berhasil menggalang dana sebesar 6,300 dolar Amerika untuk membantu Departemen Kepolisian dengan menyediakan lebih dari 100 alat pembekuan darah yang dapat membantu mengatur pendarahan pada korban kecelakaan dan penembakan.
Setelah penggeledahan kediaman Hakey paska penembakan masjid, agen FBI menyita 24 pucuk senjata dan lebih dari 1000 butir amunisi. Saat kejadian itu, Hakey menggunakan senapan berkekuatan besar untuk menembaki dinding luar masjid dari rumahnya. Tapi salah satu peluru menembus tempat shalat. Agen FBI juga menemukan tulisan anti-muslim yang ia tulis di akun-akun media sosialnya.
Hakey mengatakan, Sabtu lalu ia sedang melewati ‘masa sulit’ dan dengan cepat menambahkan bahwa dia tidak memaafkan tindakannya.
“Saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan yang seharusnya saya tegakkan,” kata mantan anggota angkatan laut ini yang juga meminta maaf kepada Korps Marinir. “Setelah peristiwa itu terjadi, saya memohon kepada FBI untuk memberikan kesempatan kepada saya menyelesaikan masalah tersebut dan meminta maaf. Saya membaca di beberapa surat kabar, para jamaah masjid tidak merasakan ketakutan dan tetap melakukan ibadah di dalam masjid itu. Saya rasa Tuhan sangat bangga kepada semua jamaah ini atas sikap itu. Anda semua tetap tegar dan melaluinya. Saya hanya ingin meminta pengampunan dari anda.”
Setelah simposium berakhir, Hakey berkata, ia merasakan kebaikan yang membumbung.
Pendeta Norm Erlendson, pendeta dari Third Congregational Church di Middletown yang juga hadir pada simposium itu mengatakan, dia telah mengenal para jamaah masjid tersebut selama bertahun-tahun. Dia mengatakan, tidak akan ada kedamaian di atas bumi bila tidak ada kedamaian antar agama.
“Keyakinan kami mengajarkan kepada kami akan keindahan perdamaian dan pemberian maaf,” kata Erlendson. “Kami menyaksikan hal yang luar biasa, teladan indah, hari ini.”
Sana Shah dari Middletown, salah seorang anggota jamaah masjid mengatakan, setelah peristiwa penembakkan dan penangkapan, maka sisanya adalah pemberian maaf.
“Tuhan mengampuni anda,” katanya. “Rekonsiliasi akan membawa perdamaian dan keharmonisan. Saya merasakan niat tulus dalam dirinya (Hakey) saat ia mengatakan bahwa sebenarnya ia tidak bermaksud melakukan tindakan salah tersebut dan ia telah meminta maaf.”
Sumber: The Courant
Alih bahasa: Iin Qurrotul Ain
Editor: Rizka Argadianti Rachmah