JUMAT malam, 29 November 2013, bus cepat “Budiman” Tasikmalaya-Parung yang Rakeeman R.A.M. Jumaan tumpangi itu masih ‘ngetem selama hampir 30 menit di Salabenda, Bogor. Satu demi satu penumpang berdatangan dan menaiki bus hingga hampir penuh. Tepat pukul 20.00 WIB, perjalanan Bogor-Bandung via Cipularang ditempuh selama hampir empat jam. Cileunyi adalah destinasi berikutnya menuju Terminal Cicaheum. Selanjutnya, dengan angkot yang beroperasi 24 jam, Rakeeman menuju masjid Mubarak di Jalan Pahlawan, Bandung.
Adalah Maulana Saefullah Ahmad Farouq yang menunggu kedatangan Rekeeman di Bandung sejak pukul 23. Maulana Saefullah–ia adalah mubalig wilayah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Priangan Barat (Priabar)–akhirnya membuka gerbang masjid. Tepat pukul 2 dini hari, akhirnya penulis sudah berada di mission house masjid Mubarak Bandung.
Destinasi berikutnya adalah Padepokan “Karang Tumaritis” yang terletak di Jalan Kolonel Masturi, Lembang. Dengan diantar menggunakan mobil dinas mubalig wilayah Priabar, rombongan bertolak ke lokasi acara sekitar pukul 8. Sehari sebelumnya memang, Rakeeman diminta panitia untuk menjadi narasumber Workshop “Youth Interfaith Camp” (YIC) III yang diselenggarakan oleh Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB) bekerjasama dengan Sinode Gereja Kristen Pasundan (GKP) bertema “Multikulturalisme & Pluralisme”.
Panitia yang sejak semalam sebelumnya sudah berada di lokasi tampak menyambut rombongan. Di antara rombongan ini, mungkin hanya Rakeeman yang belum dikenal oleh Panitia. Selebihnya, adalah wajah-wajah familiar bagi JAKATARUB; ada Mahmud “Ekky” Mubarik dan Maulana Saefullah. Setelah diperkenalkan dengan panitia dan silaturahmi sebentar, acara pun dimulai.
Sebenarnya, acara yang Rakeeman isi adalah Kapita Selekta dengan empat materi dan narasumber yang berbeda-beda dan di lokasi yang berbeda-beda pula. Ada tema “Pengenalan Media”, ada “HAM”, ada “Radikalisme” dan Rakeeman sendiri mendapat tema “Multikulturalisme”.
Setelah moderator memperkenalkan Rakeeman kepada para peserta (Gambar 1), Rakeeman pun membuka kelas “Multikulturalisme” dengan perkenalan peserta. Ternyata mereka berasal dari komunitas yang beraneka ragam. Ada yang dari Islam, Protestan, Katolik, Bahai dan lain sebagainya. Dari segi organisasi juga beragam, ada dari PMII Kab. Bogor dan Garut, ada juga dari PELITA Cirebon dan dari wilayah lainnya di Jawa Barat seperti Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bekasi dan Indramayu. Dari segi usia, mereka adalah muda-mudi berusia antara 17 hingga 25 tahun alias para pelajar atau mahasiswa.
Presentasi selama dua jam setengah, diselingi dengan tanya-jawab dan juga feedback dari peserta yang membentuk formasi ‘fishbowl’ demi kenyamanan mereka (Gambar 2). Dibantu dengan display infocus, diskusi relatif hidup dan menarik. Dokumenter kunjungan akademik ke berbagai lembaga dan tempat ibadah yang penulis lakukan bersama mahasiswa dan Forum Kajian Ilmu Perbandingan Agama (FKIPA) “AL-MU’AZZIY” Jamiah Ahmadiyah Indonesia (JAMAI) Bogor, sangat menarik antusias mereka.
Begitu juga, paparan kearifan lokal yang ada di berbagai daerah darimana mereka berasal menjadi perhatian mereka. Suku Dayak Hindu-Buddha Segandhu di Losarang (Indramayu), Madraisme di Cigugur (Kuningan), Sunda Wiwitan di Kanekes (Lebak) dan Kampung Naga adalah di antara contohnya. Tradisi “Nadran” dan “Sedekah Bumi” di Indramayu juga tak lupa disinggung.
Ternyata diketahui, bahwa ini merupakan kali pertama peserta bertemu dan berkumpul dalam acara lintas-agama. Di antara mereka bahkan ada yang belum pernah berkunjung ke tempat ibadah agama lainnya. Paparan display dari Rakeeman ini menjadi semacam bekal untuk mereka karena kegiatan hari berikutnya adalah praktikum kunjungan ke tempat-tempat ibadah berbagai agama yang ada di sekitar lokasi.
Tepat pukul 14.45 akhirnya kelas “Multikulturalisme” berakhir dan ditutup dengan foto bersama (Gambar 3). Setelah mampir sebentar ke masjid “Mubarak” Bandung, Rakeeman kembali lagi ke Bogor naik bus MGI dari Terminal Leuwi Panjang. Tepat pukul 2 Ahad dini hari, akhirnya Rakeeman tiba kembali di rumahnya. (RRAMJ)