Sintang – Di berbagai negara, pemimpin Muslim Ahmadiyah dan Katolik kerap melakukan silaturahmi dan kerja sama dalam upaya menjaga keharmonisan dan perdamaian dunia.
Di tingkat daerah, khususnya di Indonesia, perwakilan Muslim Ahmadiyah aktif menjalin silaturahmi dengan umat Katolik, termasuk mengunjungi keuskupan dan gereja saat perayaan Natal.
Hubungan ini telah di bina dan berlangsung lama yang menjadi wujud nyata semangat toleransi.
Pada kesempatan Selasa, 11 Februari 2025, Romo Isnadi dari Gereja Katolik Keusukupan Sintang menegaskan bahwa di tingkat pimpinan tinggi Katolik dan Muslim Ahmadiyah tidak ada permasalahan dan hubungan antarumat beragama tetap terjalin harmonis.
Namun, ia juga mengakui bahwa di tingkat akar rumput sering kali muncul kesalahpahaman yang dapat memicu perbedaan persepsi.
“Oleh karena itu, penting untuk menyelaraskan pemahaman antara pemimpin dan masyarakat agar semangat persaudaraan tetap terjaga,” ungkap Romo Isnadi.
Muslim Ahmadiyah memiliki sistem kepemimpinan yang terpusat, mirip dengan Katolik yang mengikuti arahan Paus, dalam Islam Ahmadiyah, kepemimpinan dijalankan melalui sistem khilafah yang bersifat spiritual dan tidak memerlukan teritorial tertentu.
Fokusnya adalah pada pembinaan umat dan nilai-nilai keimanan, muslim Ahmadiyah yang tersebar di lebih dari 200 negara tetap menghormati hukum dan ideologi negara tempat mereka tinggal serta tidak memiliki cita-cita untuk mendirikan negara tersendiri.
“Konsep ini sejalan dengan prinsip Katolik yang diajarkan oleh Yesus, Berikan kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah,” Romo Isnadi menegaskan.
Ia juga menambahkan bahwa setiap umat Katolik harus bisa menjadi warga negara yang baik, seperti moto 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia.
Romo Isnadi menceritakan pengalamannya ketika umat Islam turut serta membantu pembangunan gereja dengan penuh kebersamaan.
“Pada akhirnya, semua kembali kepada pribadi masing-masing untuk menjaga persaudaraan dan kebersamaan dalam keberagaman,” Ia menekankan.
Sajid Ahmad Sutikno, Mubaligh Ahmadiyah menambahkan bahwa di masyarakat sering muncul dua persepsi tentang Muslim Ahmadiyah, versi yang berkembang dari cerita orang lain dan versi yang sebenarnya dianut oleh Muslim Ahmadiyah sendiri.
Ia menekankan pentingnya memahami Muslim Ahmadiyah dari sumber yang benar agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Sebagai penutup, Sajid Ahmad menyampaikan mengenai motto Muslim Ahmadiyah yakni “Love for All, Hatred for None”, yang berarti “Cinta untuk Semua, Tidak Ada Kebencian bagi Siapapun,” menjadi pesan yang relevan dalam menjaga harmoni dan membangun toleransi antarumat beragama, baik di tingkat internasional maupun daerah.
Kontributor: Sajid Ahmad Sutikno
Editor: Devi Savitri