Situasi yang terjadi di tanah Lombok pasca gempa tanggal 27 Juli 2018 sungguh telah mengundang simpati banyak pihak.
Mereka yang peduli, rela melakukan berbagai hal demi memberi bantuan dan meringankan kesedihan para korban.
Di antaranya adalah Humanity First. Lembaga kemanusiaan yang telah lama bersentuhan dengan gerakan-gerakan pengkhidmatan kemanusiaan ini, dalam waktu yang relatif singkat terjun ke lapangan membantu para korban gempa.
Memulai dengan gerakan pengumpulan dana, Humanity First lantas mengirimkan sejumlah relawan ke Lombok untuk melakukan pengkhidmatan.
Salah seorang relawan Humanity First yang terjun adalah Ahmad Masihudin. Ayah muda yang baru memiliki putera berusia 3 bulan ini rela meninggalkan keluarganya demi mengkhidmati para korban.
Masihudin nama panggilan akrabnya, adalah seorang pegiat kemanusiaan. Dia berasal dari tanah Betawi dan hampir 5 tahun berkhidmat di lembaga Humanity First serta sering terjun ke berbagai daerah dalam program kemanusiaan.
Namun ada yang unik dengan Masihudin. Selain sebagai seorang pegiat kemanusiaan, dia pun merupakan seorang pemuda Ahmadiyah yang juga aktif dalam kegiatan organisasinya.
Walhasil pengkhidmatannya ke Lombok kali ini terasa begitu istimewa, karena di sela-sela persiapan keberangkatannya, Masihudin teringat dengan pengalaman pahit saudara-saudara rohaninya di Lombok yang hingga hari ini masih menjadi korban persekusi. Namun realita tersebut sama sekali tidak menyurutkan langkah dan semangat pengkhidmatannya.
Dari keterangannya, Sabtu (8/9/2018), “Saya bersama tim medis dari Humanity First tiba di Lombok pada tanggal 8 Agustus 2018. Kedatangan kami dalam rangka membantu meringankan beban para korban gempa.”
“Bersama para relawan lokal, kami mengadakan pelayanan medis secara mobile dan membagikan secara langsung kebutuhan logistik serta sembako kepada masyarakat di berbagai pelosok desa.”
Bagi Masihudin, apa yang terjadi di Lombok adalah isu kemanusiaan dan dia sadar bahwa siapa pun berkesempatan untuk membantu korban agar mereka terlepas dari penderitaannya.
Baginya membantu warga Lombok menjadi salah satu tanggung jawab yang bersifat wajib, meski terkadang teringat dengan berbagai penderitaan saudara-saudara rohaninya.
Berdasarkan catatan Masihudin, para Ahmadi (sebutan untuk para anggota Ahmadiyah) di Lombok selama bertahun-tahun mendapatkan persekusi yang luar biasa. Mereka terusir dari kampung halamannya, rumah-rumahnya dihancurkan, diboikot secara massal dus mereka pun harus mengungsi ke tempat lain.
Hal ini terjadi semata-mata akibat kesalahpahaman beberapa komponen masyarakat yang menuduh para Ahmadi telah menodai dan menistakan agama Islam padahal tidaklah demikian.
Masihudin menuturkan, “Adapun dalam kasus terakhir, tepatnya pada bulan Juni yang lalu, puluhan warga Ahmadi di Lombok Timur harus kembali mengungsi ke salah satu gedung milik pemerintah, setelah rumah-rumahnya dihancurkan oleh beberapa oknum masyarakat dengan alasan serupa.”
Masihudin menambahkan, “Semua relawan lokal yang tergabung dalam Humanity First adalah para Ahmadi yang notabenenya merupakan korban persekusi, dan saat ini pun mereka masih dalam kondisi mengungsi. Namun saya menyaksikan betapa luka yang tengah mereka rasakan seolah lenyap tak berbekas, yang tersisa justeru semangat pengkhidmatan yang tinggi terhadap korban gempa dalam balutan kasih sayang, seolah mereka lupa bahwa mereka adalah korban juga.”
Tanpa kenal lelah para relawan ini datang ke berbagai desa membagikan kebutuhan tenda, selimut, terpal, sembako dan daging kurban. Tercatat beberapa desa yang mereka khidmati seperti desa Kekait, Gapek, Terantak, Griya, Meninting, Poh Gading, Labuan Pandan, Labuan Bajo, Kokoraja, Sugian, Sindang Gorek, dan beberapa desa di Sumbawa.
Bagi Masihudin, teladan mulia yang diperlihatkan oleh relawan-relawan ini sungguh membumikan moto ‘Love For All Hatred For None’. Moto mulia tersebut tidak lagi hanya menjadi motto yang menjunjung tinggi di angkasa, namun tersampaikan dalam wujud akhlak yang nyata.
“Perlu kedewasaan iman untuk bisa melakukan hal ini.” tegas Masihudin.
Teladan ini mengingatkannya kepada akhlak mulia Rasulullah (saw) saat menaklukan kota Mekah. Beliau memaafkan orang-orang yang pernah mempersekusi beliau dengan beragam cara. Bukan hanya memaafkan, bahkan Rasulullah (saw) pun berbuat baik kepada mereka.
Semoga moto Love For All Hatred For None dapat kembali membumi di berbagai penjuru tanah air tercinta ini. (IAG)