Bandung – Creative Youth for Tolerance (CREATE) mendeklarasikan sekolah damai untuk toleransi berlokasi di Travello Hotel Bandung pada, Minggu (25/9/202).
Dalam deklarasikan itu terdapat beberapa point demi terciptanya sekolah damai dalam bentuk mengupayakan kesetaraan gender dan inklusi sosial.
“Kami individu dari latar belakang siswa, orang tua, komunitas sekolah, guru, kepala sekolah, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil bersepakat untuk terus mengupayakan lingkungan sekolah yang menjunjung nilai Toleransi anti kekerasan serta mengupayakan kesetaraan gender dan inklusi sosial,” kata Missael Hotman selaku Project Manager Create Jawa Barat.
Deklarasi itu pun turut meminta peran dari seluruh pihak untuk mampu bekerja sama demi tercipta sekolah aman dan nyaman.
“Kami percaya bahwa seluruh pihak dalam sistem pendidikan perlu mengambil peran untuk mewujudkan sekolah yang aman dan nyaman bagi seluruh pelajar terlepas dari layar belakang identitas keimanan, ras, suku, budaya, kelas sosial, kondisi fisik, dan intelektual serta ragam gender,” ujarnya.
Dan untuk terwujudnya sekolah aman dan nyaman tak lepas dari peran sekolah dalam hal pembentukan aturan serta kebijakan itu sendiri.
“Upaya mewujudkan sekolah yang memegang nilai toleransi anti kekerasan, kesetaraan gender dan inklusi sosial diejawantakan dalam pembentukan aturan dan kebijakan sekolah dengan melibatkan seluruh pihak sekolah sebagai wujud partisipasi bermakna yang setara,” ungkapnya.
Deklarasi ini diinisiasi dalam proyek Creative Youth for Tolerance (CREATE) atau kreativitas anak muda untuk Toleransi, yang dipimpin oleh Yayasan Hivos dan didukung oleh The United States Agency for International Development (USAID) merupakan inisiasi yang didesain untuk meningkatkan toleransi berpenghargaan kepada keberagaman di sekolah melalui pendekatan Senin dan budaya.
Selain dari deklarasi yang menjadi tujuan utama dalam malam budaya bertema Toleransi Adalah Budayaku. Terdapat beberapa sekolah yang telah mendapatkan penghargaan diantaranya, SMAN 2 Lembang, MAN 2 Kota Bandung, SMAN 1 Cisaurua, dsb.
Dan sebanyak 60 karya seni berupa instalasi, lukisan, kolase, hingga drama pementasan yang dibuat oleh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat dari tiga provinsi di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan akan ditampilkan untuk publik. CREATE Moments memajang karya seni yang dibuat oleh siswa sebagai seniman muda yang mengangkat isu seputar toleransi, keberagaman, kesetaraan gender dan inklusi sosial.
Deklasi ini merupakan sekumpulan dari rangkas kegiatan yang diselenggarakan Create dari mulai awal Januari 2022 yang diadakan di tiga Provinsi Jawa Barat , dengan tema “Silih” yang berarti “saling” diambil sebagai tema utama. Pepatah leluhur Sunda “Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh” yang memiliki arti saling mencerdaskan, saling mengasihi, dan saling melindungi menjadi sangat berarti.
Kemudian Jawa Timur, Create mengambil tema “Aksara” akronim dari Apresiasi Kreasi Budaya Remaja. Daya kreasi anak muda dalam menyikapi isu intoleransi yang disalurkan melalui karya seni patut diapresiasi dan dirawat.
Lalu yang terakhir Sulawesi Selatan, Create mengusung tema “Di Luar Jam Sekolah”. Pameran di Sulawesi Selatan ini merupakan rangkaian akhir dari proses residensi 20 siswa dari Makassar dan Gowa yang dikerjakan secara kolaboratif bersama komunitas literasi di Makassar, lembaga penelitian dan penerbit buku.
Kegiatan ini pun menuai banyak apresiasi salah satunya dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, melalui Subbagian Organisasi, Tata Laksana, dan Kerukunan Umat Beragama, Yoseph Walidul Arham, menjelaskan,
“Kami dari kementerian agama sangat mengapresiasi dari CREATE, karena mau tidak mau kementerian agama tidak bisa terus hadir untuk semua lapisan masyarakat terkait toleransi, kerukunan, kesetaraan gender, dan hal lainnya. Karna itu, CREATE sangat membantu sekali dalam program-program kementerian agama,” turutnya.
Dikahir deklarasi terdapat harapan serta upaya agar tetap berlangsung lingkar dunia penting yang aman dan nyaman.
“Dan agar tetap berlangsungnya hal ini pun upaya-upaya ini perlu dihubungkan dengan inisiatif dengan program pemerintah yang telah ada seperti sekolah ramah anak, cerdas berkarakter, dll. Serta komitmen global seperti Konvensi hak anak dan kerja sama dengan masyarakat sipil yang menaruh perhatian pada dunia pendidikan,” tururnya
Hadir dalam kegiatan tersebut Usama Ahmad Rizal dari Ahmadiyah, Ia menyampaikan bahwa sikap toleransi harus di promosikan sejak dini di bangku sekolah.
“Kita harus berupaya menanamkan rasa cinta damai di tengah generasi muda, sehingga menjadikan bangsa ini terjauh dari intoleransi,” jelasnya.
Rizal yang juga menjadi salah satu narasumber di program CREAT ini menyampaikan, bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan tingkat intoleransi paling tinggi di Indonesia.
“Perlu ada upaya keras agar Jabar bisa keluar dari predikat provinsi intoleran. Salah satunya melalui pendidikan toleransi di sekolah, karena selama ini anak SMA masih dianggap labil, sehingga sekolah harus menjamin bahwa tidak ada radikalisme dan intoleransi di kalangan siswa,” pungkasnya.
Adapaun organisai serta komunitas yang turut mendukung terselenggaranya kegiatan ini sebagai berikut; Perkumpulan Pamflet Generasi, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR), Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFOS), Rombak Media, dan Center for Marginalized Communities Studies (CMARs), dengan dukungan dari The United States Agency for International Development.