Bogor – “Kenapa ada sekelompok orang yang masih membenci Ahmadiyah sampai sekarang?”
Pertanyaan tersebut dilontarkan oleh salah seorang peserta Moving School, Albertus Siga Laki dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang sedang melakukan kunjungan ke Kampus Mubarak Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kemang Bogor. Moving School adalah sebuah program yang melibatkan pemuda lintas agama dengan scope kawasan Asia dibawah organisasi Asian Lay Leaders (All) Forum.
Ketua Umum Pemuda Ahmadiyah ataupun yang disebut Sadr Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia (MKAI), Mubarak Ahmad Kamil menyatakan bahwa dikarenakan literasi bangsa Indonesia yang bisa dikategorikan masih rendah sehingga menjadi faktor utama yang menyebabkan hal itu masih terjadi saat ini. Bahkan menurutnya diperparah pula oleh politisasi agama yang begitu kental dan menguat belakangan ini terjadi di Indonesia.
Kamil berharap agar Ahmadiyah ke depan bukan hanya sekedar terkenal dengan sisi negatifnya saja, namun dapat lebih dikenal secara luas di masyarakat karena hal-hal yang positif. Hal itu ia utarakan dalam pertemuan dengan 6 orang peserta dari All Forum pada Senin (18/7/2022).
“Ahmadiyah bagian dari Islam,” tegas Kamil.
“Prinsip dasar yang dianut Ahmadiyah di seluruh dunia, sama persis seperti umat Islam pada umumnya,” sambungnya.
Walaupun ia tak menampik adanya temuan beberapa fakta di lapangan yang memang menyebut masih terjadi penolakan dari kelompok-kelompok Islamis yang ada di Indonesia. Namun, temuan tersebut menurut Kamil tak lantas menyurutkan para anggota Ahmadiyah untuk tetap berpegang teguh pada ajaran Islam sebagai pedoman hidupnya sampai saat ini.
Lebih lanjut, Kamil menjelaskan duduk perkara yang membuat Ahmadiyah dianggap berbeda disebabkan adanya pengakuan tentang kedatangan Imam Mahdi yang menurut Ahmadiyah sudah datang dalam wujud pendirinya yaitu, Hazrat mirza Ghulam Ahmad as. Sehingga hal itulah yang membuat umat muslim pada umumnya melabeli Ahmadiyah sebagai kelompok di luar Islam.
Kemudian ia mengupas terkait sejarah berdirinya Jemaat Ahmadiyah hingga awal mulanya masuk di Indonesia juga bagaimana keterlibatan-keterlibatan Ahmadiyah dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bahkan, menurutnya Khalifah Ahmadiyah yang ke-2, Hazrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra pada waktu itu menginstruksikan seluruh orang Ahmadiyah di seluruh dunia untuk ikut menyuarakan kemerdekaan Indonesia.
“Sampai hari ini SK-nya tidak dicabut,” ujar Kamil
“Artinya Ahmadiyah organisasi legal,” tegasnya.
Sementara itu, Koordinator All Forum, Neilan Sylvester D’souza menginginkan untuk bisa bekerjasama dalam melakukan berbagai kegiatan lintas agama terutama dengan melibatkan anak-anak muda. Hal itu patut dilakukan agar mereka dapat saling belajar tentang keberagaman agama dan budaya di tiap negara.
Selama berada di Kampus Mubarak, mereka diajak berkeliling melihat studio MTA, Jamiah Ahmadiyah, dan Peace Center. Selain itu para peserta dibawa ke perpustakaan Nusrat Jahan yang ada di areal gedung Baitul Afiyat Lajnah Imaillah (perempuan Ahmadiyah).
Dalam pertemuan yang sama, perwakilan dari Muslim Television Ahmadiyya (MTA) Indonesia, Samsul Bahrin memaparkan tentang MTA yang merupakan buah pikiran dari Khalifah Ahmadiyah yang ke-4 pada 1994. Ia mengklaim jika MTA merupakan satu-satunya jaringan televisi di dunia yang tidak menyiarkan iklan dalam tayangannya. Hal tersebut dikarenakan pendanaan MTA berasal dari para anggota Ahmadiyah di seluruh dunia.
Saat ini ada 17 program berbahasa Indonesia yang disiarkan di jaringan MTA. Program-program tersebut disiarkan selama satu jam per hari di satelit Asiasat 7 dan 3 jam per hari di satelit Telkom.
“24 jam nonstop tanpa iklan,” ucap Samsul.
“MTA Indonesia berdiri pada 1995,” pungkasnya.