Bandung– Sejumlah perwakilan Pengurus Lajnah Imaillah (LI) Cabang Bandung Kulon melakukan kunjungan ke Museum Tionghoa Yayasan Dana Sosial Priangan (YDSP).
Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya kampanye donor mata yang diinisiasi oleh LI Bandung Kulon pada Kamis, 22 Februari 2024.
Dalam kunjungan tersebut, rombongan LI yang terdiri dari tujuh orang pengurus, sebelumnya telah menjalin hubungan melalui acara lintas iman, bertujuan untuk melakukan survei awal terkait kegiatan tur toleransi dan kolaborasi dalam aksi sosial.
Pengurus LI disambut hangat oleh Pengurus Bidang Budaya YDSP, Ko Akiun. Ko Akiun menyambut rombongan yang masih merayakan suasana Tahun Baru Imlek dengan penuh antusiasme.
“Ahmadiyah memiliki badan-badan keanggotaan mulai dari anak-anak hingga lansia. Lajnah Imaillah artinya Perempuan Hamba Allah, mencakup kaum perempuan Ahmadiyah, dan kami adalah Lajnah Imaillah cabang Bandung Kulon” jelas salah seorang Lajnah Imaillah yang hadir, Susi.
Ko Akiun mengaku sudah kenal dekat dengan beberapa tokoh Ahmadiyah seperti Pak Eki, namun baru kali ini mendapat kunjungan teman Ahmadiyah dari Bandung.
“Baik masyarakat Tionghoa maupun Ahmadiyah bukan lagi tentang mayoritas dan minoritas, namun saat ini dikenal dengan sebutan kelompok rentan,” menurut Ko Akiun yang juga mengapresiasi kunjungan semacam ini dapat memperkuat solidaritas di akar rumput.
Rombongan dibawa berkeliling seputar museum yang menampilkan budaya Tionghoa dan bukti akulturasi dan kontribusi warga Indonesia etnis Tionghoa semenjak pra-kemerdekaan hingga kekinian.
“W.R. Supratman yang menciptakan lagu Indonesia Raya itu orang Ahmadiyah, tapi yang pertama kali menyiarkan lagu Indonesia Raya ke seluruh pelosok Nusantara adalah kontribusi sosok Tionghoa bernama Ang Yan Guan,” Ko Akiun mengakui.
Perkembangan Islam dari Negeri Tionghoa
Perkembangan Islam sendiri lebih dahulu bermula di negeri Tionghoa, bahwa penyebaran Islam ke Nusantara juga melibatkan orang Tionghoa, seperti ekspedisi Laksamana Cheng Ho yang seorang muslim.
Jejak dakwah Islam ini pun berlanjut pada kesunanan, dibuktikan banyaknya Wali Songo yang masih keturunan Tionghoa.
Mengenai Masyarakat Tionghoa Peduli (MTP) yang menyokong YDSP merupakan komunitas yang terdiri dari tak hanya penganut agama Konghucu, tapi juga agama lainnya. Ko Akiun lalu menjelaskan mengenai filosofi agama Konghucu.
“Kami jemaat Ahmadiyah juga mengakui bahwa pendiri agama Khonghucu adalah seorang nabi,” ujar Shafi, salah seorang pengurus LI.
“Ya, kalau menurut kronologis waktu, dikatakan bahwa tiap-tiap 500 tahun, akan turun orang benar yang membawa ajarannya, seperti Nabi Kong Zi, kemudian Yesus, lalu Muhammad,” balas Ko Akiun sambil sepintas menyetujui kebenaran Rasulullah SAW.
Ko Akiun menyatakan dukungannya untuk membawa isu donor mata ke dalam kegiatan MTP, meskipun masih ada pertanyaan terkait tinjauan keagamaan bagi penganut Konghucu terhadap mendonorkan mata.
Kunjungan ini tidak hanya memperkuat hubungan antara LI dan YDSP, tetapi juga meningkatkan pemahaman dan memperkuat rasa persatuan antar komunitas.
Ko Akiun mengundang LI untuk melakukan kunjungan berikutnya dengan lebih banyak peserta serta menjajaki rencana kerjasama di bidang kemanusiaan.
Kontributor: Amatul Shafi