Jakarta- Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dan Leimena Institute mengadakan Roundtable Discussion tentang topik “Antisemitisme dan Islamophobia” pada Kamis, 4 Mei 2023 di Hotel Doubletree, Jakarta Pusat.
Selama acara tersebut, Director of Muslim-Jewish Relations for AJC Dr. Ari Gordon mengungkapkan pandangannya tentang langkah-langkah yang dapat diambil untuk menghapuskan anti-Semitisme, Islamofobia, dan kebencian terhadap kelompok-kelompok tertentu karena identitas.
“Pertama, untuk memperluas pengetahuan kita tentang budaya mereka, tentang apa yang membuat mereka bahagia, bukan hanya tentang apa yang membuat mereka takut dan sakit,” kata Dr. Ari Gordon pada Warta Ahmadiyah.
Dr. Ari Gordon juga menyarankan agar bertemu dengan orang-orang dari komunitas lain secara langsung, jika tidak, media sosial dapat memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara virtual.
“Kedua, kita seharusnya bertemu dengan orang-orang dari komunitas lain jika memungkinkan, namun jika tidak, media sosial memberikan peluang untuk bertemu secara virtual dan belajar tentang budaya mereka, bahkan mungkin terhubung dengan teman baru,” jelasnya
Selain itu, Dr. Ari Gordon juga menyoroti kerjasama antaragama di Indonesia sebagai salah satu contoh keberhasilan dalam mempersatukan orang-orang dari berbagai latar belakang agama.
Menurutnya, Indonesia memiliki hadiah yang besar untuk diberikan kepada dunia dalam hal kerjasama dan harmoni di tengah keragaman yang luar biasa. Oleh karena itu, perlu ada kolaborasi dan upaya untuk menghubungkan perbedaan.
“Indonesia sebagai satu bangsa, kita harus berkolaborasi dan menemukan cara untuk menjembatani kesenjangan antara perbedaan untuk kebaikan semua orang di negara ini. Indonesia memiliki hadiah yang besar untuk diberikan kepada dunia dalam hal kerjasama dan harmoni di tengah keragaman yang luar biasa,” lanjut Dr. Ari Gordon.
Sejalan dengan ini, Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana yang hadir dalam acara tersebut sepakat dengan yang disampaikan oleh Dr. Ari Gordon.
Ia menekankan bahwa akar masalah tidak terbatas pada anti-Semitisme atau Islamophobia, melainkan pada bias dan asumsi yang dimiliki orang terhadap orang lain karena kurangnya pemahaman dan koneksi.
“Permasalahan kita sebetulnya bukan cuma soal Islam anti Yahudi atau anti Kristen kah tapi sesungguhnya adalah prasangka dan kebencian terhadap orang lain karena kurangnya ruang perjumpaan karena tidak saling mengenal,” jelas Yendra Budiana.
Ia mendorong umat Muslim, termasuk komunitas Muslim Ahmadiyah mempromosikan tindakan afirmatif yang mengakui hak orang lain dan mendorong inklusivitas.
Dengan melakukan hal ini, Yendra Budiana percaya bahwa perdamaian dapat secara bertahap tercapai, karena individu akan menyadari bahwa mereka tidak bisa hidup dalam isolasi.
“Kita justru harus lebih banyak lagi menciptakan ruang perjumpaan langsung sehingga bisa saling mengenal, mengenal seseorang Yahudi, mengenal seorang Islam, mengenal seorang Kristen,” ujarnya.
“Langsung bertemu dengan orang yang bukan kata media, bukan kata sosial media, bukan kata asumsi yang ada dalam ilusi dan pikiran kita masing-masing,” lanjut Yendra Budiana.
Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Abdul Mu’ti, sebut rencana kedatangan Dr. Ari Gordon dan rombongan dari AJC.
“Alhamdulillah, Dr. Ari Gordon berhasil memenuhi permintaan tersebut dan hadir untuk memberikan presentasi yang sangat insightful,” katanya.
Diskusi tersebut melibatkan tiga agama Abrahamik yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi. Pembicara dari ketiga agama tersebut, Dr. Ari Gordon dari Yahudi, Pdt. Sylvana Ranti Apituey dari Kristen, dan Gus Ulil Abshar Abdalla dari Islam.
Abdul Mu’ti menekankan pentingnya menciptakan ruang bagi interaksi tatap muka dan keterlibatan langsung antara individu dari latar belakang yang berbeda.
Tujuan akhir agama adalah untuk menyatukan umat manusia dan mempromosikan pemahaman, sehingga orang dapat terhubung dengan yang Ilahi.
Diskusi roundtable ini memberikan platform berharga bagi para ahli dan individu dari berbagai latar belakang untuk berkumpul dan terlibat dalam percakapan yang bermakna tentang isu-isu penting ini.
“Dengan semangat untuk saling memahami dan semangat untuk kita bisa lebih bekerjasama di masa akan datang, untuk terciptanya dunia yang damai, dunia yang di dalamnya kita hidup dalam semangat persaudaraan,” jelas Abdul Mu’ti.
Kontributor: Amatul Noor