Pada hari Rabu tanggal 20 Februari 2019 Humas PPLI mengahadiri undangan Diskusi Kelompok Terfokus (FDG) di Hotel Grand Mercure Jakarta memdiskusikan tentang finalisasi penyusunan Buku Perlindungan Khusus bagi Anak Kelompok Minoritas dan Terisolasi oleh Kementerian Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Acara ini di mulai pukul 09.00 dibuka oleh Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA Bapak Nahar dan dimoderasi oleh Bapak Nanang perwakilan dari KPPPA. Pemaparan tentang draft buku tersebut yang dibawakan oleh Psikolog, Ibu Sherly Saragih Turnip, Ph.D yang juga merupakan Dosen Universitas Indonesia tersampaikan dengan sangat baik kepada semua peserta diskusi.
Beberapa peserta yang hadir adalah dari Kementerian Sosial, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, The Asian Muslim Action Network Indonesia, Yayasan Sakola Rimba, pendamping Anak Kelompok Minoritas suku Baduy, Jajaran Asdep Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus, Sunda Wiwitan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, dan lainnya.
Para peserta diminta untuk menyampaikan masukan-masukan untuk penyusunan buku tersebut dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia memberikan saran antara lain sebagai berikut;
Judul “Perlindungan Khusus Anak Kelompok minoritas dan terisolasi” diubah menjadi
“Panduan Pemenuhan Hak-hak Anak”. Terlepas dari adanya Undang-undang yang menyebutkan perlindungan kelompok minoritas dan terisolasi”, Konstitusi RI tidak menyebutkan hal ini. Konstitusi tidak mengenal konsep mayoritas minoritas. Semua setara di hadapan hukum.
Halaman 9 draft buku disebutkan banyak yang belum punya Akta; Anak-anak Muslim Ahmadiyah memiliki akta kelahiran. Anak-anak Muslim ahmadiyah lahir dari perkawinan yang sah dan resmi yang dicatat di KUA sebagaimana muslim lainnya. Jadi dari kategori ini anak-anak Muslim Ahmadiyah tidak memenuhi kategori minoritas.
Sebagai organisasi internasional, Muslim Ahmadiyah saat ini telah berada di 212 negara. Mempunyai sistem keuangan yang mandiri yang berasal dari iuran anggota. Ahmadiyah mempunyai sistem dalam penanganan tindakan diskriminasi terhadap anggotanya. Pemenuhan kebutuhan pokok dan pendidikan menjadi prioritas utama.
Jadi, Anak-anak muslim ahmadiyah tidak terisolasi dan berbaur dengan masyarakat dimana anak berada. Mereka menikmati hak pendidikan dan kesehatan. Bahkan Ahmadiyah memiliki sekolah di tingkat PAUD, TK, SMP dan SMA. Ahmadiyah memiliki kepengurusan yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. Salah satu materi yang ditanamkan kepada anak-anak Muslim Ahmadiyah adalah cinta tanah air dan hal tersebut dibuktikan dengan pembacaan janji di setiap kegiatan yang diikuti anak yang di dalamnya berbunyi akan senantiasa mencintai bangsa dan negara.
Ahmadiyah tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Berbaur dan beraktivitas sosial. Memiliki KTP, KK, Akta Nikah dan akta kelahiran. Daerah yang saat ini masih memiliki PR dalam penanganan persekusi terhadap anggota muslim Ahmadiyah adalah LOMBOK.
Sejak penyerangan terhadap kelompok muslim Ahmadiyah lombok tahun 2006 mereka mengungsi di Asrama Transito dan ex RSUD praya hingga saat ini. Tetapi anak-anak tetap sekolah dan lulus bahkan jadi sarjana. Organisasi juga menjalankan fungsi sebagai lembaga layanan secara internal tetapi juga berbaur dengan masyarakat sekitar lokasi pengungsian dalam kegiatan kemasyarakatan. Satu-satunya yang belum ada solusi adalah masalah tempat tinggal.
Ini yang perlu keseriusan pemerintah dalam memberikan solusi tempat tinggal bagi para pengungsi dan juga perlindungan aset-aset mereka yang mereka tinggalkan di daerah asal. Jadi jika buku ini akan menyebutkan tentang Ahmadiyah, harus disebutkan dengan khusus daerah dan kasus yg dimaksud. Tidak bisa digeneralisir karena kondisinya tidak sama. Saran kami dalam buku disebutkan “anak-anak muslim Ahmadiyah Lombok yang saat ini masih mengungsi di asrama transito, Mataram.
Kami mengundang KPPPA untuk beraudiensi dengan pengurus besar JAI dan mengundang juga untuk melihat secara langsung kondisi pengungsi di Lombon Mataram. Buku panduan tentunya harus memuat data yang akurat berdasarkan pengamatan langsung, bukan dari media atau sumber dari luar lainnya.
Dari masukan yang di sampaikan oleh Humas PPLI mereka sangat memahami dan mendukung saran-saran tersebut hanya memnag untuk perubahan judul memang cukup sulit untuk merubah kata minoritas tersebut karna memang belum ditemukan kata-kata yang lebih sesuai. Selainnya saran diterima dan akan diperbaiki sesuai saran dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Dan KPPPA menyambut baik undangan untuk beraudiensi dengan JAI juga untuk melihat langsung kondisi anggota yang masih mengungsi di Lombok Mataram.
Kontibutor Humas PPLI: ME