“Pemerintah provinsi bersama para ulama, ormas Islam, GPII dan tokoh-tokoh agama untuk meningkatkan kehati-hatian dan memiliki kewaspadaan dalam menyikapi isu gerakan radikalisme dan berkomitmen apapun yang berpotensi merusak perdamain NKRI harus segera ditangani secara komprehensif” ujarnya.
MEDAN – Pemahaman antiradikalsime wajib dimiliki generasi muda. Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan sejumlah organisasi menggelar seminar bertema “Membentengi Pemuda dari Radikalisme” di Hotel Achmad Tahir, Kamis (31/3).
Dalam sambutannya, staf Gubernur Sumatera Utara, H. Aswan Sofyan meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap paham radikal yang berkembang.
baca juga:
“Pemerintah provinsi bersama para ulama, ormas Islam, GPII dan tokoh-tokoh agama untuk meningkatkan kehati-hatian dan memiliki kewaspadaan dalam menyikapi isu gerakan radikalisme dan berkomitmen apapun yang berpotensi merusak perdamain NKRI harus segera ditangani secara komprehensif” ujarnya.
Dedi Iskandar Batubara, Anggota DPD Sumatera Utara mengatakan solusi terhindar dari paham radikal adalah memperkuat pendidikan kewarganegaraan dan 4 pilar UUD 1945 NKRI. Sementara itu, Dr. H. Muhammad Ya’kub, MA, Wakil Dekan 1 fakultas Dakwa UINSU menjelaskan radikalisme sejatinya masalah sosial politik daripada keagamaan.
Pada kesempatan yang sama Dr. Irwansyah M.Ag selaku pemandu acara mengatakan dengan takjub dengan perkembangan Jamaah Ahmadiyah di Eropa dan Amerika.
“Pada saat saya ke Jerman menemukan 80 mesjid Ahmadiyah, bahkan mereka mampu membeli gereja-gereja di Amerika untuk dibangun menjadi mesjid, sungguh Ahmadiyah ini mau memperkenalkan Islam di negara-negara barat,” ujar pria yang berprofesi sebagai dosen ini.
Acara yang juga dihadiri oleh Mubaligh Wilayah Deli Serdang , Mln. Habib Ahmad Berlin. Menurutnya radikalisme dapat ditangkal dengan menanamkan semangat love for all, hatred for none.
Selain Mln. Habib Ahmad Berlin, perwakilan Jamaah Ahmadiyah Sumatera Utara juga dihadiri anggota AMSA, Lajnah Imaillah, Majelis Ansharullah, khuddam, serta 3 orang mubaligh lokal.
Kontirbutor : Nita Srihardini
Editor : Talhah Lukman Ahmad